Jangan sampai terjadi malaadministrasi dalam distribusi vaksin dan proses vaksinasi Covid-19 di Jambi. Masyarakat agar segera melapor jika menemukan adanya indikasi.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Ombudsman Perwakilan Jambi ikut mengawasi penyaluran vaksin dan vaksinasi Covid-19. Masyarakat diminta proaktif melapor apabila menemui adanya praktik malaadministrasi dalam pelaksanaan vaksinasi itu.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jambi Jafar Ahmad, Sabtu (16/1/2021), mengatakan, proses vaksinasi Covid-19 harus sesuai prosedur dan tepat sasaran. Mulai dari pendistribusian, penyimpanan, hingga vaksinasi harus sesuai dengan standar operasional.
”Agar memberikan ketenangan kepada masyarakat sehingga mau mengikuti anjuran pemerintah menekan virus korona. Masyarakat kami minta ikut melaporkan tindakan maladministrasi,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Raflizar mengatakan, Jambi sudah menerima dua tahap penyaluran vaksin dari pemerintah pusat. Di pengiriman pertama disalurkan sekitar 20.000 vaksin, sedangkan di kesempatan kedua ada sekitar 11.200 vaksin.
”Seluruhnya ada sekitar 31.200 dosis vaksin Sinovac. Itu semua disalurkan ke daerah prioritas, Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi,” katanya.
Calon penerima vaksin di tahap awal ini adalah tenaga kesehatan, sopir ambulans, petugas satpam ataupun petugas kebersihan. Selain itu, vaksin akan diberikan pula kepada tokoh masyarakat terpilih.
Raflizar memastikan penyimpanan vaksin telah sesuai standar. Seluruhnya disimpan dalam gudang instalasi farmasi Dinkes Jambi. Saat didistribusikan, penyimpanan vaksin juga sesuai yang disarankan.
Kepala Seksi Surveilens dan Imunisasi di Dinkes Provinsi Jambi dr Ike Silviana menjelaskan, imunisasi dilakukan dua tahap. Setelah divaksin tahap 1, penerima akan kembali diberikan vaksin 14 hari kemudian. Pemberian hingga dua kali vaksin untuk memaksimalkan antibodi penerima.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi Rocky Chandra meminta Dinkes Jambi lebih progresif mendata tenaga kesehatan calon penerima vaksin. Saat ini, baru terdata sekitar 26.000 calon penerima, padahal jumlah tenaga kesehatan mencapai 27.000 orang.