Merapi Masuk Fase Erupsi, Guguran Lava Pijar Berpotensi Kembali Terjadi
Gunung Merapi telah memasuki fase erupsi yang ditandai dengan munculnya guguran lava pijar pada Senin (4/1/2021) malam. Ke depan, guguran lava pijar di gunung itu berpotensi kembali terjadi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta telah memasuki fase erupsi yang ditandai dengan munculnya guguran lava pijar pada Senin (4/1/2021) malam. Ke depan, guguran lava pijar itu berpotensi kembali terjadi karena posisi keluarnya magma saat ini berada di ujung bibir kawah Gunung Merapi.
”Secara teknis, Gunung Merapi saat ini sudah memasuki fase erupsi. Namun, ini baru awal. Proses ekstrusi (keluarnya) magma masih akan terjadi,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring, Selasa (5/1/2021) sore.
Sebelumnya diberitakan, Senin pukul 19.52, teramati guguran lava pijar Gunung Merapi. Lava pijar itu terpantau dari kamera pemantau (CCTV) di sisi barat daya Gunung Merapi dan kamera termal di salah satu stasiun pemantauan milik BPPTKG. Hasil pengamatan itu diperkuat foto yang diambil menggunakan kamera DSLR serta foto dari Pos Pengamatan Gunung Merapi di wilayah Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY.
Bersamaan dengan teramatinya lava pijar itu, BPPTKG mencatat gempa guguran pada Senin pukul 19.50. Gempa guguran tercatat di seismogram dengan amplitudo 33 milimeter dan durasi 60 detik. Suara guguran tersebut juga terdengar hingga Pos Pengamatan Gunung Merapi di wilayah Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Hanik menjelaskan, lava pijar yang keluar di Gunung Merapi pada Senin malam bukan berasal dari lava lama sisa erupsi sebelumnya. Namun, guguran lava pijar itu merupakan lava baru yang berasal dari magma yang keluar dari dalam tubuh Gunung Merapi.
Oleh karena itu, peristiwa guguran lava pijar pada Senin malam menandakan magma di dalam tubuh Gunung Merapi telah keluar dan sampai di permukaan. Peristiwa guguran lava pijar itu juga menandakan Merapi telah memasuki fase erupsi. Sebab, gunung api bisa disebut erupsi apabila magma dari dalam tubuh gunung telah keluar di permukaan.
Hanik memaparkan, posisi keluarnya magma saat ini berada di ujung bibir kawah sisi barat daya puncak Gunung Merapi. Oleh karena itu, sebagian magma yang keluar tersebut langsung runtuh dan menghasilkan lava pijar. ”Sekarang ini, munculnya material (magma) baru itu ada di ujung bibir kawah sehingga pada saat muncul langsung runtuh,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Hanik menyatakan, Gunung Merapi sangat mungkin mengeluarkan guguran lava pijar lagi ke depan. Namun, magma dari dalam tubuh Merapi juga bisa keluar di lokasi yang lain. Apabila magma keluar di tengah kawah yang ada di puncak Merapi, material magma itu bisa jadi tak akan langsung runtuh, tetapi justru menumpuk dan kemudian membentuk kubah lava baru.
Berdasarkan hasil pantauan BPPTKG dari citra satelit, saat ini, sudah terdapat gundukan di puncak Merapi yang diduga merupakan material magma baru yang keluar dari dalam tubuh gunung. Namun, Hanik mengatakan, BPPTKG masih harus memantau apakah gundukan itu akan membentuk kubah lava baru atau tidak.
”Ini harus terus kita perhatikan. Kalau memang ini berkembang, ya, berarti ini kubah lava baru,” tuturnya.
Secara teknis, Gunung Merapi saat ini sudah memasuki fase erupsi. Namun, ini baru merupakan awal. Proses ekstrusi (keluarnya) magma masih akan terjadi.
Aktivitas vulkanik
Hanik juga menjelaskan, hingga sekarang, aktivitas vulkanik Merapi masih tinggi. Hal ini ditandai dengan masih tingginya intensitas kegempaan yang terjadi di gunung api tersebut. Selain itu, proses deformasi atau perubahan bentuk pada tubuh Gunung Merapi juga masih terus terjadi.
Hanik menambahkan, apabila dibandingkan dengan erupsi tahun 2006, aktivitas vulkanik Merapi saat ini agak berbeda. Dia menyebut, pada 2006, intensitas gempa vulkanik dangkal dan deformasi di Gunung Merapi cenderung menurun setelah magma dari dalam tubuh gunung mulai keluar. Namun, saat ini, intensitas gempa vulkanik dangkal dan deformasi di Merapi masih relatif tinggi meski magma telah mulai keluar.
Kepala Seksi Gunung Merapi di BPPTKG Agus Budi Santoso menyatakan, tingginya aktivitas vulkanik itu menunjukkan masih ada kemungkinan terjadi erupsi eksplosif di Gunung Merapi. ”Data-data pemantauan menunjukkan aktivitas Merapi masih tinggi. Jadi, probabilitas (kemungkinan) untuk erupsi eksplosif masih tinggi sehingga masyarakat harus tetap siaga,” ujarnya.
Meski begitu, BPPTKG belum menaikkan status Merapi sehingga status gunung api itu masih Siaga (Level III). Status tersebut telah ditetapkan sejak 5 November 2020. Selain itu, BPPTKG juga belum memperluas radius bahaya karena potensi bahaya akibat erupsi Merapi masih sama dengan sebelumnya, yakni dalam jarak maksimal 5 kilometer dari puncak.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Makwan mengatakan, sebagian warga Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, masih mengungsi karena wilayah tempat tinggal mereka masuk dalam area yang berpotensi terdampak erupsi Merapi. Warga Dusun Kalitengah Lor itu mengungsi di tempat pengungsian di area Balai Desa Glagaharjo.
Berdasarkan data BPBD Sleman, jumlah warga yang mengungsi di barak pengungsian di Balai Desa Glagaharjo sebanyak 324 orang. Makwan pun mengimbau pengungsi untuk tetap tinggal di tempat pengungsian karena aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih tinggi. ”Kami mengimbau warga yang berada di pengungsian untuk bersabar karena aktivitas vulkanik Merapi sedang meningkat. Apalagi, ini sudah muncul lava pijar,” ujarnya.