Selamatkan Pesut, Perlu Zonasi Lindung Sebelum Ibu Kota Pindah
Pesut pesisir di Teluk Balikpapan dinilai bakal terus terancam jika pembangunan ibu kota negara baru tak membuat zonasi untuk melindungi satwa tersebut.
Oleh
SUCIPTO/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
SAMARINDA, KOMPAS — Pesut atau Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan diidentifikasi memiliki DNA yang berbeda dengan pesut di Sungai Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Satwa liar dilindungi yang terancam punah itu dinilai bakal terus terancam jika pembangunan ibu kota negara baru tak membuat zonasi untuk melindungi satwa tersebut.
Rencana pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, akan berdekatan dengan Teluk Balikpapan. Di teluk yang luas perairannya mencapai 16.000 hektar itu hidup satu populasi pesut atau yang dikenal dengan sebutan irawaddy dolphin.
Dalam perencanaan pembangunan ibu kota negara, di kawasan Teluk Balikpapan akan dibangun beberapa pelabuhan bahkan landasan pacu pesawat. Hal itu ditakutkan akan menurunkan daya dukung lingkungan dan mengganggu populasi biota laut, salah satunya pesut. Menurut penelitian Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) tahun 2015, jumlah pesut di daerah itu hanya tersisa 73 ekor.
Ni Luh Astria Yusmalinda dari Indonesian Biodiversity Research Center menerbitkan artikel ”Identifikasi Jenis pada Kejadian Cetacea Terdampar di Indonesia dengan Teknik Molekuler” dalam Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis tahun 2017. Ia menulis, ada indikasi variasi genetik antara pesut di Teluk Balikpapan dan pesut yang berada di Sungai Mahakam.
”Sampel dari Teluk Balikpapan teridentifikasi sebagai haplotype baru yang menjadi sister taxa dari haplotype 5 dan memiliki jarak genetik 0,01 dari sekuen yang ditemukan di Sungai Mahakam,” tulis Yusmalinda.
Peneliti di Yayasan Konservasi RASI, Danielle Kreb, yang juga membantu penelitian tersebut, merekomendasikan adanya zonasi di kawasan Teluk Balikpapan jika ibu kota negara resmi dipindahkan ke Kalimantan Timur. Hal itu untuk melindungi satwa liar, kawasan mangrove, dan kawasan lindung Sungai Wain.
Sebab, jika ditarik garis lurus melalui aplikasi Google Earth, Kelurahan Pemaluan yang disebut-sebut sebagai calon titik nol ibu kota baru hanya berjarak sekitar 1 kilometer ke Teluk Balikpapan.
”Kami dan beberapa lembaga nonpemerintah lain dilibatkan dalam pembuatan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) bersama pemerintah. Namun, sayangnya, hingga saat ini belum ada respons dari rekomendasi itu,” ujar Danielle di Samarinda, Senin (8/3/2021).
Menurut Danielle, jika teluk itu digunakan untuk distribusi logistik dan infrastruktur, perlu ada protokol konservasi biota laut dan pengawasan khusus. Sebab, beberapa spesies satwa air bisa mengalami cedera hanya karena suara nyaring.
Ia menyebutkan, banyak kasus kematian pesut di sekitar Teluk Balikpapan dengan berbagai indikator. Namun, selama ini kematian pesut itu sulit diketahui penyebabnya lantaran ditemukan dalam keadaan sudah membusuk dan menghitam. Menurut Danielle, pesut pesisir di Teluk Balikpapan akan kian terancam jika airnya kian tercemar dan perairan semakin ramai.
Pada tahun 2011, Danielle dan Yayasan RASI pernah membuat peta kawasan konservasi perairan termasuk di wilayah Teluk Balikpapan. Namun, peta itu tampaknya batal digunakan karena saat ini sudah dibangun jembatan dan berbagai infrastruktur lain di kawasan tersebut.
”Ada kesempatan untuk menghindari kepunahan karena pembangunan, tetapi tergantung bagaimana perencanaan dibuat dan program itu dijalankan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan juga habitat-habitat satwa,” kata Danielle.
Pada pemberitaan sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, pemindahan ibu kota negara ke Kaltim masih menunggu pembahasan rancangan undang-undang di DPR. Jika semua selesai tepat waktu, peletakan batu pertama akan dilaksanakan tahun ini di tengah pandemi Covid-19.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim Aswin mengatakan, pemerintah daerah terus dilibatkan untuk berkoordinasi terkait pemindahan ibu kota negara. Hal itu terkait dengan kegiatan lapangan, berbagi data dan informasi pembangunan daerah, hingga pelibatan dalam forum diskusi.
Kepala Bidang Perencanaan Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah Charmarijaty menyebutkan, daerah hulu Teluk Balikpapan menjadi perhatian dalam pembangunan ibu kota negara kelak. Ia mengatakan, pemerintah pusat belum memberi tahu lokasi pasti ibu kota negara. Namun, dalam konsep rancangan induk yang ia terima dari Bappenas, pembangunan ibu kota negara tetap melindungi daerah rawan yang memiliki ekosistem spesifik, seperti Teluk Balikpapan.
”Zona intinya tidak di situ (Teluk Balikpapan). Lahan di Teluk Balikpapan juga sulit mendapatkan sertifikat karena itu sudah komitmen Kementerian ATR/BPN,” ujar Charmarijaty.
Meski demikian, Teluk Balikpapan sampai saat ini belum ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Kelompok Kerja Pesisir, salah satu lembaga yang fokus terhadap Teluk Balikpapan, merekomendasikan kawasan itu sebagai kawasan konservasi perairan daerah. Namun, dalam Rancangan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, peta alokasi ruang untuk wilayah Teluk Balikpapan diutamakan untuk pelabuhan.
”Teluk Balikpapan memang menjadi kawasan strategis provinsi, untuk kawasan industri dan perlindungan lingkungan hidup. Yang sudah ada sekarang sekitar 16.000 hektar untuk kawasan industri. Namun, kawasan perlindungan lingkungan hidup belum jelas alokasi ruang dan titiknya di mana,” tutur Kepala Program Pokja Pesisir Husein Suwarno.