Pada panen raya bulan ini, Banyuwangi diproyeksi akan memproduksi 106.927 ton gabah kering panen. Produksi ini membawa Banyuwangi pada kondisi surplus sehingga cadangan beras mampu bertahan hingga akhir tahun.
Oleh
ANGGER PUTRANO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Banyuwangi diproyeksikan memproduksi 106.927 ton gabah kering panen pada panen bulan ini. Produksi ini membawa Banyuwangi pada kondisi surplus sehingga cadangan beras mampu bertahan hingga akhir tahun.
Jumlah panen pada musim panen raya tahun ini diproyeksi jauh di atas produksi pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi cuaca dan harga membuat produksi tahun ini meningkat.
Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Banyuwangi Ilham Juanda, Jumat (1/5/2020), menyampaikan proyeksi itu. ”Masa panen raya di Banyuwangi terjadi sejak April dan memuncak pada Mei. Pada April terdapat 15.521 hektar (ha) sawah yang dipanen dengan (proyeksi) produksi mencapai 102.268 ton gabah kering panen. Pada panen bulan Mei diproyeksi ada 16.135 ha yang akan memproduksi 106.927 ton gabah kering panen,” ungkapnya.
Kondisi ini membawa Banyuwangi dalam kondisi surplus padi. Adapun jumlah penduduk Banyuwangi 1,7 juta orang dan rata-rata konsumsi per bulan mencapai 19.671 ton gabah atau setara 12.196 ton beras.
Produksi gabah pada April yang mencapai 102.268 ton atau setara dengan 63.917 ton beras tersebut membuat Banyuwangi surplus 51.721 ton beras. Sementara produksi bulan Mei yang diproyeksi mencapai 106.927 ton gabah atau setara 66.829 ton beras membuat Banyuwangi akan surplus 54.633 ton.
”Surplus dua bulan yang bisa memenuhi kebutuhan hingga 8 bulan. Kalau proyeksi panen tercapai, hingga akhir tahun Banyuwangi tidak akan kekurangan beras. Harapannya harga beras di pasaran akan stabil,” tutur Ilham.
Kondisi panen tahun ini diakui ilham lebih baik dari tahun lalu pada periode yang sama. Pada bulan Mei 2019, Banyuwangi hanya mampu panen dari 12.982 hektar dengan total produksi di bawah 77.000 ton GKP.
Surplus dua bulan bisa memenuhi kebutuhan hingga delapan bulan.
Apabila dibandingkan dengan periode yang sama, luas panen tahun ini naik 3.153 ha dan produksi naik 29.927 ton. Ilham mengatakan, peningkatan ini terjadi karena ketercukupan air. ”Tahun lalu pada awal masa tanam Februari, di Banyuwangi masih kemarau. Sementara saat ini pada bulan Februari, saat para petani mulai masa tanam hujan, sudah turun di Banyuwangi,” ujarnya.
Kondisi ini dibenarkan oleh Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Banyuwangi Safuan. Ia optimistis, produksi tahun ini lebih baik dari tahun lalu dari segi kuantitas dan kualitas.
”Tahun ini, saat panen raya, hujan tidak terlalu banyak. Berbeda dengan kondisi April tahun lalu yang banyak hujan yang mengakibatkan banyak padi yang rusak karena terlalu banyak air sehingga kualitas gabah menurun,” ujarnya.
Kondisi itu membuat petani harus menghadapi persoalan harga. Gabah yang memiliki kadar air yang banyak mengharuskan petani harus bekerja ekstra untuk menjemur. Apabila tidak ingin menjemur, harga jual gabah bisa turun. Padahal, jika menjemur, para petani juga harus mengeluarkan ongkos jemur.
Safuan mengatakan, tingginya produksi panen pada masa panen raya kali ini juga didasari pada semangat para petani. Mereka sudah bisa menghitung peluang harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan panen raya tahun lalu.