Jaringan Perdagangan Orang di Kapal Asing Menggurita
Polisi menangkap enam tersangka perdagangan orang di Tegal, Jawa Tengah. Mereka adalah agen yang memberangkatkan Hasan Afriadi yang meninggal akibat dianiaya di kapal ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Polisi menangkap enam tersangka perdagangan orang di Tegal, Jawa Tengah. Mereka adalah agen yang memberangkatkan Hasan Afriadi, warga Lampung yang meninggal akibat dianiaya di kapal ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118. Diduga masih ada ratusan korban lain yang masih terjebak di kapal asing.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri Komisaris Besar Arie Dharmanto, Sabtu (25/7/2020), mengatakan, para tersangka tersebut ditangkap di Tegal dalam rentang 19 Juli hingga 21 Juli. Mereka mengaku, selama dua tahun beroperasi, sudah memberangkatkan ratusan warga negara Indonesia (WNI) untuk bekerja di sejumlah kapal ikan asing.
Dua tersangka, yaitu Komisaris PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) Sutriyono dan Direktur PT MTB Mohammad Hoji, kini ditahan di Polres Tegal. Adapun tersangka lain, yakni Direktur PT Gigar Marine Internasional (GMI) Harsono, Direktur PT Makmur Jaya Mandiri (MJM) Totok Subagyo, Komisaris PT MJM Taufiq Alwi, dan Direktur PT Novarica Agatha Mandiri (NAM) Laila Khadir, kini ditahan di Markas Polda Kepri.
”Mereka semua terlibat sejak awal, mulai dari proses perekrutan, pemberangkatan, hingga penempatan. Semua proses itu ilegal karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Arie.
Pada 8 Juli 2020, TNI Angkatan Laut dan Polri menangkap Kapal Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118 di perairan dekat Pulau Nipah, Batam, yang berbatasan dengan Singapura. Petugas menemukan satu jenazah WNI, yang diidentifikasi sebagai Hasan Afriadi, di lemari pendingin Kapal 118.
Selain Hasan, ada 21 WNI lain di kedua kapal tersebut. Menurut mereka, Hasan meninggal pada 20 Juni 2020 saat Kapal 118 tengah menangkap ikan di perairan India. Sebelum meninggal, Hasan jatuh sakit karena sering mendapat perlakuan kasar dari mandor kapal tersebut.
Mandor di Kapal 118, Song Chuanyun (50), yang merupakan warga negara China, sudah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan. ”Hasil otopsi menunjukkan ada bekas pukulan benda tumpul di bibir, dada, dan punggung Hasan. Oleh sebab itu, tim penyidik langsung menjerat Song dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak penganiayaan,” ujar Arie.
Menggurita
Penangkapan enam tersangka di Tegal yang merupakan petinggi empat perusahaan itu mengungkap maraknya perdagangan orang di wilayah tersebut. Dua petinggi PT MTB yang kini ditahan di Polres Tegal diduga kuat terkait dengan sejumlah kasus penipuan yang berujung kerja paksa dan penyiksaan di kapal ikan asing.
PT MTB terlibat dalam pemberangkatan sejumlah awak Kapal FV Fu Yuan Yu 1218 dan Lu Qing Yuan Yu 623. Dua awak kapal tersebut, yaitu Taufik Ubaidillah dan Herdianto, meninggal dan jenazahnya dilarung ke laut pada 23 November 2019 dan 16 Januari 2020.
Perusahaan yang sama juga diketahui merupakan agen yang memberangkatkan Reynalfi Sianturi (22) untuk bekerja di Kapal Lu Qing Yuan Yu 901. Dua awak kapal itu, Reynalfi dan Andri Juniansyah (30), melarikan diri dengan melompat ke perairan Karimun yang berbatasan dengan Singapura pada 5 Juni lalu.
Perusahan bodong itu diketahui jumlahnya ada ratusan dan mayoritas tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, kasus kekerasan terhadap pelaut perikanan terus berulang karena pemerintah tidak serius membasmi usaha perekrutan tenaga kerja ilegal. Perusahan bodong itu diketahui jumlahnya ada ratusan dan mayoritas tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
”Di Pemalang dan Tegal, Jawa Tengah, saja ada puluhan perusahaan yang tidak memiliki izin, tetapi bisa menerima calon tenaga kerja untuk ditempatkan di kapal ikan yang sebagian besar dari China,” kata Abdul.
Arie memperkirakan masih ada lebih dari 100 orang yang dulu diberangkatkan para tersangka dan kini masih terjebak di kapal ikan asing. Polisi akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, dan TNI AL untuk melacak keberadaan kapal dan menyelamatkan para WNI tersebut.
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, pemerintah juga harus mengupayakan agar hak para WNI yang bekerja di kapal asing tetap dipenuhi setelah mereka dipulangkan. Ia juga mendesak agar pemerintah segera berkomunikasi dengan perusahaan kapal ikan asing yang merekrut para WNI supaya keselamatan mereka terjamin.