Kejati: Tersangka Suap PCR Dinkes Sultra Sebut Dana untuk Disetor ke Pejabat
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, dr AH, PPTK di Dinkes Sultra, menyebut uang suap untuk disetor ke pejabat. Aktor utama ditengarai belum tersentuh dari kasus pengadaan alat dan reagen PCR ini.
Oleh
Saiful Rijal Yunus
·5 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Laboratorium pengujian spesimen Covid-19 di RSUD Bahteramas Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/7/2020).
KENDARI, KOMPAS — Tersangka suap alat pemeriksaan Covid-19 yang juga Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan di Dinas Kesehatan Sultra menyebut dana Rp 431 juta akan diserahkan kepada pejabat di dinas. Kejaksaan Tinggi Sultra didorong untuk mengejar aktor utama kasus itu dan membuka selubung pengadaan yang ditengarai hanya puncak gunung es dari total anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 400 miliar.
”Menurut pengakuan tersangka, uang itu akan diserahkan kepada pejabat dinas (kesehatan). Yang disebut itu jabatannya inilah, itulah. Suap sebesar 13 persen itu baru akan diserahkan, tersangka belum dapat karena belum ada pembicaraan porsi,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sultra Saiful Bahri Siregar, di Kendari, Senin (8/2/2021).
Kejati Sultra sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap pengadaan alat polymerase chain reaction (PCR) dan reagen PCR dengan nilai total Rp 3,1 miliar. Dua tersangka pemberi suap, yaitu IA selaku teknikal sales PT Genecraft Labs dan TG, Direktur PT Genecraft Labs. Keduanya disangkakan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a, b; Pasal 5 Ayat (2); Pasal (11) juncto Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, penerima suap adalah dr AH, yang juga Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinkes Sultra. Pelaku dijerat dengan Pasal 11 dan 12 huruf a, b, e UU Tindak Pidana Korupsi. IA dan TG ditahan di dua tempat berbeda di Kendari, sementara dr AH menjadi tahanan kota karena mengalami patah kaki.
Saiful menjabarkan, kontrak pengadaan alat dan reagen PCR ini disepakati Juli lalu oleh mantan Pelaksana Tugas Kadis Kesehatan Sultra dr Ridwan. Pembelian alat ini untuk mendukung pemeriksaan Covid-19 yang sebelumnya hanya ada satu mesin PCR di RS Bahteramas.
Tersangka dr AH diketahui meminta fee 15 hingga 20 persen ke perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan pengadaan. Perusahaan menyetujui pemberian fee sebesar 13 persen.
Pada Desember lalu, anggaran pengadaan dicairkan dengan sepengetahuan Plt Kadis Kesehatan Usnia, yang masih menjabat sampai sekarang. Untuk memuluskan pemberian suap, dr AH meminjam sebuah perusahaan di Sultra, yaitu PT SMK. Perusahaan ini milik kenalan tersangka penerima suap ini.
Mendapat informasi ini, pihak Kejati Sultra melakukan pengumpulan data dan keterangan. Tersangka disebutkan ditangkap di Kendari saat menerima uang Rp 431 juta dari seorang pesuruh perusahaan pemberi suap. Sementara dua tersangka pemberi suap ditangkap di Jakarta.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Aspidsus Kejati Sultra Saiful Bahri Siregar
”Pemberian fee itu dilakukan setelah pencairan 100 persen. Kami sudah punya bukti lengkap, permintaan fee dari dr AH, baik lisan maupun tertulis. Tersangka juga mengakui perbuatannya hingga menyebut dana itu akan diberikan ke siapa saja,” tutur Saiful.
Terkait kemungkinan adanya tersangka lain, Saiful menerangkan, pihaknya tidak menutup potensi tersebut. Akan tetapi, pihaknya masih fokus di kasus ketiga orang ini untuk segera melimpahkan ke penuntut umum. Setelah dilimpahkan ke pengadilan, pengembangan kasus akan dilakukan.
”Semuanya akan terbuka di pengadilan karena bukti yang kami kumpulkan sudah sangat kuat. Ini termasuk dengan menyita rekening dan segera mendatangkan ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),” ucapnya.
Tidak hanya itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra Isma, juga pihak swasta, telah dipanggil untuk diperiksa pekan ini. Pemanggilan pihak BPKAD untuk mengetahui sumber anggaran berasal dari bidang mana di postur anggaran Sultra.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Kantor Dinas Kesehatan Sultra
Hingga pekan ketiga setelah penangkapan dan penetapan tersangka, pihak Kejati Sultra telah memeriksa 13 saksi. Selain pejabat Dinkes Sultra, Komisaris dan Direktur PT Genecraft Lab juga telah diperiksa. Perusahaan ini juga diketahui pernah melakukan pengadaan reagen PCR dengan anggaran sekitar Rp 500 juta pada 2020.
Data LPSE, kontrak kerja sama pengadaan mesin dan reagen PCR oleh Dinkes Sultra dengan PT Genecraft Labs dilakukan pada Juli 2020. Bahan reagen PCR dianggarkan Rp 1,71 miliar, sementara alat PCR Rp 1,36 miliar. Pekerjaan dimulai sebulan setelahnya dan mulai dimanfaatkan pada September 2020.
Mantan Plt Kadis Kesehatan Sultra dr Ridwan menyampaikan, ia tidak tahu-menahu dengan penunjukan perusahaan PT Genecraft Labs sebagai perusahaan penyedia mesin dan reagen PCR. Hal tersebut diurus oleh tim pengadaan dan ia hanya menandatangani.
”Saya sudah lupa itu bagaimana awalnya. Yang jelas untuk pencairan itu sudah bukan saya, itu Plt kadis yang baru yang tahu,” katanya sebelum menutup pembicaraan. Sementara itu, Plt Kadis Kesehatan Sultra Usnia yang dihubungi Kompas tidak menjawab panggilan atau membalas pesan.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Plt Kadis Kesehatan Sultra Usnia
Kisran Makati, Ketua Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Puspaham) Sultra, menjabarkan, pengakuan tersangka dr AH harus ditelusuri dan ditindaklanjuti lebih jauh oleh pihak Kejati Sultra. Sebab, pengakuan tersebut menjadi bukti awal sekaligus pintu masuk membuka kasus dari pengadaan anggaran Covid-19 ini.
”Tindakan suap atau mengambil keuntungan ini merupakan laku biadab dalam masa penanganan Covid-19. Kita tentu berharap Kejati Sultra terus menelusuri kasus ini karena dalam kasus suap ada aktor utama dan ada peluncur. Tersangka dr AH itu hanya seorang PPTK, tidak mungkin dia bergerak sendiri, mendesain, merencanakan, hingga mengeksekusi. Pasti ada orang di atasnya yang memberi perintah,” ucapnya.
Kasus suap di Dinkes Sultra ini, terang Kisran, diduga kuat hanya puncak gunung es dari kasus lain yang jauh lebih besar. Sebab, dengan anggaran Rp 400 miliar untuk penanganan Covid-19, pengadaan Rp 3,1 miliar hanya 1 persen dari total anggaran. Anggaran yang tergolong kecil itu pun masih dikorupsi oleh oknum tertentu.
Hal ini muncul akibat tidak transparannya Pemprov Sultra dalam penggunaan anggaran yang bernilai besar. Sejak awal, masyarakat sipil terus mendorong agar pemanfaatan dan pertanggungjawaban anggaran dibuka ke masyarakat luas. Hal itu mengindikasikan sejak awal ada upaya untuk memainkan anggaran guna kepentingan tertentu.