Tersambar Petir, ”Repeater” Milik Sukarelawan Lereng Merapi di Sleman Rusak
”Repeater” atau radio pancar ulang milik komunitas sukarelawan lereng Merapi di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, rusak setelah disambar petir. Komunikasi sukarelawan terganggu,
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Repeater atau radio pancar ulang milik komunitas sukarelawan lereng Merapi di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, rusak setelah disambar petir. Komunikasi antara warga dan sukarelawan untuk pemantauan aktivitas gunung pun terganggu. Sebab, radio pancar ulang menjadi alat komunikasi yang paling diandalkan untuk kepentingan mitigasi bencana di desa tersebut.
”Repeater KSM (Komunitas Siaga Merapi) rusak sejak Jumat (11/12/2020). Rusaknya akibat tersambar petir. Alat itu yang kami gunakan sehari-hari untuk pemantauan aktivitas Merapi dan kegiatan di barak pengungsian,” kata Ketua Komunitas Siaga Merapi Rambat Wahyudi, saat dihubungi, Minggu (13/12/2020).
Komunitas Siaga Merapi merupakan kelompok sukarelawan yang berbasis di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sukarelawan dalam komunitas itu bertugas melakukan pemantauan aktivitas Merapi untuk warga setempat.
Pergerakan yang terjadi di gunung tersebut dilaporkan para sukarelawan kepada warga menggunakan handy talkie. Dengan demikian, keberadaan alat komunikasi itu menjadi sangat penting, mengingat sebagian wilayah desa tersebut masuk dalam daerah ancaman bahaya erupsi Merapi setelah peningkatan status menjadi Siaga (Level III), pada 5 November lalu.
Rambat menyampaikan, setelah tersambar petir dan rusak, komunikasi terkait pemantauan Merapi terganggu. Sukarelawan tidak bisa lagi melaporkan aktivitas Merapi menggunakan handy talkie lewat saluran radio pancar ulang. Padahal, komunikasi dengan alat tersebut menjadi yang paling diandalkan mengingat sinyal telepon seluler sulit dijangkau di desa itu.
Lebih lanjut, Rambat menambahkan, pihaknya telah melaporkan kerusakan alat tersebut ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman. Namun, laporan itu belum ditindaklanjuti. Pihaknya menginginkan agar alat tersebut segera diperbaiki.
”Dulu, alat itu dibeli dengan hasil patungan sukarela warga. Saat itu, harganya sebesar Rp 12 juta. Sekarang, kami coba tanya-tanya kalau ingin buat lagi harganya Rp 18 juta. Kas milik sukarelawan tidak sebanyak itu. Jadi, tidak memungkinkan untuk beli yang baru,” kata Rambat.
Sutarno (52), warga Dusun Singlar, Desa Glagaharjo, mengungkapkan, sebagian besar warga desa tersebut sudah mempunya handy talkie. Alat komunikasi itu ikut mendampingi warga dalam beraktivitas sehari-hari hingga tidurnya. Sejak rusaknya radio pancar ulang, tidak ada laporan pemantauan aktivitas Merapi yang dilakukan 24 jam oleh sukarelawan.
”Kalau repeater tidak nyala, terus terang, warga tidur pun tidak merasa nyenyak. Sebab, tidak bisa mendengarkan informasi dari sukarelawan KSM yang berada di pos pemantauan KSM. Di sana, sukarelawan memantau selama 24 jam,” kata Sutarno.
Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Mitigasi Bencana, BPBD Sleman, Joko Lelono menyatakan, pihaknya sudah menerima laporan kerusakan radio pancar ulang tersebut. Untuk sementara, solusi yang ditawarkannya berupa penggunaan radio pancar ulang cadangan yang sudah tersedia.
Kalau repeater tidak nyala, terus terang, warga tidur pun tidak merasa nyenyak. Sebab, tidak bisa mendengarkan informasi dari sukarelawan KSM yang berada di pos pemantauan KSM. (Sutarno)
”Sempat ada bantuan dari PLN lewat skema corporate social responsibility (CSR). Bantuan itu salah satunya berwujud repeater. Ini bisa digunakan sebagai back up repeater yang rusak,” kata Joko.
Joko mengungkapkan, radio pancar ulang cadangan itu masih tidak bisa digunakan. Bisa dilakukan pengadaan radio pancar ulang baru lewat anggaran belanja tidak terduga. Adapun besaran anggaran tak terduga yang dapat digunakan sebesar Rp 57,68 miliar.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sleman Eka Surya Prihantoro menyatakan bakal segera berkoordinasi dengan BPBD Sleman setelah menerima laporan kerusakan itu. Pihaknya siap memberikan dukungan terkait hal tersebut. Diharapkan, pekan depan sudah ada radio pancar ulang yang bisa kembali dimanfaatkan warga.