Prioritaskan Program yang Bisa Direalisasikan Cepat
Pemda didorong untuk bisa mengoptimalkan belanja nonmodal, yang tak membutuhkan proses panjang. Selaini itu, perlu belanja yang mendorong tingkat konsumsi masyarakat. Urusan SPJ yang memakan waktu kerap jadi kendala.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebulan menjelang berakhirnya 2020, pemerintah daerah perlu mengoptimalkan belanja daerah dengan memprioritaskan program-program yang dapat direalisasikan dengan cepat. Belanja yang meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat juga perlu digenjot.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi anggaran di daerah rendah. Itu tecermin dari postur APBD yang sampai 31 Oktober 2020 baru terealisasi Rp 678,41 triliun dari total belanja APBD Rp 1.080,71 triliun. Ada Rp 402 triliun belanja APBD yang masih harus dibelanjakan (Kompas, 30/11/2020).
Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo, yang dihubungi, di Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/11/2020), menilai, dengan sisa waktu sebulan, sebenarnya tak banyak yang bisa dilakukan.
Apalagi, selama ini proses atau sistem keuangan kerap tersandera surat pertanggungjawaban (SPJ), yang biasanya bahkan harus sudah masuk sebelum akhir Desember. Jika ada program yang sama sekali belum dilakukan dan hendak dikejar, pemda mesti memprioritaskan program yang masuk akal.
”Artinya, pekerjaan yang benar-benar bisa direalisasikan dalam waktu pendek. Pemda bisa mengoptimalkan belanja nonmodal, yang tak membutuhkan proses panjang. Sebenarnya ada ruang saat refocusing lalu. Kini, perlu belanja yang mendorong tingkat konsumsi masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, dalam kondisi seperti ini, dibutuhkan hal-hal yang bersifat taktikal, termasuk berani dalam mengeluarkan anggaran. Saat pelaksanaan refocusing dan realokasi anggaran, pemda sebenarnya memiliki kemudahan untuk menentukan mana pekerjaan yang bisa dilaksanakan dan mana yang tidak bisa.
Di Jateng, hingga akhir pekan lalu, serapan APBD Perubahan (APBD-P) 2020 telah mencapai 79 persen dari total Rp 27,32 triliun. Belanja daerah setiap satuan kerja perangkat daerah sudah berjalan dan tinggal SPJ. Yang digenjot kini adalah bantuan keuangan baik untuk kabupaten/kota maupun desa (Kompas, 3/11/2020).
Wahyu menuturkan, meski reformasi birokrasi kerap didorong, kendala dalam pelaksanaannya masih tetap terjadi di setiap instansi pemerintahan. Itu, antara lain, karena standar-standar keuangan belum sesuai dengan program yang ada. Fleksibilitas yang diharapkan masih belum sesuai.
”Kekakuan sistem keuangan itu karena tuntutan akuntabilitas. Namun, perlu tetap ada koridor untuk menciptakan rantai yang lebih cepat. Birokrasi internal, baik itu di kementerian/lembaga maupun organisasi perangkat daerah, harus memiliki respons lebih cepat,” kata Wahyu.
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi menuturkan, pemda perlu mengoptimalkan belanja daerah di pengujung 2020. Belanja-belanja yang meningkatkan perputaran uang di masyarakat dan meningkatkan tingkat konsumsi perlu terus didorong.
”Begitu juga program padat karya, harus jalan terus. Perlu agar orang banyak uang sehingga ekonomi daerah bergerak. Pemerintah daerah juga perlu membelanjakan produk-produk lokal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Frans.
Atasi Covid-19
Lebih jauh, Frans berharap pemerintah benar-benar bisa mengendalikan Covid-19, yang dalam beberapa waktu terakhir justru melonjak. Apabila kasus semakin tidak terkendali, akan ada ketidakpercayaan dari golongan menengah ke atas untuk membelanjakan uangnya.
”Kalau Covid-19 masih membayangi, tidak akan bisa apa-apa. Saat ini, kondisi pandemi Covid-19 makin hebat. Ini benar-benar berbahaya untuk pertumbuhan ekonomi. Kalau pandemi tak bisa dikuasai, ekonomi bisa semakin tak bergairah karena ada ketakutan untuk belanja, seperti pada kebutuhan-kebutuhan sekunder,” katanya.
Wahyu menuturkan, selama Covid-19 relatif terkendali dan tak ada ledakan kasus hebat, psikologi masyarakat pun bisa terjaga dan ekonomi bisa tumbuh. Namun, kalau kemudian ada ledakan, akan ada kepanikan dan juga nantinya berbahaya bagi perekonomian.