Merapi Luncurkan Awan Panas Guguran, Jarak Luncur Kurang dari 1 Kilometer
Untuk pertama kali setelah berstatus Siaga (Level III), Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran pada Kamis (7/1/2021) pukul 08.02. Jarak luncuran awan panas guguran itu diperkirakan kurang dari 1 kilometer.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Untuk pertama kali setelah berstatus Siaga (Level III), Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran pada Kamis (7/1/2021) pukul 08.02. Namun, awan panas guguran yang dikeluarkan kecil dan diperkirakan memiliki jarak luncuran kurang dari 1 kilometer. Oleh karena itu, status Gunung Merapi masih Siaga.
”Tadi telah terjadi awan panas guguran pukul 08.02. Awan panas ini tercatat dengan amplitudo maksimal 28 milimeter (mm), durasi 154 detik, dengan tinggi kolom 200 meter,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida, Kamis, di Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Hanik menjelaskan, awan panas guguran yang dikeluarkan Merapi itu meluncur ke arah Kali Krasak di perbatasan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan Kabupaten Sleman, DIY. Dia menambahkan, jarak pasti luncuran awan panas guguran tersebut tidak teramati karena tertutup kabut.
Meski demikian, Hanik memaparkan, jika melihat durasinya, jarak luncur awan panas guguran itu diperkirakan kurang dari 1 km. ”Jaraknya tidak teramati karena tertutup kabut. Tapi kalau melihat durasinya, ini jaraknya pendek, diperkirakan kurang dari 1 km. Durasinya cuma 154 detik dan amplitudonya 28 mm, jadi ini awan panas kecil,” ungkapnya.
Hanik menambahkan, awan panas guguran itu diperkirakan terjadi karena gundukan material magma yang runtuh. Luncuran awan panas tersebut mengarah ke sisi barat daya Gunung Merapi atau sama dengan arah guguran lava pijar yang terjadi beberapa hari sebelumnya.
Hanik menyatakan, hingga kini, status Gunung Merapi masih Siaga. Status tersebut telah ditetapkan BPPTKG sejak 5 November 2020. Selain itu, BPPTKG juga belum memperluas radius bahaya karena potensi bahaya akibat erupsi Merapi juga masih sama dengan sebelumnya, yakni dalam jarak maksimal 5 km dari puncak.
”Penetapan status aktivitas gunung api itu dasarnya adalah penilaian terhadap ancaman bagi penduduk. Kemarin, kami sudah memberikan rekomendasi potensi bahaya saat ini 5 km. Sampai saat ini, potensi bahaya belum lebih dari 5 km,” ujar Hanik.
Meski demikian, Hanik juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. BPPTKG juga akan terus memantau perkembangan aktivitas Merapi. ”Untuk masyarakat, kewaspadaan harus ditingkatkan karena ini sudah ada awan panas pertama. Nanti perkembangannya terus kami pantau. Masyarakat juga diimbau tetap mengikuti arahan dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Fase erupsi
Sejak beberapa hari lalu, BPPTKG menyatakan Gunung Merapi telah memasuki fase erupsi. Hal ini ditandai dengan munculnya guguran lava pijar yang pertama kali teramati pada Senin (4/1/2021) malam. Setelah itu, guguran lava pijar berkali-kali terjadi di Gunung Merapi.
Hanik juga memaparkan, jika dibandingkan erupsi tahun 2006, kondisi Merapi saat ini agak berbeda. Dia menuturkan, pada tahun 2006, intensitas gempa vulkanik dangkal dan deformasi di Gunung Merapi cenderung menurun setelah magma dari dalam tubuh gunung mulai keluar. Namun, saat ini, intensitas gempa vulkanik dangkal dan deformasi di Merapi masih relatif tinggi meski magma telah mulai keluar.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso menyatakan, tingginya aktivitas vulkanik itu menunjukkan masih ada kemungkinan terjadi erupsi eksplosif di Gunung Merapi. Dengan kondisi tersebut, masyarakat dan pihak-pihak terkait diminta tetap siaga mengantisipasi aktivitas Merapi.
”Data-data pemantauan menunjukkan aktivitas Merapi masih tinggi. Jadi, probabilitas (kemungkinan) untuk erupsi eksplosif masih tinggi sehingga masyarakat harus tetap siaga,” ujar Agus.