Penggunaan Dana Kampanye di Pilgub Kalteng Jadi Celah Pelanggaran
Kampanye daring ataupun tatap muka dalam Pilgub Kalteng sudah dilaksanakan sejak September lalu. Namun, hingga kini dana kampanye belum ada perubahan dan dinilai masih minim. Hal itu jadi peluang pelanggaran.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Penggunaan dana kampanye dalam pemilihan gubernur Kalimantan Tengah bisa menjadi celah pelanggaran. Hingga kini, dana kampanye pemilihan gubernur Kalimantan Tengah masih belum menunjukkan perubahan, padahal pasangan calon sudah berkeliling untuk berkampanye.
Masa kampanye pemilihan gubernur 2020 sudah dilaksanakan sejak 26 September lalu dan baru akan berakhir pada 5 Desember 2020. Dua pasangan calon dalam kontestasi kali ini pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Dari pantauan Kompas, beragam baliho dipasang hampir di setiap sudut wilayah. Tak hanya baliho, kedua pasangan, Ben Brahim-Ujang Iskandar dan Sugianto Sabran-Edy Pratowo, juga sudah sejak lama berkeliling di 14 kabupaten/kota dalam beberapa bulan terakhir ini.
Pada Jumat (13/11/2020), pasangan Ben Brahim-Ujang Iskandar mengunjungi beberapa kabupaten di Daerah Aliran Sungai Barito. Sungai dengan panjang lebih dari 800 kilometer itu melewati setidaknya lima kabupaten dan dua provinsi. Barito Utara menjadi salah satu kabupaten yang dikunjungi.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut 2, Sugianto Sabran-Edy Pratowo, mengunjungi Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, yang berjarak 224 kilometer dari ibu kota Kalimantan Tengah, Kota Palangkaraya.
Pada laporan dana kampanye, KPU Provinsi Kalteng mencatat pasangan Ben-Ujang hingga kini baru mengumpulkan dana kampanye sebesar Rp 50 juta, sedangkan pasangan Sugianto-Edy mengumpulkan Rp 100 juta. Jumlah itu belum berubah sejak laporan dibuka pada akhir Oktober lalu.
Ketua KPU Harmain Ibrahim menjelaskan, laporan masih dibuka sampai 6 Desember 2020 sehingga para pasangan calon belum melaporkan semua dana kampanye. Hingga kini, data pengeluaran dan pemasukan belum ada tambahan untuk kedua pasangan.
”Akan ada yang audit, yakni kantor akuntan publik, jadi nanti bisa dilihat apakah ada pelanggaran atau tidak,” ujar Harmain.
Harmain menjelaskan, untuk pelanggaran atau penyimpangan dalam pelaporan pihak kantor akuntan publik (KAP) yang akan memberikan pernyataan. Hingga kini, pihaknya masih terus berkoordinasi dengan KAP jika terjadi pelanggaran, juga dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalteng.
Ketua Bawaslu Provinsi Kalteng Satriadi mengungkapkan, hingga saat ini belum ada laporan dan temuan terkait dana kampanye. Pihaknya akan berkoordinasi dengan KAP jika memang ada pelanggaran dana kampanye.
”Ini, kan, hanya dana awal, ya, nanti ada laporan lagi. Memang itu ada celah pelanggaran, tetapi setiap laporan akan diaudit. Sanksinya ini pidana,” kata Satriadi.
Satriadi menambahkan, pihaknya memiliki keterbatasan wewenang untuk memeriksa hingga dana kampanye. Meskipun demikian, hasil laporan dari pengaudit bisa dijadikan bahan dasar untuk celah pelanggaran.
”Celahnya memang besarnya karena dana kampanye ini ada sumbangan dari perusahaan, pribadi, dan yang lainnya, jadi harus sangat diawasi,” ujar Satriadi.
Hingga kini, kedua pasangan calon belum bisa dihubungi terkait penggunaan dana kampanye. Keduanya bahkan berada di luar jaringan untuk dihubungi melalui telepon. Beberapa tim sukses yang dihubungi pun enggan memberikan komentar terkait dana kampanye yang mereka pakai.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Gubernur Kalteng Habib Said Ismail mengungkapkan, pilkada serentak 2020 harus menghasilkan kepala daerah yang bersih. Sesuai dengan imbauan KPK, pilkada serentak 2020 harus dilaksanakan secara berintegritas dengan cara menghindari praktik-praktik koruptif dan politik uang.
Celahnya memang besarnya karena dana kampanye ini ada sumbangan dari perusahaan, pribadi, dan yang lainnya, jadi harus sangat diawasi.
Selain itu, menurut dia, biaya kampanye harus transparan, hindari pencarian rente dan hilangkan ikon anggaran, karena ini merupakan awal buruk proses demokrasi.
”Prasyarat pilkada berintegritas ada lima elemen, yakni regulasi pilkada yang jelas dan tegas, penyelenggara yang kompeten, birokrasi yang netral, pemilih yang cerdas dan partisipatif, serta peserta pilkada yang taat aturan dan transparan dalam pendanaan pilkada,” ujar Habib Ismail.