Angkutan umum di daerah terus dibenahi oleh Kementerian Perhubungan. Diharapkan, masyarakat beralih dari transportasi pribadi ke kendaraan umum untuk menekan pencemaran udara dan menghindari kemacetan kota.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat berupaya membenahi angkutan umum di daerah lewat program Buy The Service. Ketersediaan armada yang nyaman dan layak serta operasional berbasis aplikasi dan manajemen yang profesional diharapkan bisa menarik minat masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Di Banyumas, program ini direncanakan dilaksanakan pada awal 2021.
”Anggaran tahun 2020 disiapkan Rp 250 miliar di lima kota besar, sekarang Rp 500 miliar untuk di 2021 untuk 10 kota,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi, di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (14/10/2020).
Budi menyampaikan, dalam program ini nantinya operator murni dari swasta. Dana yang diterima dari kementerian digunakan untuk membeli armada yang baru dan nyaman serta untuk biaya operasional pada tahun pertama. ”Untuk tahun pertama, penumpang gratis. Ini untuk menarik minat masyarakat,” tuturnya.
Oleh karena itu, nantinya pengemudi bus tidak harus mencari seberapa banyak penumpang yang diangkut, tapi bisa tepat waktu berapa pun penumpangnya. Dengan kata lain, waktu tunggu antar-armada hanya berkisar 10-15 menit. ”Di Bali ada 125 bus, di Solo ada 70 bus, dan di Banyumas mungkin 70-80 bus,” kata Budi.
Budi juga meminta kesiapan pemerintah daerah untuk mendukung program ini, misalnya menentukan koridor, menyiapkan halte, serta menyiapkan peraturan daerah, di antaranya tarif parkir di tengah kota dibuat tinggi supaya masyarakat berpikir ulang untuk memakai kendaraan pribadi. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi juga perlu disiapkan, misalnya penerapan ganjil genap. ”Pejabat atau juga ASN juga didorong menggunakan kendaraan umum,” ujar Budi.
Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono menyampaikan, pemerintah daerah sedang menyiapkan peraturan daerah tentang parkir serta akan mengajak perusahaan dan perbankan melalui CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) untuk membuat halte. ”Saya sudah berkoordinasi dengan perusahaan dan perbankan supaya lewat CSR bisa ikut membuat halte-halte. Jadi, ini non-APBD,” tutur Sadewo.
Ketua Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Kabupaten Banyumas Sugiyanto menyampaikan, saat ini kondisi pengusaha angkutan dan lebih dari 1.500 pengemudi angkutan umum di Banyumas memprihatinkan. Lewat program Kementerian Perhubungan ini, diharapkan pengusaha dan pengemudi bisa bangkit lagi. ”Situasinya seperti hidup segan, mati tidak mau. Apalagi akibat pandemi ini. Dulu setoran per hari Rp 120.000, sekarang hanya Rp 30.000,” kata Sugiyanto.
Menurut Sugiyanto yang memiliki 30 taksi, 4 angkutan kota, dan 8 angkutan antar-perdesaan, per bulan rata-rata butuh biaya perawatan kendaraan Rp 300.000-Rp 500.000 per unit. ”Dulu sebelum pandemi bisa ada pemasukan Rp 2 juta per kendaraan, tapi sekarang susah,” tuturnya.
Situasinya seperti hidup segan, mati tidak mau. Apalagi akibat pandemi ini. Dulu setoran per hari Rp 120.000, sekarang hanya Rp 30.000.
Program Buy The Service ini diimplementasikan dalam layanan transportasi publik berbasis aplikasi yang dinamakan ”TEMAN BUS”. Aplikasi ini diharapkan menjadi bagian digitalisasi 4.0 Smart City Program dan menyukseskan transaksi nontunai. Selain Banyumas, program ini juga digulirkan di Palembang, Solo, Denpasar, Yogyakarta, Medan, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Banjarmasin.