Meski ada kekecewaan dan keterbatasan, mayoritas umat Kristiani bersedia mengikuti ibadah Natal 2020 secara daring. Dari biasanya bertatap muka, kini ibadah dilakoni dengan menatap layar.
Oleh
DIV/FLO/KOR
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 memaksa banyak orang beradaptasi, termasuk dalam cara beribadah. Meski terasa ada yang kurang, ibadah Natal 2020 bagi mayoritas umat Kristiani tidak berlangsung di gereja. Kepatuhan pada anjuran pemerintah dan gereja menjadi alasan utama kesediaan mayoritas umat kristiani itu.
Bagi Caroline (20), misa secara daring telah menjadi rutinitas sejak pandemi Covid-19 meluas. Ia dan teman-temannya sampai punya candaan bersamaan soal pilihan lokasi ibadah mingguan. Mereka sepakat menyebut lokasinya sebagai ”Gereja Santo Youtube”. Sebab, gereja-gereja menyiarkan ritual ibadah lewat media sosial dan umat mengikuti ritual ibadah dari tempat masing-masing.
Sejak beberapa bulan lalu, banyak gereja mengurangi secara drastis kehadiran umat demi mengendalikan laju infeksi Covid-19. Keputusan itu tetap berlaku untuk ibadah Natal 2020. Meski Kementerian Agama mengizinkan sampai 50 persen kapasitas gereja, banyak gereja memutuskan kehadiran umat maksimal 30 persen dalam ibadah Natal 2020.
Caroline dan keluarganya pun mengikuti ibadah Natal 2020 dari rumahnya pada Kamis (24/12/2020). Dari rumah, mereka mengikuti ibadah yang disiarkan Gereja Santa Theresia Menteng, Jakarta Pusat, melalui kanal Youtube.
Keterbatasan
Tentu ada kekecewaan dengan cara ibadah itu. Bagi Caroline, proses Ekaristi atau pemberian komuni dalam misa menjadi kurang terasa. ”Iri dengan orang yang bisa menerima hosti (roti tanpa ragi saat Ekaristi) dalam siaran misa. Saat menonton proses itu, semakin terasa keterbatasan orang yang hanya bisa ikut misa lewat daring,” ujar warga Menteng itu.
Selain itu, biasanya ada kegembiraan sebelum, saat, dan selepas ibadah Natal pada tahun-tahun lalu karena dapat bertatap muka dengan banyak orang. Tahun ini, Caroline dan keluarganya hanya menatap layar.
Bahkan, tahun ini Caroline tidak merayakan Natal selain bersama keluarga yang tinggal serumah. Ia dan banyak umat Gereja St Theresia setuju mengikuti imbauan paroki untuk beribadah dan rumah dan tanpa pertemuan kerabat. Anjuran itu, sekali lagi, untuk mengurangi pertemuan fisik yang membuka peluang peningkatan risiko penularan Covid-19.
Keterbatasan juga dirasakan Deetje (70) yang menjalani misa daring dari rumahnya di Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Meski cukup rutin ikut misa daring selama pandemi, momen Natal kali ini jadi terasa berjarak karena tidak merasakan proses Sakramen Mahakudus langsung di gereja.
”Saya sebelumnya cukup rutin menjadi sukarelawan gereja. Karena misa daring saat perayaan Natal tahun ini, semuanya menjadi serba terbatas. Proses Sakramen Mahakudus yang memberikan hosti kepada jemaat itu tidak dapat dirasakan para jemaat secara virtual,” ujar Detjee, yang merupakan jemaat Gereja Maria Bunda Karmel di Jakarta Barat itu.
Deetje juga menjalani ibadah misa yang sederhana di rumahnya bersama suami. ”Tidak ada dekorasi yang tampak mencolok di rumah karena sebelumnya saya sibuk membantu bisnis kue anak. Kami rayakan hari besar ini dengan cara sederhana saja,” ujarnya.
Lancar dan aman
Di Nusa Tenggara Timur, gereja-gereja juga menggelar ibadah Natal dengan pengurangan kehadiran umat. ”Misa Natal dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini sebagai bagian dari kehidupan umat. Selama kita masih hidup di dunia, kita akan menghadapi berbagai situasi termasuk penyakit tertentu yang mengharuskan kita beradaptasi dengan kehidupan baru, sebagai bagian dari upaya mencegah penyebaran virus,” kata Pastor Paroki Gereja Santa Familia Kota Kupang, Pastor Sebastianus Wadjang SVD.
Sementara Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Kupang RD Gerardus Duka mengatakan, perayaan malam Natal dan hari Natal di gereja-gereja di wilayah Keuskupan Agung Kupang berlangsung aman dan lancar. Gereja-gereja menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Umat tetap diwajibkan mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Ibadah Natal di NTT juga kembali menjadi pembuktian toleransi. Hal itu ditunjukkan anggota Remaja Masjid Ar-Rahman Waipare, Sikka, yang ikut membantu pengamanan misa Natal di Paroki Santo Yoseph Freinademetz, Bolawolon, Maumere, Sikka.
Koordinator pengamanan, Mohammad Tison, mengatakan, pengamanan rumah ibadah di Sikka merupakan program rutin dari Remaja Masjid Ar-Rahman. ”Kami membantu menyeberangkan umat yang masuk gedung gereja, mengantar orangtua jompo menuju pintu gereja kemudian disambut panitia Natal, dan mengantar umat Kristiani yang kesulitan kendaraan pulang ke rumah,” kata Tison.
Perdamaian
Sementara misa Natal di Papua diwarnai pesan damai. Pastor Paul Tumayam yang memimpin ibadah Natal di Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus Argapura, Jayapura, dalam khotbahnya menekankan, perbedaan ideologi adalah sesuatu yang wajar terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, perbedaan itu jangan menimbulkan konflik yang menghilangkan nyawa manusia. Sayangnya, banyak tragedi kemanusiaan di Papua sepanjang 2020. Ada penyerangan oleh kelompok sipil bersenjata dan oknum aparat antara lain di Intan Jaya, Puncak, dan Nduga.
”Berbagai tragedi kemanusiaan yang terus terjadi menyebabkan 147 pastor di Papua harus turun gunung untuk meminta hentikan konflik di Papua dan merasa sangat gelisah dengan kondisi ini. Jangan saling membunuh karena perbedaan ideologi,” kata Paul.
Adapun Pastor John Jonga dalam khotbah di Distrik Muara Tami, Jayapura, mengatakan, masyarakat di sejumlah daerah Papua tak bisa merasakan kedamaian sepanjang 2020. ”Masyarakat hanya berharap suasana kedamaian yang seutuhnya. Namun, hal ini dapat terwujud jika negara dapat menjamin tidak ada lagi konflik kekerasan di tanah Papua,” tutur peraih penghargaan Yap Thiam Hien Award itu.
Natal 2020 yang sepi pun ada hikmahnya. Ia mengajak umat Kristiani dan seluruh masyarakat Papua memanfaatkan momen sepi ini untuk merenungkan aneka perbuatan sepanjang 2020.