Jumlah Pengungsi Merapi Bertambah, Total 1.457 Orang
Jumlah warga yang mengungsi setelah kenaikan status Gunung Merapi terus bertambah. Hingga Jumat (13/11/2020), total ada 1.457 warga yang mengungsi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Jumlah warga yang mengungsi setelah kenaikan status Gunung Merapi terus bertambah. Hingga Jumat (13/11/2020), total ada 1.457 warga yang mengungsi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan, tempat pengungsian harus memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
Para pengungsi itu tersebar di empat kabupaten, yakni Kabupaten Sleman di DIY serta Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten di Jawa Tengah. Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), ada 30 dusun di empat kabupaten itu yang masuk ke dalam daerah bahaya akibat erupsi Merapi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana memaparkan, jumlah pengungsi di Kabupaten Sleman 196 orang. Para pengungsi itu berasal dari Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, yang masuk ke dalam daerah bahaya erupsi Merapi.
Saat ini, ratusan warga Kalitengah Lor itu mengungsi di tempat pengungsian yang ada di dekat Balai Desa Glagaharjo. Menurut Biwara, dari 196 pengungsi tersebut, 167 orang di antaranya tergolong sebagai kelompok rentan, yakni 86 warga lanjut usia (lansia), 24 anak-anak, 25 anak balita, 1 ibu hamil, 17 ibu menyusui, dan 14 penyandang disabilitas.
Biwara memastikan, pengelolaan tempat pengungsian di Sleman dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Salah satu penerapan protokol kesehatan dilakukan dengan membuat bilik atau papan penyekat di tempat pengungsian untuk meminimalkan potensi penularan penyakit Covid-19.
”Tentu dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, penyiapan tempat pengungsian dilakukan dengan mempertimbangkan penerapan protokol kesehatan, termasuk membuat bilik-bilik itu,” ujar Biwara dalam konferensi pers secara daring yang digelar BNPB, Jumat (13/11/2020), di Yogyakarta.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Harian BPBD Jawa Tengah Safrudin mengatakan, jumlah pengungsi dari tiga kabupaten di Jawa Tengah sebanyak 1.261 orang. Mereka terdiri dari 808 orang di Magelang, 325 orang di Klaten, serta 128 orang di Boyolali. Sebagian besar pengungsi itu juga merupakan warga yang tergolong sebagai kelompok rentan.
Tentu dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, penyiapan tempat pengungsian dilakukan dengan mempertimbangkan penerapan protokol kesehatan, termasuk membuat bilik-bilik itu.
Safrudin menuturkan, setelah Gunung Merapi dinaikkan statusnya menjadi Siaga (level III) pada Kamis (5/11/2020), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah langsung menyiapkan berbagai langkah antisipasi. BPBD Jawa Tengah juga sudah mengirimkan bantuan logistik ke tiga kabupaten yang warganya mesti mengungsi.
Jumlah warga yang mengungsi di DIY dan Jawa Tengah itu bertambah dibanding beberapa hari sebelumnya. Berdasarkan data BNPB, pada Rabu (11/11/2020), jumlah pengungsi di empat kabupaten tersebut baru sebanyak 1.294 orang.
Cegah kluster baru
Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan menyatakan, tempat pengungsian harus dikelola dengan memperhatikan protokol kesehatan. Hal ini penting agar tidak muncul kluster baru penularan Covid-19 dari lokasi pengungsian. ”Jangan sampai di tempat pengungsian muncul kluster baru Covid-19,” katanya.
Lilik menambahkan, sejumlah tempat pengungsian di DIY dan Jawa Tengah sudah menerapkan protokol kesehatan, misalnya dengan pemasangan bilik atau papan penyekat. Selain itu, untuk mencegah potensi penularan Covid-19 di lokasi pengungsian, BNPB juga berencana melakukan tes antigen kepada para sukarelawan yang membantu para pengungsi.
”Kami dari BNPB akan mendukung dengan melakukan tes antigen kepada sukarelawan-sukarelawan yang akan bekerja di tempat evakuasi,” ujar Lilik.
Lilik memaparkan, pemerintah daerah juga harus memastikan kesiapan sistem peringatan kepada masyarakat apabila ada potensi terjadinya erupsi Merapi. Sistem peringatan itu bisa berupa sirine, aplikasi, atau peralatan lainnya. Selain itu, pemerintah daerah juga diminta segera memperbaiki jalur evakuasi yang mengalami kerusakan.
Lilik juga mengimbau aktivitas pariwisata dan penambangan pasir batu di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi untuk dihentikan sementara. Penghentian sementara itu sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPPTKG. ”Tujuan kita adalah zero victim (tidak ada korban) apabila terjadi letusan,” ungkapnya.