Semua pelawat lintas kabupaten/kota di beberapa daerah wajib menunjukkan hasil pemeriksaan Covid-19. Tingkat hunian penginapan dan jumlah kunjungan ke lokasi wisata anjlok menjadi tersisa 30 persen.
Oleh
RTG/EGI/NIK/WER
·2 menit baca
Menanti dari pagi sampai siang, Sunardi (60) belum melayani satu pun pelancong di tempat wisata petik apel, pada Minggu (27/12/2020). Padahal, dalam situasi normal, hingga 300 orang datang setiap hari ke kebun tempat Sunardi bekerja.
Petik apel adalah salah satu jenis wisata di Batu, Jawa Timur. Mayoritas lokasi petik apel dikelola oleh warga. ”Mungkin wisatawan takut Covid-19. Selain itu, mungkin mereka mendengar kabar ada pemeriksaan hasil tes cepat. Jadi, (pelancong) enggan berkunjung,” ujarnya.
Pemerintah Kota Batu dan beberapa pemerintah daerah di Jawa Timur memang membuat aturan terkait perjalanan. Seluruh pelawat lintas kabupaten/kota di beberapa daerah wajib menunjukkan hasil pemeriksaan Covid-19.
Sepi pelancong juga terjadi di wahana-wahana yang dikelola Jatim Park. Di Batu Love Garden, hanya 120 orang berkunjung. Padahal, pengelola berharap paling tidak 1.500 orang berwisata di lokasi yang baru dibuka itu. Di wahana lain yang dikelola Jatim Park pun jumlah wisatawan jauh di bawah kapasitas arena.
Hotel Sepi
Tidak hanya di Jatim, sepi pelancong juga terjadi di Jawa Barat. Di Bandung, Bogor, Pangandaran, dan Garut yang merupakan daerah tujuan wisata utama Jabar, tingkat hunian hotel tidak sampai 30 persen. Pada musim libur Natal 2019, tingkat hunian di hotel-hotel sana mencapai 75 persen.
Di daerah yang bukan lokasi wisata utama, tingkat hunian lebih rendah lag. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar, Herman Muchtar, menyebut kondisi itu antara lain dipicu imbauan Pemerintah Provinsi Jabar agar pelancong menunda wisata ke Jabar. ”Kebanyakan pengunjung batal menginap dengan alasan tidak mau melakukan tes cepat. Jadi, mereka memilih untuk tidak berlibur,” ujarnya.
Lebih dari 50 persen wisatawan di Jabar berasal dari luar wilayah provinsi, di antaranya berasal dari DKI Jakarta. ”Orang-orang tidak mau repot melakukan pemeriksaan sehingga mereka memilih membatalkan (menginap di hotel),” ujarnya.
Para pengelola hotel telah berupaya menerapkan protokol kesehatan secara ketat sejak Juni 2020. Apalagi, kamar hotel merupakan ranah privat sehingga dianggap tidak berpotensi peningkatkan persebaran Covid-19.
”Kalau untuk restoran di hotel, selama ini kami mampu memastikan pembatasan kapasitas. Biasanya saat sarapan kami memberikan pilihan jadwal agar tamu tidak sarapan pada saat yang bersamaan. Kalau turun drastis seperti ini, kami jadi sulit,” tuturnya.
PHRI Jabar memahami pembatasan kapasitas tamu hotel untuk mendukung pencegahan penyebaran Covid-19. Walakin, PHRI berharap ada peninjauan berkala. Jika pembatasan hunian terus diterapkan, manajemen hotel dikhawatirkan akan merumahkan pekerjanya. Sebab, pemasukan tidak cukup membiayai operasional hotel.