Ada Alternatif Diskon, Dinkes Sultra Beli Alat PCR dengan Harga Normal
Sidang kasus suap alat pemeriksaan Covid-19 di Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara mengungkap fakta, sebelum alat tersebut dibeli dengan harga Rp 1,3 miliar, ada referensi alat sama dengan harga lebih murah.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sidang kasus suap alat pemeriksaan Covid-19 di Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara memasuki tahapan keterangan saksi. Salah satu fakta yang terungkap, sebelum alat tersebut dibeli dengan harga Rp 1,3 miliar, ada referensi alat yang sama dengan harga diskon Rp 874 juta. Akan tetapi, pihak dinas bersikukuh membeli alat dengan harga normal.
Sidang dengan terdakwa dr Amry Ady Haris dari Dinkes Sultra serta Imel Anitya selaku teknikal sales PT Genecraft Labs dan Direktur PT Genecraft Labs Teddy Gunawan Joedistira dari pihak swasta berlangsung di Pengadilan Tipikor Kendari, Rabu (21/4/2021). Sidang menghadirkan saksi mantan Pelaksana Tugas Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Sultra dr Ridwan, Kadis Kesehatan Sultra Usnia, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra Isma, hingga direktur di PT Surya Medika Kendari (SMK) Irfan.
Majelis hakim yang diketuai I Nyoman Wiguna mencecar dr Ridwan dan Usnia terkait perencanaan hingga pembayaran ke pihak perusahaan penyedia. Sebab, menurut majelis hakim, jika berhati-hati sejak awal, kasus suap dengan barang bukti senilai Rp 431 juta ini tidak akan terjadi.
Usnia menyampaikan, sewaktu menjabat Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Sultra, sebelum pembelian alat polymerase chain reaction (PCR) itu dilakukan, ia pernah memberikan referensi alat dengan harga diskon ke dr Ridwan yang saat itu menjabat Plt Kadis Kesehatan Sultra. ”Ada diskon 25 persen, tinggal Rp 874 juta. Saya kasih sebagai referensi,” kata Usnia.
”Sejak kapan tahu jika alat yang dibeli itu harganya Rp 1,3 miliar?” tanya majelis hakim.
”Saya baru tahu ketika menyetujui pembayaran saat menjabat kadinkes, pada November 2020 lalu,” jawab Usnia.
Sementara itu, dr Ridwan menjelaskan, perencanaan pembelian alat tes Covid-19 dilakukan oleh dr Amry, yang juga Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinkes Sultra. Ia menyetujui pembelian alat dari PT Genecraft Labs itu karena barang tersedia dan tidak harus menunggu lama. Saat itu, permintaan alat tes melonjak di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melambung.
”Apa Anda tahu, dari anggaran perencanaan Rp 1,3 miliar lebih, selisih dengan realisasi pembelian alat itu hanya Rp 5.000? Biasanya, kalau pengadaan itu ada selisih jauh, karena ada penawaran. Ini memang penunjukan, tetapi selisihnya sedikit sekali?” tanya majelis hakim.
Ridwan dan Usnia, yang menjadi saksi di awal, tidak menjawab pertanyaan hakim.
Kepala BPKAD Sultra Isma menyampaikan, di tengah kondisi pandemi, pengadaan dibolehkan dengan penunjukan, tidak dengan lelang. Pemprov Sultra melakukan realokasi anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 400 miliar. Sebanyak Rp 68 miliar di antaranya berada di Dinkes Sultra, di mana sebanyak Rp 3,1 miliar untuk pembelian alat PCR dan bahan habis pakai alat uji Covid-19
Pembelian alat tes Covid-19 oleh Dinkes Sultra dilakukan sejak Juli 2020. Untuk memperluas tes di tengah pandemi Covid-19, Dinkes Sultra mengalokasikan anggaran Rp 3,1 miliar untuk membeli alat PCR seharga Rp 1,3 miliar dan bahan habis pakai, termasuk antigen, seharga Rp 1,7 miliar. Total anggaran dua pengadaan ini Rp 3,1 miliar. Dinkes Sultra lalu menunjuk PT Genecraft Labs sebagai pihak ketiga penyedia alat.
Berdasarkan penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sultra, terdakwa dr Amry diketahui meminta fee sebesar 15-20 persen ke perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan pengadaan. Perusahaan menyetujui pemberian fee sebesar 13 persen.
Pada Desember 2020, anggaran pengadaan dicairkan dengan sepengetahuan Usnia, yang masih menjabat sampai sekarang. Untuk memuluskan pemberian suap, dr Amry meminjam sebuah perusahaan di Sultra, yaitu PT Surya Medika Kendari (SMK). Perusahaan ini milik kenalan dr Amry, yakni Irfan.
Saya dihubungi oleh Tamsar, rekan kerja dr Amry, kalau ada yang mau transfer.
Mendapat informasi ini, pihak Kejati Sultra melakukan pengumpulan data dan keterangan. Barang bukti uang Rp 431 juta disita dan status dr Amry ditingkatkan menjadi tersangka. Sementara dua tersangka pemberi suap, yaitu Teddy dan Imel, ditangkap di Jakarta.
Terkait penganggaran, transfer ke rekening PT SMK, jaksa penuntut umum (JPU) Abuhar menanyakan tentang kesediaan saksi Irfan menggunakan perusahaannya menjadi tempat ”menampung” uang. Terlebih, PT SMK diketahui tidak pernah menjalin kerja sama bisnis dengan PT Genecraft Labs.
Menurut Irfan, ia hanya membantu dr Amry karena telah kenal lama. Perusahaannya yang bergerak di bidang farmasi juga telah lama menjadi penyalur obat-obatan untuk apotek milik dr Amry.
”Saya dihubungi oleh Tamsar, rekan kerja dr Amry, kalau ada yang mau transfer. Saya lalu buatkan juga invoice dan faktur pajak sesuai yang diminta Tamsar,” kata Irfan.
Pada Senin (18/1/2021), sekitar pukul 14.00 Wita, dana sebesar Rp 431 juta masuk ke rekening perusahaan PT SMK. Irfan lalu menghubungi Tamsar bahwa dana telah masuk, yang lalu diteruskan ke dr Amry.
”Pada 19 (Januari) pagi saya tarik uang Rp 300 juta, dan saya bawa ke Kejati Sultra sesuai permintaan dr Amry. Uang itu lalu saya serahkan di situ. Besoknya lagi baru saya tarik sisanya,” kata Irfan.
Sementara itu, Tamsar menyampaikan, ia diminta oleh dr Amry untuk mencari perusahaan pada Desember 2020. Ia mengaku tidak dijanjikan apa-apa, hanya berniat membantu dr Amry. Ia bahkan menandatangani kontrak atas nama Direktur PT Genecraft Labs Teddy Gunawan Joedistira karena disuruh oleh dr Amry.
Ditanya terkait keterangan para saksi, dr Amry tidak banyak membantah. Ia hanya meluruskan beberapa poin, termasuk pernah memberikan referensi perusahaan penyedia alat PCR dari perusahaan lain, tetapi harus menunggu lama. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya.