Polisi Tangkap Dua Mucikari Prostitusi Daring di Balikpapan, Korbannya Anak 14 Tahun
Kepolisian Daerah Kalimantan Timur menangkap dua mucikari prostitusi daring yang salah satu korbannya masih anak-anak. Sepanjang 2021, Polda Kaltim mencatat ada lima orang anak yang menjadi korban.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aparat Polda Kalimantan Timur menangkap dua mucikari prostitusi daring yang mengeksploitasi anak-anak. Kasus ini masih terus didalami untuk membongkar kemungkinan jaringan dan korban lebih banyak.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltim Komisaris Besar Ade Yaya Suryana mengatakan, kedua mucikari, IKBL (19) dan TFK (23), sudah ditetapkan sebagai tersangka.”Mereka ditangkap pada 21 Januari berdasarkan informasi masyarakat. Sudah tiga bulan mereka beraksi. Korbannya dua, perempuan berusia 19 tahun dan anak berusia 14 tahun,” kata Ade, dihubungi dari Jakarta, Jumat (26/2/2021).
Dalam menjalankan aksinya, IKBL mencari korban melalui aplikasi pesan MiChat. Dia menawarkan jasa promosi kepada para korban agar mudah mendapatkan pelanggan. Para korban ditawarkan sistem bagi hasil jika mendapatkan bayaran dari pelanggan.
Setelah sepakat, korban diminta mengirimkan foto diri. Sedangkan TFK berperan sebagai orang yang mengantarkan korban ke guest house setelah IKBL mendapat pelanggan. Berdasarkan pemeriksaan awal, korban dijual Rp 500.000. Sebanyak Rp 400.000 diambil kedua tersangka. Korban diberi Rp 100.000.
Atas perbuatan itu, tersangka dikenai pasal berlapis. Untuk eksploitasi anak, mereka dikenai Pasal 76 UU RI No 35 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200 juta.
Mereka juga dijerat pasal penyedia pelacuran perempuan, yakni Pasal 296 jo Pasal 506 KUHP. Ancamannya pidana kurungan paling lama satu tahun.
Kepala Subdirektorat 4 Reserse Remaja, Anak-a/nak, dan Wanita Polda Kaltim Ajun Komisaris Besar Made Subudi mengatakan, sepanjang 2021, ada lima anak-anak yang menjadi korban prostitusi di Kaltim. Polisi masih mendalami kemungkinan keterkaitan ada jaringan dan korban yang lebih banyak.
”Kasusnya masih kami dalami. Saat ini, kami masih memburu satu orang lagi. Seorang perempuan, istri IKBL. Perannya mengendalikan tingkah laku suaminya dalam prostitusi daring ini,” kata Made.
Selain menggali kasus ini lebih dalam, Made mengatakan, pihaknya juga mendampingi keluarga dan korban untuk pemulihan tekanan psikologisnya. Selain itu, polisi mengedukasi mengenai pentingnya menjaga informasi pribadi di media sosial. Orangtua diimbau mengawasi anak-anak dalam menggunakan aplikasi atau media sosial.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang meningkatkan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pada tahun 2020, TPPO, khususnya pada perempuan dan anak, meningkat 62,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2019 ditemukan 216 kasus. Setahun kemudian meningkat menjadi 351 kasus.
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan Kementerian PPPA Rafail Walangitan mengatakan, pandemi membuat perempuan dan anak semakin rentan menjadi korban perdagangan orang (Kompas, 9/2/2021). Meningkatnya kasus kemiskinan dan pengangguran selama pandemi menjadi pemicunya. Faktor pendorong lainnya adalah minimnya perlindungan sosial dari keluarga dan masyarakat serta fenomena putus sekolah.
Staf Program Nasional Unit Penanggulangan Perdagangan dan Perlindungan Migran pada Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Among Pundhi Resi mengatakan, perlindungan dan rehabilitasi korban perdagangan orang harus terus ditingkatkan. Perlindungan tidak hanya dalam aspek fisik, tetapi juga psikis. Pemulihan dan rehabilitasi juga harus dilakukan terhadap mereka yang pernah menjadi korban perdagangan orang.
”Peran media massa sangat penting agar pemberitaan berpihak kepada korban. Jangan sampai pemberitaan justru meningkatkan trauma korban,” kata Among.