Banyuwangi merupakan salah satu lumbung padi di Jatim. Di musim tanam Oktober Maret, Banyuwangi memiliki luas tanam mencapai 54.605 hektar. Guna meningkatkan serapan, Bulog Banyuwangi menambah fasilitas gudang filial.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Bulog Banyuwangi memperbanyak gudang filial untuk mendekatkan fasilitas penyimpanan dengan para petani. Hal itu terkait dengan upaya Bulog menyerap sebanyak-banyaknya gabah hasil panen petani tahun ini.
Banyuwangi merupakan salah satu lumbung padi di Jawa Timur. Di musim tanam Oktober Maret, Banyuwangi memiliki luas tanam mencapai 54.605 hektar.
Kepala Gudang Bulog Ketapang II Banyuwangi Ashadi mengatakan, pihaknya menambah jumlah gudang filial untuk mempercepat penyerapan gabah petani. Gudang filial ini merupakan gudang milik mitra Bulog yang dikerjasamakan untuk penyimpanan sementara.
”Tahun lalu hanya ada empat gudang filial. Tahun ini jumlahnya bertambah menjadi lima gudang. Bahkan, rencananya akan ditambah dua gudang lagi,” ujar Ashadi.
Gudang filial tersebut haruslah memenuhi spesifikasi yang ditentukan Bulog. Hal itu dilakukan untuk menjaga kualitas gabah yang disimpan. Keberadaan gudang filial membuat petani tidak perlu susah-susah menjual gabahnya ke Bulog.
Petani hanya perlu membawa gabah hasil panen ke gudang filial. Di sana gabah petani yang sesuai dengan spesifikasi Bulog akan dibeli sesuai harga pembelian pemerintah sebesar Rp 4.200 per kilogram gabah kering panen.
”Gudang filial diharapkan bisa mempersingkat jarak dan waktu sehingga setiap selesai panen, beras petani bisa masuk ke gudang filial. Baru setelah gabah digiling, mitra Bulog akan mengirimkan ke Bulog. Dengan demikian, tidak ada gabah yang menumpuk di petani,” tuturnya.
Ashadi mengatakan, saat awal musim panen seperti saat ini, gudang Bulog Ketapang II bisa menyerap 20-30 ton beras. Sementara saat puncak musim panen, beras yang terserap bisa mencapai 50 ton hingga 100 ton per hari.
Tahun ini Bulog Banyuwangi ditarget mampu menyerap 11.900 ton gabah dan 15.130 ton beras. Pimpinan Cabang Bulog Banyuwangi Jusri Pakke optimistis target tersebut dapat terserap seluruhnya.
”Gudang Bulog Banyuwangi memiliki kapasitas penyimpanan maksimal hingga 120.000 ton beras. Sampai saat ini baru ada sekitar 16.000 ton beras yang tersimpan di gudang Bulog. Jumlah itu setara dengan 13 persen dari total kapasitas gudang Bulong Banyuwangi,” ujarnya.
Jusri merinci dari 16.000 ton beras yang ada di gudang Bulog Banyuwangi, 13.000 ton merupakan beras lokal, sedangkan 3.000 ton lainnya merupakan beras sisa impor tahun 2018. Beras impor asal Vietnam yang merupakan stok pemerintah tersebut masih menunggu untuk disalurkan.
Jusri mengatakan, Bulog Banyuwangi akan membeli gabah petani sesuai harga pembelian pemerintah sebesar Rp 4.200 per kilogram bila beras tersebut sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan. Saat ini harga gabah kering panen di tingkat petani berkisar Rp 4.200 hingga 4.300 per kilogram.
”Saat ini harga gabah kering panen di lapangan (di tingkat petani) masih sedikit di atas HPP. Kendati demikian, kami sudah mulai melakukan penyerapan sejak seminggu terakhir,” ujarnya.
Jusri mengatakan, pihaknya tahun ini sudah menyerap 500 ton beras dan 300 ton gabah. Serapan itu dilakukan dalam satu minggu terakhir saat petani Banyuwangi baru memulai panen raya.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Banyuwangi mencatat, luas tanam untuk masa tanam Oktober-Maret seluas 54.605 hektar. Hingga Februari, sawah seluas 11.585 hektar di antaranya telah dipanen dengan hasil 74.491,5 ton gabah.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Banyuwangi Arief Setyawan mengungkapkan, harga GKP saat ini lebih rendah bila dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu, GKP dihargai sekitar Rp 4.700 lebih tinggi Rp 500 bila dibandingkan GKP saat ini yang hanya Rp 4.200 per kilogram.
”Namun, bila dibandingkan dengan daerah lain, harga GKP di Banyuwangi masih lebih baik daripada beberapa daerah lain di Jawa Timur. Di salah satu kabupaten bahkan ada yang menyentuh Rp 3.000 sampai Rp 3.500 per kilogram GKP,” ujarnya.
Arief mengatakan, harga GKP di Banyuwangi tidak sampai di bawah HPP karena kualitas gabah petani Banyuwangi masih tergolong baik. Sementara beberapa sentra beras di kabupaten lain yang mengalami kebanjiran, harga jual gabahnya anjlok karena kualitas gabahnya buruk.
Ketua Kelompok Tani Podo Makmur Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Umar Said (54) mengatakan, pada awal Februari, harga gabah masih Rp 4.850 per kilogram, tetapi kini sudah turun menjadi Rp 4.200 hingga Rp 4.300 per kilogram. Menurut Umar, harga gabah saat ini belum menguntungkan bagi petani.
”Kalau mau petani untung, harga GKP minimal Rp 4.700 per kilogram. Harga 4.200 itu hanya pak-puk (impas), apalagi nanti kalau pemerintah jadi impor. Bisa-bisa gabah anjlok sampai Rp 3.000 dan petani rugi besar,” katanya.
Umar masih ingat pengalaman panen pada 2011 saat pemerintah membuka keran impor beras 2,75 juta ton. Saat itu ia terpaksa menjual gabah dengan harga Rp 3.000 per kilogram GKP.
Pengalaman pahit kembali terulang pada 2018 saat pemerintah kembali mengimpor 2,14 juta ton beras. Saat itu Umar menjual gabahnya dengan harga Rp 4.000 per kg GKP.
Ia berharap pemerintah membatalkan rencana impor beras. Menurut dia, hal itu justru berbahaya bagi ketersediaan pangan negeri ke depannya.
”Kalau sampai impor beras, lalu harga gabah jatuh, petani akan malas menanam. Kalau itu yang terjadi, kita akan terus-terusan impor tanpa pernah swasembada beras,” ujarnya.