Merapi Muntahkan 14 Kali Awan Panas Guguran dalam Empat Jam
Gunung Merapi menunjukkan peningkatan aktivitas dengan keluarnya rangkaian awan panas guguran dalam waktu berdekatan. Pada Rabu (27/1/2021) pagi, Gunung Merapi memuntahkan 14 kali awan panas dalam waktu empat jam.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan peningkatan aktivitas dengan keluarnya rangkaian awan panas guguran dalam waktu berdekatan. Pada Rabu (27/1/2021) pagi, Merapi memuntahkan 14 kali awan panas dalam waktu empat jam. Sebelumnya, Selasa (26/1/2021) malam, Merapi meluncurkan 11 kali awan panas guguran dalam waktu enam jam.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), pada Rabu pukul 06.00-10.00, tercatat 14 kali peristiwa awan panas guguran di Gunung Merapi. Awan panas pertama terjadi pada pukul 06.03. Adapun awan panas ke-14 tercatat pada pukul 09.42.
Sebanyak 14 kali awan panas guguran itu tercatat di seismogram dengan amplitudo 15-50 milimeter, durasi 83-197 detik, dan jarak luncur 800 meter-1,5 kilometer. Seluruh awan panas guguran tersebut meluncur ke arah barat daya atau menuju hulu Kali Krasak dan Kali Boyong.
Sebelumnya, Selasa malam pukul 18.00-24.00, Gunung Merapi tercatat mengeluarkan 11 kali awan panas guguran. Rangkaian awan panas tersebut mulai terjadi pukul 18.26 dan baru berakhir menjelang tengah malam, yakni pukul 23.29.
Sebanyak 11 kali awan panas guguran pada Selasa malam itu tercatat di seismogram dengan amplitudo 25 mm-60 mm, durasi 108-160 detik, dan jarak luncur 1-1,5 km. Seluruh awan panas guguran tersebut juga menuju ke arah barat daya atau ke wilayah hulu Kali Krasak dan Kali Boyong.
Meski Merapi memuntahkan rangkaian awan panas dalam waktu berdekatan, status gunung api tersebut masih Siaga (Level III). Hal ini karena jarak luncur awan panas guguran yang dikeluarkan Gunung Merapi masih dalam radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan, sejak erupsi pada 4 Januari lalu hingga sekarang, jarak luncur terjauh awan panas yang dikeluarkan Gunung Merapi adalah 1,8 km ke arah barat daya. Jarak luncur itu masih lebih pendek dibandingkan dengan radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG, yakni 5 km ke arah selatan-barat daya yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih.
Hanik memaparkan, awan panas guguran dan guguran lava di Gunung Merapi, di antaranya terjadi karena adanya material kubah lava yang tidak stabil, lalu gugur atau runtuh ke bawah. ”Rockfalls atau guguran dan awan panas guguran merupakan manifestasi material lava dome (kubah lava) yang tidak stabil terus gugur,” katanya.
Material kubah lava yang runtuh itulah yang kemudian membentuk awan panas guguran atau guguran lava. Semakin banyak material kubah lava yang tidak stabil, potensi awan panas guguran dan guguran lava juga semakin bertambah.
Hanik menambahkan, runtuhnya material kubah lava itu bisa terjadi karena desakan material magma dari dalam tubuh Gunung Merapi. Namun, keruntuhan material kubah lava itu juga bisa terjadi akibat gaya gravitasi saja.
Sebelumnya, BPPTKG telah mengumumkan munculnya kubah lava baru di puncak Gunung Merapi sejak 4 Januari 2021. Hingga 21 Januari lalu, volume kubah lava baru itu 104.000 meter kubik dengan laju pertumbuhan 19.000 meter kubik per hari.
Hanik menyebutkan, volume kubah lava yang ada di puncak Gunung Merapi saat ini tergolong masih kecil jika dibandingkan dengan erupsi pada tahun-tahun sebelumnya. Dia menuturkan, jika melihat sejarah erupsi di Merapi, rata-rata volume kubah lava di gunung api tersebut bisa 3,5-4 juta meter kubik.
Sementara itu, rata-rata laju pertumbuhan kubah lava di Merapi 20.000 meter kubik per hari. Pada erupsi tahun 2006, pertumbuhan kubah lava di Merapi awalnya sekitar 70.000 meter kubik per hari. Namun, setelah terjadi gempa bumi pada 27 Mei 2006 di Yogyakarta, laju pertumbuhan kubah lava Merapi meningkat menjadi 100.000 meter kubik per hari.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), pada Rabu pukul 06.00-10.00, tercatat adanya 14 kali peristiwa awan panas guguran di Gunung Merapi.
Hujan abu
Setelah munculnya rangkaian awan panas dari Merapi, BPPTKG menyebutkan, ada laporan terjadinya hujan abu dengan intensitas tipis di Dusun Rogobelah, Desa Suroteleng, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Selasa malam. Adapun pada Rabu pagi, BPPTKG mendapat laporan terjadinya hujan abu dengan intensitas tipis di beberapa desa di Kecamatan Tamansari, Boyolali.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali Bambang Sinungharjo mengatakan, hujan abu dengan intensitas tipis dilaporkan terjadi di Desa Winong dan Desa Kiringan di Kecamatan Boyolali pada Rabu pagi.
Sinungharjo menambahkan, aktivitas masyarakat di Boyolali sama sekali tidak terganggu oleh kejadian hujan abu dengan intensitas tipis tersebut. Dia juga menyebut, hujan abu justru tidak dilaporkan terjadi di Kecamatan Selo, Boyolali, yang merupakan wilayah lereng Gunung Merapi.
”Ini saya sedang di Selo. Tidak ada hujan abu. Aktivitas masyarakat juga normal-normal saja,” ungkap Sinungharjo.