Terancam Punah, Penangkapan Pari Kekeh dan Kikir di Jateng Perlu Diatur
Pari kikir dan kekeh sudah masuk kategori terancam punah oleh IUCN pada 2019. Kedua spesies juga berstatus CITES Appendix II atau mesti dibatasi perdagangannya. Padahal, keduanya masih kerap ditangkap nelayan Jateng.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Biota laut pari kekeh dan pari kikir masih menjadi tangkapan yang bernilai bagi para nelayan asal Jawa Tengah, seperti di Kota Tegal, Kabupaten Pati, dan Rembang. Penangkapan dua biota laut tersebut perlu dipantau karena telah masuk dalam daftar spesies yang terancam punah.
Demikian intisari diskusi hasil penelitian Rekam Nusantara Foundation dan Fisheries Resource Center of Indonesia (FRCI) terkait penangkapan biota laut yang terancam punah di pesisir utara Jawa Tengah. Pemaparan diselenggarakan di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng, Kota Semarang, Selasa (25/8/2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rekam Nusantara Foundation dan Fisheries Resource Center of Indonesia pada April 2019-Maret 2020, kedua biota itu masih menjadi komoditas yang ditangkap para nelayan di pesisir utara Jateng. Pada kurun waktu itu, secara keseluruhan didaratkan 5.701 ekor pari kekeh dan 273 pari kikir di pelabuhan Tegal, Pati, Rembang, dan Lamongan (Jawa Timur).
Dari jumlah tersebut, terdata ada empat spesies pari kekeh, yakni Rhynchobatus australiae, Rhynchobatus springeri, Rhynchobatus laevis, dan Rhina ancylostoma. Selain itu, terdata dua spesies pari kikir, yakni Glaucostegus typus dan Glaucostegus thouin.
Dwi Putra Yuwandana dari tim riset Rekam Nusantara menuturkan, pari kikir dan kekeh sudah masuk dalam kategori critically endangered atau terancam punah oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN) pada 2019. Selain itu, dua spesies ini juga berstatus CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Appendix II atau mesti diatur terkait perdagangan ataupun ekspornya.
”FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) juga mengatakan, populasi pari kekeh dan kikir sudah turun. Lewat riset ini, kami ingin membuktikan secara ilmiah, apakah memang benar sudah berkurang. Memang bisa dibilang banyak, tetapi harus kami perkuat dengan data secara ilmiah,” kata Dwi, yang juga dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University.
Dwi menuturkan, di Tegal, Pati, dan Rembang, kapal-kapal yang menangkap pari kekeh dan kikir berukuran 20-150 gros ton (GT) dengan alat tangkap cantrang. Namun, kedua jenis ikan demersal atau hidup di dasar laut itu sebenarnya hanya dijadikan tangkapan sampingan.
Meski jumlah tangkapan dalam sekali keberangkatan tak banyak, berkisar 5-40 ekor per kapal, tetapi nilainya tinggi. ”Dengan ukuran 1,5 meter, nelayan bisa menjual Rp 50.000-Rp 60.000 per kilogram. Sementara siripnya saja, dengan ukuran di atas 45 sentimeter, bisa berkisar Rp 4 juta-Rp 5 juta satu set sirip (tiga buah),” ujar Dwi.
Ia menambahkan, apabila penangkapan dibiarkan tanpa ada data yang valid, maka Indonesia, sebagai anggota CITES, ada kemungkinan tak akan lagi bisa mengekspor komoditas itu. Sementara untuk jangka panjang, jika sumber daya ikan tak terkelola dengan baik, spesies tersebut terancam punah.
Dalam pemaparan tersebut, Budy Wiryawan dari Fisheries Resource Center of Indonesia menambahkan, tantangan perikanan di Jateng antara lain terkait perizinan, hasil tangkapan yang tak terlaporkan, dan pengaturan penangkapan yang belum optimal. Selain itu, ancaman degradasi habitat dan ekosistem di kawasan pesisir laut serta penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing).
Untuk itu, menurut Budy, yang perlu dilakukan terkait pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan, yakni pemantauan kesehatan stok ikan dan penyusunan dokumen strategi pemanenan. ”Selain itu, mekanisme insentif kepada pelaku usaha dan penguatan kerja sama antarprovinsi,” ujar Budy yang juga dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Kurniawan Priyo Anggoro mengatakan, dari riset yang telah dilakukan, diharapkan terbangun sinergi yang baik. ”Dengan demikian, ada roadmap (peta jalan) serta strategi dalam menangani pari kikir, pari kekeh, dan ikan demersal lainnya,” katanya.