Warga NTT Kabarkan Kerabat di Jakarta, Lari Mengungsi Khawatir Gelombang Tinggi
Warga di pesisir Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengungsi ke dataran tinggi supaya terhindar dari potensi gelombang tinggi yang bisa menyapu daratan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (7/4/2021), mengabari kerabat mereka di Jakarta bahwa mereka tengah panik menghadapi ancaman gelombang laut setinggi 6 meter. Karena khawatir gelombang tinggi itu akan menjadi tsunami, mereka pun lari mengungsi menjauhi pantai.
Mansyur Wahyudi, warga yang bermukim di Cawang, Jakarta Timur, ini mengungkapkan, kerabatnya yang tinggal di NTT bernama Tryono (28) baru saja mengabarkan bahwa ia mengungsi ke dataran yang lebih tinggi. Kerabatnya itu khawatir gelombang tinggi akan menyapu daratan Kota Kupang.
Apalagi, lanjut Mansyur, peringatan ancaman gelombang tinggi itu diikuti kabar yang beredar di aplikasi percakapan bahwa Kota Kupang akan diterjang tsunami sejak Selasa malam kemarin. Sementara jaringan komunikasi di NTT masih terganggu sehingga sinyal telepon ke kerabatnya itu kerap kali terputus.
”Saya ketar-ketir tunggu jawaban (dari Tryono) karena gangguan jaringan putus sambung. Setelah hubungan telepon tersambung lagi, saya baru lega karena dia mengabarkan masih dalam kondisi baik. Saya pun mengingatkan dia agar hindari aktivitas di pesisir untuk sementara waktu,” tutur Mansyur.
Saat dihubungi dari Jakarta, Tryono yang bermukim di Kelurahan Bonipoi, Kota Kupang, ini mengaku, sejak Selasa malam beredar kabar akan terjadi tsunami setinggi 6-9 meter. Apalagi sebelumnya terjadi hujan lebat yang disertai angin kencang di Kota Kupang. Secuil informasi itu pun menyebabkan kepanikan di kalangan warga pada Rabu dini hari.
Adanya kabar ancaman tsunami itu, menurut Tryono, menyebabkan warga di tempatnya bermukim saling meneriakkan peringatan agar warga berlari ke tempat yang lebih tinggi. Saat itu warga pun memukul-mukul tiang listrik agar warga yang masih berada di dalam rumah segera keluar.
Tryono mengaku, warga diselimuti kepanikan karena tempat mereka bermukim di Kelurahan Bonipoi hanya berjarak 500 meter dari garis pantai. ”Orang berlarian sambil teriak-teriak mau tsunami. Semua panik, jalanan penuh dengan orang-orang yang berupaya menyelamatkan diri,” terangnya.
Saat ini sebagian keluarga Tryono pun mengungsi ke Kelurahan Fatululi yang berjarak 4,5 kilometer dari garis pantai. Sementara Tryono tetap bertahan di Bonipoi untuk menjaga rumah.
Belakangan ini sejumlah kawasan NTT tengah terdampak siklon tropis Seroja yang memicu terjadinya hujan lebat dan ekstrem. Akibatnya, terjadi banjir dan longsor di Kota Kupang, Flores Timur, Malaka Tengah, Lembata, Ngada, Alor, Sumba Timur, Rote Ndao, Sabu Raijua, Timor Tengah Selatan, dan Ende.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika pada Selasa (6/4/2021) juga memperingatkan potensi gelombang tinggi di wilayah NTT. Salah satunya potensi gelombang tinggi lebih dari 6 meter di Samudra Hindia bagian selatan.
Peringatan potensi gelombang tinggi ini yang berujung pada kepanikan. Beredar di grup-grup percakapan terkait informasi kalau air laut di pesisir Kota Kupang surut dan bakal terjadi tsunami.
Lilyen Sede (29), warga Kelurahan Oeba, Kota Kupang, ini juga mengabarkan kepada Kompas ikut dilanda kepanikan ketika beredar informasi air laut surut dan akan terjadi tsunami. Saudaranya bahkan pergi ke pantai yang berjarak 1 kilometer dari rumah untuk memastikan kondisi yang sebenarnya.
”Saudara yang ke pantai kabari kalau air laut surut. Berhubung rumah dekat pantai, keluarga berjaga-jaga dengan mengungsi,” kata Lilyen.
Karena khawatir akan terjadi tsunami, Lilyen bersama keluarganya pun mengungsi ke Penfui, Kabupaten Kupang. Jaraknya 11 kilometer dari garis pantai.
Sementara itu, Adren Nenobesi (28) mengabarkan, rumahnya di Kelurahan Sikuman, Kota Kupang, sejak Rabu dini hari menjadi tempat pengungsian warga Kota Kupang yang tinggal di pesisir pantai. Rumahnya dianggap aman dari terjangan gelombang laut karena berada 11 kilometer dari garis pantai.
”Keluarga datang ke sini (rumah) untuk mengungsi. Kasihan jadi korban informasi bohong,” ujar Adren.
Keluarga datang ke sini (rumah) untuk mengungsi. Kasihan, jadi korban informasi bohong.
Pemulihan
Sementara itu, hingga saat ini pemulihan wilayah terdampak bencana banjir dan longsor terus berlangsung. Melalui situs resmi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dikabarkan bahwa jaringan listrik di wilayah Nusa Tenggara Timur ditargetkan pulih satu bulan ke depan.
PLN per Rabu pukul 12.00 Wit telah memperbaiki 1.005 dari 3.986 gardu listrik yang terdampak bencana. Dengan begitu, 142.579 pelanggan kembali terlayani listrik dari total 635.979 pelanggan yang terdampak bencana.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama operator seluler juga terus memantau sembari memulihkan jaringan telekomunikasi di wilayah terdampak bencana.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam keterangan tertulis menyampaikan, jajarannya dan operator seluler berupaya untuk mengaktifkan sebagian base-transceiver station (BTS) yang terdampak bencana banjir dan tanah longsor.
Putusnya aliran listrik menyebabkan beberapa BTS mengalami gangguan dan tidak berfungsi. Hasil pemantauan operator seluler per Senin (5/4/2021), ada 98 site BTS yang terdampak dari 2.638 BTS existing yang tersebar di Flores Timur, Malaka, Manggarai, Kabupaten Kupang, dan Kota Kupang.
Beberapa daerah yang terdampak bencana juga mengalami fiber-optic cut (FO cut). Gangguan ini telah tertangani sehingga layanan kembali normal.
Sebagai langkah penanganan sementara, operator seluler menyediakan mobile backup power (MBP) atau genset untuk menyambungkan kembali site BTS yang terdampak.
Bantuan
Di sisi lain, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pun menyiapkan bantuan tahap pertama di gudang logistiknya di Jakarta. Bantuan tahap awal meliputi genset kapasitas 2.000 watt sebanyak 20 unit, lampu LED 8 unit, sarung, selimut, bahan makanan pokok, obat-obatan, dan sejumlah barang lainnya.
Bantuan akan dikirimkan secara bertahap dengan dukungan pesawat