Hujan disertai angin selama lima hari terakhir memicu kematian puluhan ton ikan pada KJA di Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Bahan sisa di dasar waduk yang naik ke permukaan berpengaruh pada ketersediaan oksigen ikan.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Hujan disertai angin selama lima hari terakhir memicu kematian puluhan ton ikan mas pada keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Bahan sisa pakan, kotoran, dan lumpur di dasar waduk yang naik ke permukaan berpengaruh pada ketersediaan oksigen ikan di sekitarnya.
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta mencatat kematian ikan hingga Senin (1/2/2021) sebanyak 80,5 ton ikan mas. Berdasarkan hasil pemantauan, kematian ikan muncul pertama kali pada Jumat (29/1/2021). Lokasi kematian ikan tersebar di 11 titik, yakni Citerbang, Madang, Curug Apu, Leuwi Bolang, Gunung Buleud, Pasir Kole, dan Ancol. Selain itu, ada juga di Cilangohar, Pasir Laya, Cibinong, Jatimekar, dan Kembang Kuning.
Sekretaris Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta Ade M Amin menyampaikan, kematian dipicu hujan sejak Rabu (27/1/2021). Akibatnya, terjadi proses upwelling atau suhu permukaan air menjadi dingin, sedangkan suhu di dalam perairan panas. ”Pembalikan air atau arus balik membawa partikel sedimentasi dan amonia ke atas permukaan sehingga terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan ikan mas mabuk dan akhirnya mati,” kata Ade.
Pada periode yang sama tahun 2020, disebut Ade, tidak ada laporan kematian ikan seperti saat ini. Ke depan, pihaknya meminta pembudidaya di keramba jaring apung (KJA) untuk memanen lebih awal dan menahan diri agar tak menebar bibit ikan baru saat puncak musim hujan.
Menurut Profesor Krismono, Ketua Kelompok Peneliti di Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan, meski angka kematian ikan tersebut tergolong sedikit, tetap perlu waspada dengan potensi kematian yang kian meluas. Kematian ikan berpotensi terjadi saat musim hujan sekitar bulan November hingga Maret.
Hal ini membuat endapan yang terdapat di bawah KJA naik ke permukaan dan menyebabkan ikan mati. Apabila bangkai ikan yang mati tidak segera diambil, maka akan membusuk. Bakteri pembusukan atau bahan busuk yang terlarut di perairan bisa menurunkan kualitas air dan memicu kematian ikan lainnya.
Ia merekomendasikan agar pembudidaya menghentikan sementara kegiatan budidaya ikan dan mengurangi padat tebar ikan, serta melakukan pemanenan ikan yang siap panen. Berdasarkan kalender budidaya ikan di Jatiluhur, pihaknya menyarankan pembudidaya menebar bibit patin. Ikan itu memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan ikan mas yang tidak tahan dengan kualitas air buruk.
Ketua Paguyuban Pembudidaya Ikan di Waduk Jatiluhur Yana Setiawan mengatakan, kematian ikan di KJA wilayah Jatiluhur tidak terjadi setiap tahun. Sebelumnya, pada Desember 2020 merupakan yang pertama kalinya terhitung sejak lima tahun terakhir. Saat itu, ikan yang mati mencapai 25 ton.
Jika ikan telanjur mabuk akibat upwelling, harga jualnya bisa minimal Rp 1.000 per kilogram tergantung bobot dan kondisi. Untuk mencegah hal ini terjadi, pembudidaya sebaiknya segera memanen dini ikan-ikan yang ada di keramba agar harga jual tak jatuh.
Dia selalu mengingatkan sesama rekan pembudidaya agar mengurangi jumlah benih ikan yang ditanam atau opsi menahan diri tidak menebar bibit. Hal ini untuk mencegah kerugian karena kematian ikan pada musim hujan.