Sumsel Perkuat Sektor Riil dan Pembangunan Infrastruktur
Pemerintah Sumatera Selatan mendorong penyerapan anggaran APBD yang sempat tersendat akibat Covid-19. Alokasi dana akan difokuskan untuk memperkuat sektor riil dan pembangunan infrastruktur.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Pemerintah Sumatera Selatan mendorong penyerapan anggaran APBD yang sempat tersendat akibat Covid-19. Alokasi dana akan difokuskan untuk memperkuat sektor riil dan pembangunan infrastruktur.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Gubernur Sumatera Selatan, Mawardi Yahya, Rabu (4/11/2020) di Palembang. Dia mengatakan, prioritas alokasi anggaran itu ditetapkan setelah pemerintah bisa mengelola kembali APBD-nya. ”Baru 15 hari lalu, kami bisa leluasa untuk menggunakan anggaran lagi,” ucapnya.
Mawardi mengakui masih ada anggaran yang tidak terserap sampai bulan September lalu. Namun, Mawardi tidak menyebutkan berapa persen dana yang sudah terserap. Menurut dia, penyerapan tersendat karena pemerintah tengah fokus untuk melakukan realokasi dan refokusing guna penanggulangan Covid-19. ”Kami juga lebih hati-hati dalam menggunakan anggaran. Intinya, jangan gegabah,” ungkapnya.
Dalam catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agregat simpanan provinsi dan kabupaten di Sumsel per September 2020 mencapai Rp 8,8 triliun. Pemerintah Provinsi Sumsel akan menggunakan anggaran sesuai dengan program seperti untuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur, dan penguatan sektor riil. ”Kami menargetkan hingga akhir tahun penyerapan anggaran bisa mencapai 90 persen,” ungkap Mawardi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih mengungkapkan, penyerapan APBD daerah diharapkan bisa menjadi stimulus pendorong perekonomian masyarakat. Ada beberapa sektor yang bisa disasar untuk guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi terutama sektor yang paling berpengaruh pada produk domestik regional bruto (PDRB).
Sektor itu seperti industri, perdagangan, petanian, UMKM, dan pertambangan. Industri dan petambangan bisa lebih kuat karena disokong perusahaan. Adapun yang paling rentan adalah UMKM dan rumah tangga. Mereka sangat membutuhkan bantuan, baik berupa modal maupun pendapatan tambahan.
Yang paling rentan adalah UMKM dan rumah tangga. (Endang Tri Wahyuningsih)
Apalagi pada triwulan II, konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi hingga 6 persen. Oleh karena itu, dibutuhkan stimulan lain untuk mengungkit daya beli masyarakat. Pilihan untuk memperkuat sektor riil dan infrastruktur juga penting karena langkah itu diharapkan dapat berdampak pada meningkatnya penyerapan tenaga kerja .
Terkait dampak yang dilakukan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, Endang mengatakan baru akan terasa pada triwulan keempat karena proses penyerapan anggaran baru optimal pada September. ”Dengan penggunaan anggaran yang tepat diharapkan bisa berpengaruh pada terdongkraknya perekonomian daerah,” ucap Endang.
Tidak serius
Terpisah, Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel, Nunik Handayani memaparkan, tidak optimalnya penyerapan anggaran hingga masih ada dana yang mengendap di Sumsel mencapai Rp 8,8 triliun menandakan pemerintah daerah tidak serius dalam mengelola anggaran. ”Bisa dibilang, pemerintah tidak bekerja. Dari sisi perencanaan pun terbilang sangat buruk,” ujarnya.
Hal ini salah satunya terlihat dari komposisi belanja yang tidak ideal, yakni belanja tidak langsung yang merupakan belanja pegawai dan tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat, mencapai 62 persen atau Rp 6,53 triliun. Adapun untuk belanja langsung termasuk sektor riil dan infrastruktur hanya 38 persen atau sebesar Rp 4 triliun.
Idealnya belanja langsung harus lebih besar dibanding belanja tidak langsung. Belanja langsung seperti pembangunan infrastruktur dapat digunakan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di tengah pandemi.
Di sisi lain, pencapaian pendapatan asli daerah (PAD) pun tidak optimal. PAD Sumsel yang ditargetkan Rp 4 triliun baru tercapai Rp 1,2 triliun per Juni 2020. Adapun dana perimbangan yang ditargetkan sebesar Rp 6,2 triliun baru terealisasi Rp 1,3 triliun.
Seharusnya, ungkap Nunik, pemerintah tidak takut dalam menyerap anggaran karena semua itu sudah tertuang dalam beragam peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat. ”Tinggal ikuti saja aturannya, semua akan aman. Jangan sampai karena takut menggunakan anggaran perekonomian jadi mandek,” kata Nunik.