Dalam tiga pekan terakhir terjadi kenaikan jumlah daerah kabupaten/kota dengan risiko sedang (zona oranye) Covid-19 di Jawa Timur menjadi hampir dua kali lipat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Dalam tiga pekan terakhir terjadi kenaikan jumlah daerah kabupaten/kota dengan risiko sedang (zona oranye) penyebaran Covid-19 di Jawa Timur menjadi hampir dua kali lipat. Jika pada awal bulan ada 14 daerah, saat ini menjadi 26 kabupaten/kota zona oranye dan ditambah Lumajang yang masuk menjadi zona merah.
Berdasarkan laman resmi https://covid19.go.id/peta-risiko, Minggu (22/11/2020), di antara 38 kabupaten/kota di Jatim, Lumajang menjadi zona merah atau risiko tinggi kenaikan kasus. Zona kuning atau risiko rendah ada di 11 kabupaten, yakni Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan di Pulau Madura lalu Lamongan, Bojonegoro, Ngawi, Madiun, Pacitan, Tulungagung, Kabupaten Pasuruan, dan Bondowoso. Sebanyak 26 kabupaten/kota lainnya zona oranye atau risiko sedang.
Situasi tersebut kontras jika dibandingkan dengan awal November. Dari laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, situasi pagebluk ketika itu memperlihatkan ada 24 kabupaten/kota zona kuning. Sementara itu, sebanyak 14 daerah risiko sedang ialah Sumenep, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Kota dan Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Blitar, Kota Malang, Batu, Jombang, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Sidoarjo, dan Surabaya.
Wabah yang menyerang sejak pertengahan Maret 2020 sampai sekarang secara akumulatif telah menjangkiti 58.679 warga Jatim. Secara akumulatif pula, pagebluk mengakibatkan kematian 4.149 jiwa dan saat ini masih ada 2.533 orang yang dirawat. Di sisi lain, 51.997 pasien berhasil sembuh. Persentase kematian 7 persen, sedangkan kesembuhan 88,6 persen.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, perubahan lanskap risiko penularan yang tidak lagi mereda amat mungkin memperlihatkan dampak dari kendurnya penerapan protokol kesehatan di tingkat masyarakat dan pengawasannya oleh aparatur terpadu.
Dia mengungkapkan, sangat masuk akal jika situasi ini dikaitkan dengan masa cuti bersama 28 Oktober-1 November lalu ketika mobilitas masyarakat tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan disiplin bermasker, jaga jarak, dan memelihara kebersihan untuk melindungi diri dari virus korona jenis baru. ”Dampak cuti bersama berupa ledakan kasus baru masih akan terasa sampai sebulan kemudian,” kata Windhu.
Dia menambahkan, ledakan kasus baru akan benar-benar terjadi jika pengawasan penerapan protokol lemah, operasi yustisi penegakan protokol kesehatan tidak digencarkan lagi, dan yang paling utama ialah masyarakat enggan menjaga diri. Menurut Windhu, penanganan wabah Covid-19 memaksa semua komponen untuk konsisten dan selalu waspada dalam menerapkan protokol kesehatan.
Windhu kembali mengingatkan, penularan virus korona yang berbahaya justru dari yang merasa sehat, tetapi ternyata terjangkit atau orang tanpa gejala. Kelompok ini amat mungkin bertahan dari serangan Covid-19, tetapi menjadi berbahaya jika menulari yang rentan, terutama orang tua dan yang berpenyakit bawaan.
Data memperlihatkan, dari 58.679 kasus akumulatif, sebanyak 35.221 pasien atau 60 persen di antaranya merupakan orang tanpa gejala. Sebanyak 23.458 pasien bergejala. Dalam perspektif lain, dari 58.679 kasus akumulatif, sebanyak 34.270 pasien atau 58,7 persen di antaranya tanpa riwayat perjalanan. Sebanyak 7.727 pasien Covid-19 ada riwayat perjalanan dan 16.682 punya riwayat kontak dengan yang telah terjangkit.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan akan meningkatkan koordinasi dengan para bupati/wali kota dan forum komunikasi pimpinan daerah untuk sekuat tenaga mengendalikan wabah.
Sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat, penerapan protokol kesehatan, serta operasi yustisi perlu dikuatkan kembali. ”Perlu dukungan masyarakat luas untuk bersama-sama mengatasi wabah,” kata Emil.
Bantuan
Masih terkait wabah Covid-19, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah menerima bantuan tiga peralatan penanganan pasien dari Institut Teknologi Telkom Surabaya (ITTS). Ketiga alat dimaksud ialah IT Telkom Portable Masker, Crane Pemulasaraan Jenazah versi 3.0, dan Ventilator Command Center.
Menurut Risma, masker portabel akan dibagikan terlebih dahulu ke petugas pemadam kebakaran. Teknologi ini menarik perhatiannya karena diyakini menjamin orang bebas bernapas sekaligus disiplin protokol, yakni memakai pelindung diri (masker) untuk mencegah penularan virus.
Rektor ITTS Tri Arif Sarjono mengatakan, lembaganya akan terus mengembangkan penelitian yang membantu aparatur menangani wabah. Sebelumnya, ITTS telah menyerahkan bantuan peralatan teknologi berupa robot, chamber atau bilik, dan swab chamber atau bilik tes usap yang digunakan di Balai Kota Surabaya, rumah dinas Risma, dan rumah sakit yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya.
”Untuk masker portabel, kami harapkan merupakan jawaban bagi masyarakat yang beraktivitas, tetapi kebutuhan oksigen tercukupi dan memenuhi anjuran protokol kesehatan,” kata Arif.
Dengan penyaring khusus, masker buatan ITTS diklaim dapat menyaring udara kotor menjadi bersih dan diklaim dapat membantu mencegah penularan virus korona jenis baru. Adapun crane pemulasaraan jenazah akan memudahkan petugas dalam proses pemakaman jenazah pasien Covid-19. Dengan alat ini, penurunan peti jenazah ke liang kubur di pemakaman hanya membutuhkan waktu 38 detik menggunakan peralatan yang dioperasikan dengan papan kendali.