Muncul Kluster ”Tilik” di Bantul, 28 Orang Positif Covid-19
Muncul kluster penularan Covid-19 yang berawal dari aktivitas ”tilik” atau menjenguk orang sakit di Kabupaten Bantul, DIY. Dalam kluster ini, 28 orang terkonfirmasi positif Covid-19.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Kluster penularan Covid-19 yang berkaitan dengan aktivitas sosial kembali muncul di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesudah munculnya dua kluster takziah di Kabupaten Sleman, kini ditemukan kluster penularan Covid-19 yang berawal dari aktivitas tilik atau menjenguk orang sakit di Kabupaten Bantul. Dalam kluster ini, sebanyak 28 orang terkonfirmasi positif Covid-19.
Kluster penularan Covid-19 yang bermula dari aktivitas tilik itu terjadi di Kecamatan Dlingo. Camat Dlingo Deni Ngajis Hartono mengatakan, penularan tersebut berawal dari adanya tokoh masyarakat di Desa Jatimulyo yang sakit pada pertengahan Maret 2021.
Pada awalnya, tokoh masyarakat itu hanya dirawat di rumah dan tidak dicurigai menderita Covid-19. Oleh karena itu, sejumlah warga kemudian menjenguk sang tokoh masyarakat di rumahnya.
”Awalnya disebut sakit asam lambung dan ada sebagian warga yang tilik di rumah. Saat tilik ini, memang yang bersangkutan belum dinyatakan positif. Tetapi, setelah itu, dia dibawa ke rumah sakit dan baru ketahuan kalau positif Covid-19,” ujar Deni saat dihubungi, Jumat (2/4/2021).
Deni memaparkan, saat dirawat di rumah sakit, tokoh masyarakat tersebut kemudian meninggal. Sesudah tokoh masyarakat itu dinyatakan positif Covid-19, petugas kemudian melakukan tracing atau pelacakan kontak erat.
Berdasarkan tracing itu, orang-orang yang ikut menjenguk lalu diminta menjalani tes. Dari hasil tes itulah kemudian diketahui sejumlah warga ternyata juga terkonfirmasi positif Covid-19.
Berdasarkan data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bantul, ada 28 warga yang dinyatakan positif Covid-19 dari kluster tilik di Kecamatan Dlingo itu. Mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19 dari kluster tersebut berasal dari sejumlah desa di Kecamatan Dlingo.
Menurut Deni, sebagian besar warga yang terkonfirmasi positif Covid-19 itu melakukan isolasi mandiri di rumah karena tidak mengalami gejala. Dia menyebut hanya ada dua warga yang sempat dirawat di rumah sakit karena mengalami gejala berupa hilangnya indera penciuman. Namun, kedua warga itu sudah diizinkan pulang ke rumah karena gejala yang dialami tidak terlalu berat.
Menurut Deni, meski ada sejumlah warga yang positif Covid-19, tidak ada dusun di Kecamatan Dlingo yang dilakukan lockdown atau karantina wilayah. Petugas hanya mewajibkan warga yang terkonfirmasi positif Covid-19 melakukan isolasi mandiri di rumah.
Isolasi mandiri itu penting agar mereka tidak menularkan penyakit Covid-19 ke warga lain. ”Kami tidak menerapkan lockdown karena itu berat. Kami cuma menerapkan isolasi mandiri di rumah masing-masing,” ungkap Deni.
Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bantul Sri Wahyu Joko Santoso menjelaskan, proses pelacakan terkait kluster tilik di Kecamatan Dlingo sudah selesai dilakukan. Seluruh warga yang tercatat sebagai kontak erat dari kasus positif sudah diminta menjalani tes.
”Kasus tersebut sudah selesai dilacak. Hasil pelacakan, semua kontak erat sudah dites dan sampai sekarang hasilnya 28 orang positif,” ujar Sri Wahyu.
Sri Wahyu menambahkan, penularan yang bermula dari aktivitas menjenguk orang sakit itu sudah bisa disebut sebagai kluster penularan Covid-19. Sebab, dalam kasus tersebut, ada beberapa orang tertular Covid-19 dari satu sumber yang sama. ”Bisa disebut kluster karena sudah lebih dari dua orang (yang tertular) dari satu sumber penular. Penularan di keluarga pun disebut kluster,” katanya.
Kluster takziah
Sebelum mencuatnya kluster tilik di Bantul, ada dua kluster takziah di Kabupaten Sleman yang muncul pada Maret 2021. Dua kluster yang berbeda sumber penularan itu terjadi di Dusun Blekik, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, serta Dusun Plalangan, Desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman.
Dua kluster itu sama-sama berawal dari adanya satu warga yang meninggal, lalu sejumlah warga melakukan takziah atau melayat. Namun, setelah aktivitas takziah itu, ada warga yang merasakan gejala yang mengarah ke Covid-19.
Warga yang merasakan gejala itu kemudian memeriksakan diri dan dinyatakan positif Covid-19. Setelah itu, petugas melakukan tracing dan tes sehingga ditemukan puluhan warga yang terinfeksi Covid-19 di masing-masing kluster.
Wakil Ketua Sekretariat Gugus Tugas Covid-19 DIY Biwara Yuswantana mengatakan, acara-acara sosial seperti takziah, arisan, dan hajatan memang rawan menjadi sarana penularan Covid-19. Sebab, ketika hadir dalam acara-acara semacam itu, masyarakat sering tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
Oleh karena itu, Biwara mengingatkan, posko penanggulangan Covid-19 di tingkat desa mesti aktif memantau acara-acara sosial yang digelar masyarakat. Pelaksanaan acara sosial itu harus dipastikan memenuhi protokol kesehatan, misalnya seluruh warga yang terlibat harus memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Selain itu, jumlah warga yang hadir juga mesti dibatasi agar tak timbul kerumunan.
Biwara juga menyebut, pengawasan terhadap acara sosial harus kian diintensifkan pada bulan Ramadhan. Sebab, selama bulan Ramadhan, acara sosial yang melibatkan banyak warga biasanya menjadi lebih banyak. ”Menjelang puasa dan Lebaran, aktivitas akan banyak. Itu yang perlu dicermati betul supaya kemudian jangan muncul kluster-kluster baru,” ujarnya.