Alat Berat Akhirnya Digiring Meninggalkan Tambang Liar
Setelah melalui upaya persuasif oleh pihak kepolisian, lahir kesepakatan dengan para pelaku tambang emas ilegal di Kabupaten Sarolangun. Belasan alat berat digiring keluar dari dalam hutan lindung.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Keluarnya belasan alat berat dari hutan lindung Lubuk Bedorong menarik perhatian banyak mata. Harapan baru muncul, tetapi kekhawatiran masih tersemat di masyarakat. Akankah keluarnya para pengeruk emas dari hutan mereka dapat pergi selamanya?
Meski alat-alat berat itu sudah digiring keluar aparat dari hutan lindung, seluruhnya masih terparkir di salah satu lokasi di Panca Karya, desa tetangga Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Jambi.
Jika aparat meninggalkan tempat itu, operator alat berat bisa saja membawa kembali ekskavator masuk ke hutan. ”Kami khawatir kalau aparat tidak ada lagi, pekerja tambang akan kembali masuk,” ujar Zawawi gundah, Rabu (27/1/2021).
Usaha menghalau alat-alat berat di areal tambang liar tidaklah mudah. Ada banyak akses masuk ke dalam hutan sehingga jika dihadang pada satu titik, pekerja tambang bisa lewat dari jalur yang lain. Kendala lain adalah besarnya tekanan yang dihadapi masyakarat. Upaya-upaya warga menghalangi pekerja tambang kerap berbalas intimidasi.
”Kami berharap penggiringan keluar para pekerja itu dapat menyetop tuntas aktivitas tambang emas liar,” tambahnya.
Setelah melalui upaya persuasif oleh pihak kepolisian, lahir kesepakatan dengan para pelaku penambangan emas ilegal di Kabupaten Sarolangun. Senin (25/1/2021) sore, 13 alat berat digiring keluar dari sepanjang aliran Sungai Batang Limun dan kawasan hutan lindung Desa Lubuk Bedorong.
Penggiringan keluar pelaku tambang liar itu sebagai tindak lanjut atas komitmen Kepala Kepolisian Daerah Jambi yang baru dilantik November lalu, Inspektur Jenderal Albertus Rachmad Wibowo. Rachmad menyatakan keinginan kuatnya untuk memberantas tambang liar, baik itu emas maupun minyak ilegal.
Ia pun mengingatkan aparat jajaran intitusinya agar tidak membekingi atau bahkan memodali aktivitas liar tersebut. Ia berharap dengan diberantasnya aktivitas tambang liar di sepanjang sungai akan membawa pemulihan lingkungan yang lebih baik. Lebih jauh lagi, ia berharap sungai-sungai potensial dapat dikelola sebagai sumber air bersih, sumber pangan, sekaligus aset pariwisata bagi kesejahteraan masyarakat.
Kepada Kompas, Rachmad menyampaikan saat ini diutamakan mengeluarkan seluruh aktivitas tambang liar tersebut dari hutan lindung. ”Yang penting mereka (petambang) keluar dulu agar alam tidak semakin rusak,” ujarnya. Ia pun menekankan upaya persuasif dalam penanganannya.
Penggiringan keluar alat-alat berat dari lokasi tambang dilaksanakan tim gabungan dari Kepolisian Resor Sarolangun dan Subdirektorat Ekonomi Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Jambi. Operasi itu juga melibatkan Komando Distrik Militer 0420/Sarolangun Bangko, Pemerintah Kabupaten Sarolangun, serta masyarakat setempat.
”Total ada 13 alat berat yang sudah dikeluarkan. Satu lagi masih di dalam (lokasi tambang liar) karena dalam keadaan rusak. Namun, sudah mau dikeluarkan juga,” ujar Komisaris Besar Mulia Prianto, Kepala Bidang Humas Polda Jambi.
Mulia menyebutkan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara aparat polisi, tokoh masyarakat di Kecamatan Limun, serta para pemilik alat berat. Isi kesepakatan agar seluruh alat berat keluar dari lokasi tambang. Selanjutnya, operasi penggiringan alat berat keluar hutan dipimpin langsung oleh Kepala Polres Sarolangun Ajun Komisaris Besar Sugeng Wayuhdiono bersama Kepala Subdit Ekonomi Ditintelkam Polda Jambi Ajun Komisaris Besar Andi Ichsan.
Terkait masih maraknya aktivitas pertambangan emas ilegal di Provinsi Jambi, Mulia mengatakan ada penanganan bersama pemerintah daerah dan kepolisian dan TNI menberikan alternatif sumber mata pencarian bagi pekerja tambang liar. Memang, katanya, praktik tambang emas ilegal tidak dapat selesai dari penegakan hukum. Perlu dibarengi dengan menghadirkan sumber mata mencarian baru. Untuk itulah, mata pencarian alternatif ditawarkan sebagai solusi.
Sebelumnya, untuk mengawal warga meninggalkan tambang emas liar, usaha budidaya madu ditawarkan Polres Merangin. ”Masuknya gerakan budidaya madu, kami harapkan menjadi langkah solusi bagi masyarakat,” kata Ajun Komisaris Besar Irwan Andy Purnamawan, Kepala Kepolisian Resor Merangin.
Gerakan budidaya madu berjalan lewat kerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Merangin. Tahun ini, dimulai pada 10 desa. Tiap desa mendapat bantuan gratis 10 kotak budidaya madu. Mereka juga dilatih cara membudidayakannya. Hasil budidaya madu cukup menggiurkan. Satu kotak budidaya itu menghasilkan 3 kilogram madu per bulan.
Di tingkat petani, harga madu berkisar Rp 80.000 per kilogram. Itu berarti, untuk 100 kotak madu, akan menghasilkan nilai Rp 24 juta per bulan. Budidaya madu juga sejalan dengan program pemulihan penghutanan. Produksi madu hanya akan melimpah dalam kondisi hutan yang baik.
Dengan dibukanya ekonomi kreatif dan ramah lingkungan, tambang liar diharapkan efektif membantu warga meninggalkan lokasi tambang. Merajut masa depan dengan sumber-sumber ekonomi berkelanjutan.