1.800 Ton Beras Impor Masih Tersimpan di Gudang Bulog Wilayah Kedu
Perum Bulog Cabang Kedu masih menyimpan 1.800 beras impor dari Thailand dan Vietnam sisa penerimaan tahun 2020. Saat ini belum ada instruksi lebih lanjut terkait penggunaan beras impor tersebut.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sejumlah gudang Perum Bulog Cabang Kedu, Jawa Tengah, saat ini masih menyimpan 1.800 ton beras impor. Dari jumlah tersebut, 1.300 ton beras berasal dari Thailand dan 500 ton sisanya adalah beras impor asal Vietnam.
Pimpinan Cabang Perum Bulog Kedu Meizarani mengatakan, 1.800 ton beras tersebut adalah sisa dari beras yang disalurkan untuk program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau yang dahulu dikenal dengan sebutan operasi pasar (OP) tahun 2020. Hingga saat ini, dia pun mengaku belum menerima instruksi apa pun terkait penyaluran atau penggunaan beras tersebut.
”Selama belum ada instruksi apa pun, kami hanya bisa menyimpan beras impor tersebut di gudang,” ujar Meizarani, Selasa (23/3/2021). Perum Bulog Cabang Kedu membawahkan enam kota dan kabupaten, yaitu Kabupaten Temanggung, Wonosobo, Kebumen, Purworejo, dan Kota serta Kabupaten Magelang.
Beras impor tersebut dikirimkan pada tahun 2018. Adapun Perum Bulog Cabang Kedu baru menerima pada 2020. Tahun lalu, total beras impor yang diterima mencapai 4.800 ton dan sekitar 3.000 ton di antaranya telah disalurkan dalam program KPSH.
Oleh karena tujuannya untuk stabilisasi harga beras, KPSH biasanya dilaksanakan seusai panen, saat pasokan beras mulai langka dan harga mulai melejit. Dengan begitu, penyaluran beras impor dalam program KPSH dipastikan tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat karena saat ini panen raya masih akan terus berlangsung hingga April.
”Untuk kebutuhan menstabilkan harga beras, program KPSH berikut penyaluran beras impor tersebut, baru akan dilaksanakan setelah Juni,” ujar Meizarani.
Sementara itu, di tengah musim panen padi, Perum Bulog di wilayah Kedu terus berupaya menyerap gabah dan beras petani. Sejak Januari 2020 hingga Senin (22/3/2021), Bulog telah menyerap 154 ton beras dan 142 ton gabah. Bulan ini, rata-rata volume penyerapan beras 40 ton per hari dan dipastikan akan terus meningkat pada April.
Meizarani memastikan, Bulog akan menyerap semua hasil panen petani, bagaimanapun kondisinya. Namun, harga pembelian tetap harus menyesuaikan kualitas dan kondisi panen.
”Jika tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan, gabah ataupun beras yang diserahkan, tetap tidak bisa kami beli dengan memakai standar HPP (harga pembelian pemerintah),” ujarnya.
Saat ini, yang membuat gabah tidak bisa dibeli sesuai HPP adalah kondisi kadar airnya yang melebihi ketentuan. Dia mencontohkan, di salah satu lokasi di Kabupaten Purworejo, hasil panen gabah memiliki kadar air berkisar 28-30 persen, melebihi kriteria yang ditetapkan maksimal sebesar 25 persen. Kondisi ini pada akhirnya membuat gabah kering panen (GKP) tersebut hanya bisa dibeli dengan harga Rp 3.800-Rp 4.200 per kg, jauh di bawah HPP Rp 4.200 per kg.
Namun, lanjut Meizarani, Bulog tetap memberi kesempatan kepada petani memperbaiki kondisi tersebut. Jika kemudian petani mau kembali menjemur dan mengurangi kadar air sesuai ketentuan, Bulog akan tetap membelinya sesuai HPP. Meizarani berharap petani tidak perlu cemas karena meskipun beras impor masuk, pihaknya tetap siap membeli beras petani.
Sejumlah petani di Kabupaten Magelang mengaku tidak bisa memperbaiki hasil panen dan tidak sempat untuk mendapat harga yang lebih baik karena bergantung pada pengepul atau tengkulak. Oleh karena itu, saat ini mereka dibayangi kecemasan impor beras akan semakin merusak harga jual hasil panen.
Widodo (55), petani di Desa Bumirejo, Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, beras impor yang biasanya dijual dengan harga lebih murah dari harga beras di pasaran, dipastikan akan berdampak buruk karena akan menjadi alasan bagi pengepul semakin menekan harga pembelian dari petani.
”Kami juga tidak bisa apa-apa karena kami petani masih sangat bergantung pada tengkulak (pengepul gabah dan beras),” ujarnya.
Eko Sungkono, kepala Desa Mertoyudan di Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, saat ini petani sudah cukup kecewa karena gabah kering panen (GKP) dihargai murah, dari sebelumnya berkisar Rp 4.200-Rp 4.300 per kilogram (kg), kini hanya Rp 3.800-Rp 4.000 per kg. Penurunan harga dipastikan berlanjut jika rencana impor terealisasi.