Percepatan capaian vaksinasi Covid-19 ditingkatkan. Kejadian ikutan pascaimunisasi diwaspadai, terutama pada vaksin merek AstraZeneca, meski sejauh ini belum didapati keluhan dari para penerima vaksin tersebut.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Percepatan vaksinasi Covid-19 di Jawa Timur masih terus ditingkatkan dengan memperluas cakupan penerimanya. Selain itu, kejadian ikutan pascaimunisasi juga terus diwaspadai, terutama pada penggunaan vaksin merek AstraZeneca. Sejauh ini, belum ada keluhan dari para penerima vaksin tersebut.
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Jatim, total vaksin merek AstraZeneca yang diterima hingga saat ini 45.000 vial atau 450.000 dosis. Vaksin itu sudah didistribusikan secara bertahap ke 38 kabupaten dan kota, sesuai dengan kebutuhan yang diajukan.
Sebagian daerah penerima vaksin tersebut telah memulai penyuntikan perdana, seperti Sidoarjo dan Jombang, Senin (22/3/2021). Hal serupa dilakukan di Kota Surabaya dan Kota Kediri, sejak Selasa (23/2/2021).
Di Kota Surabaya, vaksin Covid-19 produksi Inggris itu disuntikkan kepada sekitar 100 kiai muda. Penyuntikan yang berlangsung di Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jatim itu disaksikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, perwakilan Unicef, dan para kiai sepuh.
Saat bersamaan, vaksinasi Covid-19 di Masjid Akbar Surabaya menyasar 1.000 pengurus masjid dan mushala, seperti imam, takmir, serta marbot. Sementara di Kota Kediri, vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin AstraZeneca digelar di Pondok Pesantren Lirboyo dengan sasaran para kiai, pengasuh pondok pesantren, dan para santri.
”Hingga hari kedua penyuntikan vaksin Covid-19 merek AstraZeneca di Jatim, belum ada laporan mengenai kejadian ikutan pascaimunisasi. Meski demikian, observasi terus dilakukan dan kewaspadaan tetap ditingkatkan dengan menyiapkan tim medis di rumah sakit rujukan,” ujar juru bicara Satgas Covid-19 Provinsi Jatim, Makhyan Jibril.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah negara di dunia, seperti Jerman, Denmark, dan Perancis, melaporkan kejadian pembekuan darah pada penerima vaksin Covid-19 merek AstraZeneca. Penggunaan vaksin tersebut sempat dihentikan. Namun, sebagian negara akhirnya membatalkan kebijakan itu setelah pengawas Uni Eropa menyatakan manfaat vaksin lebih besar daripada risikonya.
Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan telah menyuntikkan vaksin Covid-19 merek AstraZeneca kepada sekitar 1.500 orang. Mereka berasal dari berbagai kalangan, seperti kiai, anggota TNI dan Polri, pelayan masyarakat, serta tenaga pendidik. Vaksinasi difokuskan di 26 puskesmas dan RSUD Sidoarjo.
”Sejauh ini belum ada keluhan dari penerima vaksin terkait kejadian ikutan pascaimunisasi. Kondisi itu berbeda saat vaksinasi awal menggunakan vaksin Sinovac di mana para penerima mengeluh pusing berat, pusing ringan, bengkak, mual, muntah, dan mengantuk,” kata Syaf.
Syaf mengimbau masyarakat yang belum divaksin tidak perlu khawatir. Meski demikian, pihaknya menyiagakan tim observasi untuk mengantisipasi kejadian ikutan pascaimunisasi di setiap tempat layanan vaksinasi. Tim observasi ini akan merujuk ke rumah sakit jika keluhan yang dialami semakin berat dan memerlukan penanganan intensif.
Salah satu penerima vaksin AstraZeneca, KH Hasan Mutawakkil Alallah, mengatakan, dirinya tidak merasakan keluhan signifikan. Dia hanya terkejut karena sebelumnya tidak dijadwalkan sebagai penerima vaksin. ”Hanya haus tadi dan langsung minum setelah acara,” ujar Hasan, Senin (22/3/2021).
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, vaksinasi ini sangat penting. Alasannya, jumlah korban meninggal akibat serangan virus Covid-19 ini mencapai lebih dari 2,6 juta orang di dunia.
Vaksinasi menjadi bagian dari ikhtiar mengatasi pandemi dengan cara membangun kekebalan komunal. Untuk mencapai hal itu, vaksinasi harus dilakukan terhadap 70 persen dari 7,8 miliar populasi di dunia atau sekitar 5,5 miliar orang yang harus divaksin.
Dengan asumsi setiap orang memerlukan dua dosis, total yang harus disediakan sekitar 11 miliar dosis vaksin. Vaksin ini menjadi rebutan di seluruh dunia karena permintaan tinggi, sementara kapasitas produksinya baru 3 miliar-4 miliar dosis per tahun.
Indonesia bersyukur bisa mendapatkan vaksin untuk memvaksinasi 181,5 juta rakyat dengan kebutuhan sekitar 360 juta dosis. Namun, keterbatasan pasokan membuat negara tidak bisa memilih jenis vaksin. Setidaknya, ada empat merek vaksin ternama di dunia, yakni Sinovac, Novavac, AstraZeneca, dan Pfizer.
”Harapannya, vaksin-vaksin tersebut bisa langsung diberikan kepada masyarakat dalam rentang waktu 12 bulan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Vaksin produksi AstraZeneca sendiri dinyatakan bermanfaat melindungi seluruh umat manusia,” ucap Budi Gunadi.
Sejumlah negara Islam, seperti Arab Saudi, Oman, dan Uni Emirat Arab, sudah menyatakan vaksin ini halal dan aman untuk digunakan. Di Indonesia, pemerintah masih perlu meyakinkan rakyatnya guna memastikan 181 juta orang bisa terlindungi dari Covid-19 dengan semua vaksin yang ada.
Budi mengatakan, Indonesia menargetkan mendapatkan 100 juta dosis vaksin AstraZeneca. Harapannya, dengan berkenannya para kiai di Jatim menerima vaksin tersebut, hal itu bisa membangkitkan keyakinan masyarakat mengenai keamanan dan kehalalan vaksin.
Wakil Rois Syuriah PWNU Jatim KH Anwar Iskandar mengatakan, vaksinasi menjadi bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakatnya. Menjaga keselamatan jiwa, menurut perspektif agama, bagian pokok penting dari tujuan diselenggarakannya syariat Islam.
”Lebih dari itu, jumlah korban Covid-19 telah mencapai 2,6 juta jiwa,” ujar Anwar Iskandar.
PWNU Jatim memutuskan, bagi umat Islam, khususnya warga NU, menjalankan vaksinasi hukumnya wajib karena menjaga keselamatan jiwa bagian dari kewajiban. Berdasarkan kajian lembaga bahsul matsail, semua vaksin Covid-19 adalah suci dan halal.
Harapannya, setelah vaksinasi selesai, mata rantai sebaran Covid-19 segera putus dan Indonesia menuju normalisasi untuk bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan bidang-bidang lainnya.