Banjir di Kalimantan Tengah meluas hingga ke enam kabupaten. Tak hanya banjir, kebakaran hutan dan lahan juga mengancam, sementara Covid-19 pun tak usai.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Banjir di Kalimantan Tengah meluas hingga ke enam kabupaten. Setidaknya 6.445 keluarga atau 17.512 orang terdampak banjir. Banjir yang kian meluas itu disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi dan hilangnya daya tampung juga daya dukung alam.
Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran pada Senin (14/9/2020) memberikan 20.000 paket sembako ke enam kabupaten yang terendam banjir. Paket sembako itu berisi beras 10 kilogram dan berbagai makanan instan.
Pihaknya juga sudah menetapkan status tanggap darurat bencana banjir. Status tersebut dimulai sejak 11 September 2020 lalu hingga 26 September 2020 nanti. Selain provinsi, tiga kabupaten juga sudah menetapkan status tanggap darurat yakni Kabupaten Kotawaringin Timur, Katingan, dan Lamandau.
“Kalteng sedang diuji karena berbagai bencana, saat ini masih berperang dengan Covid-19 lalu muncul kebakaran hutan dan lahan, saat ini banjir. Tetapi kami yakin ini bisa dilalui,” kata Sugianto.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng, setidaknya 30 kecamatan terdampak banjir di enam kabupaten, yakni Kabupaten Lamandau, Katingan, Seruyan, Kotawaringin Timur, Gunung Mas dan Kabupaten Kapuas. Setidaknya, 17.512 warga terdampak banjir dengan ketnggian beragam.
Beberapa kabupaten yang paling parah terdampak banjir adalah Lamandau di Kecamatan Batang Kawa dan Belantikan Raya, lalu di Kabupaten Katingan di Kecamatan Katingan Hulu, juga di dua kecamatan pada Kabupaten Seruyan. Di lokasi tersebut, ketinggian air mencapai tiga hingga lima meter.
Kepala BPBPK Provinsi Kalteng Darliansjah mengungkapkan, pemerintah Provinsi Kalteng juga menyiapkan dapur umum di tiap lokasi evakuasi yang disiapkan di kantor-kantor kecamatan beserta tim kesehatan. Dari data yang dihimpun pihaknya, hingga kini baru lebih kurang 256 orang di Kabupaten Lamandau, sedangkan di wilayah lainnya masih belum terdata.
“Kami juga turunkan beberapa tim respon cepat ke lokasi sekaligus untuk melakukan pendataan, ada beberapa lokasi yang belum bisa ditembus tim darat,” kata Darliansjah.
Hingga kini, lanjut Darlianjsah, belum ada laporan korban jiwa atau korban meninggal karena banjir. Namun kerugian materi mulai dari rumah hanyut hingga hewan ternak mulai bermunculan meski belum terdapat semua.
“Kalaupun ada yang meninggal harus kami identifikasi dulu, benarkah meninggal karena banjir atau tidak,” kata Darliansjah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng Esau A Tambang mengungkapkan, banjir di Lamandau perlu dilihat sebagai dampak dari kurangnya daya dukung dan daya tampung dari hutan yang hilang.
“Daya dukung dan daya tampung aliran sungai di Lamandau itu sudah terlewatkan dan sudah rusak. Ini banjirnya kan mendadak dan tidak bisa diprediksi. Pasti sudah terlewatkan, makanya sekarang itu yang harus dipikirkan adalah pemulihannya,” kata Esau.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Palangkaraya Lian Adriani mengungkapkan, Kalteng masih mengalami musim kemarau. Namun, intensitas hujan tinggi akibat beberapa faktor salah satunya adalah atmosfer di beberapa wilayah yang tidak stabil.
“Ada juga pengaruh faktor lain seperti daerah belokan angin di sekitar Kalteng, terutama Kalteng bagian utara, kondisi ini mengakibatkan adanya perlambatan kecepatan angin sehingga menimbulkan penumpukan awan yang dapat meningkatkan potensi hujan di wilayah tersebut,” kata Lian.
Lian menjelaskan, dari faktor global, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi adanya potens La Nina atau meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia, termasuk Kalteng pada musim kemarau ini.
“La Nina berkaitan dengan dinginnya suhu muka laut di pasifik ekuator dan lebih panasnya suhu muka laut di Indonesia, sehingga uap air dari pasifik ekuator menuju ke Indonesia dan menambah suplai uap air di Indonesia untuk pertumbuhan awan-awan hujan,” kata Lian.
Untuk peringatan dini, lanjut Lian, pihaknya memprediksi wilayah Kalteng bagian utara seperti Kabupaten Barito Utara, Murung Raya, termasuk juga sebagian Katingan akan menghadapi perubahan cuaca yang dapat terjadi kapan saja. “Potensi cuaca ekstrem ini dapat menimbulkan berbagai bencana,” katanya.
Meskipun demikian, menurut Lina, dalam tiga hari ke depan curah hujan akan berkurang drastis dan akan memunculkan kekeringan di beberapa wilayah. Kondisi itu menyebabkan potensi kebakaran hutan dan lahan muncul kembali.
Potensi cuaca ekstrem ini dapat menimbulkan berbagai bencana
Pada Senin siang hingga petang setidaknya 12 kejadian kebakaran hutan dan lahan juga terjadi di Kalimantan Tengah. Total 33,95 hektar lahan terbakar yang tersebar di Kabupaten Puang Pisau, Kotawaringin Barat, Kapuas, dan Kota Palangkaraya.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan, pihaknya tak hanya mengerahkan helikopter untuk memadamkan api, tetapi juga untuk membagikan bantuan. Hal itu dilakukan karena banyak wilayah yang tidak bisa diakses lewat jalur darat.
“Semua yang terdampak, bukan hanya banjir tetapi karhutla juga Covid-19, wajib dibantu,” kata Sugianto.