Pakar Kesehatan Sulut Dorong KPU Bentuk Tim Manajemen Risiko Covid-19
Pakar kesehatan mendorong penyelenggara Pilkada 2020 di Sulawesi Utara membentuk tim manajemen risiko penularan Covid-19. Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu Sulut juga disarankan melaksanakan simulasi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Beberapa pakar kesehatan mendorong penyelenggara Pilkada 2020 di Sulawesi Utara membentuk tim manajemen risiko penularan Covid-19. KPU dan Bawaslu Sulut juga disarankan melaksanakan simulasi bagi penyelenggara agar dapat menegakkan protokol kesehatan selama rangkaian pilkada.
Dalam rentang 16 hari sejak 8 Juli hingga Kamis (23/7/2020), Sulut mencatat 820 kasus baru. Menurut data Kementerian Kesehatan, Sulut kini memiliki 2.120 kasus Covid-19. Beberapa kota/kabupaten, seperti Manado dan Minahasa Utara, kini masih berstatus zona hitam.
Saat yang sama, rangkaian Pilkada 2020 di tingkat provinsi dan tujuh kabupaten/kota di Sulut terus berlangsung. Setelah tahap verifikasi faktual data pendukung calon perseorangan, kini berlangsung pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih.
Epidemiolog Universitas Sam Ratulangi di Manado, dr Taufiq Pasiak, mengatakan, pilkada berpotensi menyebabkan penularan virus korona jenis baru meluas. Sebab, tidak ada metode alternatif bagi pelaksanaan pilkada yang masih harus mengumpulkan warga di tempat pemungutan suara (TPS). Karena itu, Taufik mendorong KPU Sulut menyusun rencana mitigasi risiko.
Hal ini penting karena, menurut Taufiq, persepsi risiko masyarakat terhadap Covid-19 masih rendah. Ini ditunjukkan dari beberapa kasus, seperti pengambilan paksa jenazah pasien positif Covid-19 oleh warga. Kunjungan warga ke pusat perbelanjaan juga semakin tinggi.
”Wacana yang saya dengar selama ini, pilkada, ya, tetap pilkada, tidak ada perubahan prosedur dengan mempertimbangkan pandemi. Saya juga belum pernah mendengar gambaran ataupun adanya ketetapan soal manajemen risiko untuk menghindari Covid-19 dari KPU. Padahal, KPU adalah pihak yang paling bertanggung jawab jika terjadi penularan,” kata Taufiq.
Karena itu, Taufiq mendesak KPU menyusun tim manajemen risiko yang berisi para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tim ini diharapkan dapat menyusun prosedur pencegahan penularan Covid-19.
Para penyelenggara juga wajib mengetahui tindakan yang harus diambil jika ada orang yang terbukti sakit atau bahkan mendadak meninggal di TPS. ”Mereka harus tahu, misalnya, titik-titik pemberhentian ambulans. Ini bisa dipersiapkan dengan menyelenggarakan simulasi, terutama di wilayah rawan,” kata Taufiq.
Mariya Mubarika, Staf Khusus Bidang Peningkatan Sumber Daya Manusia Kesehatan Masyarakat untuk Menteri Kesehatan, menyoroti angka kesembuhan Covid-19 yang masih rendah di Sulut, yaitu 32,31 persen. Angka ini masih jauh dari Kalimantan Barat (97,77 persen) atau Sulawesi Tengah (88,89 persen).
Di samping itu, angka kematian pasien Covid juga cenderung tinggi (5,7 persen) atau 111 dari 1.962 kasus hingga 20 Juli lalu. Persentase ini lebih besar ketimbang Jakarta (4,5 persen) atau 718 dari 15.889 kasus.
Angka kesembuhan Covid-19 yang masih rendah di Sulut, yaitu 32,31 persen. Angka ini masih jauh dari Kalimantan Barat (97,77 persen) atau Sulawesi Tengah (88,89 persen).
Hal ini berarti warga Sulut masih dihadapkan pada risiko yang besar pada penularan Covid-19, terutama di daerah yang masuk zona merah. ”Pilkada 2020 di zona merah justru bisa menjadi ancaman kesehatan bagi pemilih. Kelompok rentan, seperti orang-orang dengan penyakit komorbid, harus diperhatikan, terutama di zona merah,” kata Mariya.
Karena itu, Mariya menyarankan agar baik pemerintah, penyelenggara pemilu, maupun masyarakat taat pada protokol kesehatan. Sosialisasi terus-menerus untuk mendidik masyarakat mengenai pentingnya kepatuhan dan kesiapan perlu diteruskan.
”Kunci menghindari Covid-19 ini adalah kepatuhan dan kesiapan pada protokol kesehatan. Masyarakat harus betul-betul mengerti cara penularan virus, gejala, dan tindakan yang harus diambil,” ujarnya.
Karena itu, kata Mariya, penyelenggara wajib memperhatikan masa hidup virus di beberapa benda di TPS yang permukaannya terbuat dari kayu, besi, dan kertas. Para pemilih dan penyelenggara wajib mengenakan masker sepanjang penyelenggaraan pilkada. ”Selama pakai masker, tidak pegang wajah, dan rajin cuci tangan, pasti terhindar dari Covid-19,” katanya.
Di lain pihak, komisioner KPU Sulut, Salman Saelangi, mengatakan telah menjalin kerja sama dengan Gugus Tugas Covid-19 Sulut. KPU di tingkat kabupaten/kota juga berkoordinasi dengan gugus tugas di daerah masing-masing untuk mengevaluasi pelaksanaan tahapan pilkada di tengah pandemi.
Tahapan-tahapan pilkada sejauh ini sudah mengikuti protokol kesehatan. Di tahap verifikasi faktual pendukung calon perseorangan, para petugas dibekali alat pelindung diri, seperti masker, sarung tangan, pelindung wajah, cairan pembersih tangan, dan vitamin.
Para petugas juga wajib mengikuti tes cepat antibodi Covid-19. ”Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang reaktif langsung kami carikan gantinya. Sedangkan anggota KPU yang reaktif kami minta istirahat dan isolasi mandiri,” katanya.
Sementara para pendukung yang tidak bisa ditemui saat verifikasi faktual tetap terdata melalui pertemuan virtual yang difasilitasi pihak calon terkait. Prosedur serupa juga berlangsung di tahap coklit. ”Tantangan-tantangan yang ada bisa diatasi dengan regulasi pendukung,” kata Salman.
Simulasi pelaksanaan pilkada, kata Salman, juga akan dilakukan. Sebab, diperlukan rencana-rencana alternatif jika prosedur yang selama ini diterapkan harus diubah.
Para petugas juga wajib mengikuti tes cepat antibodi Covid-19. Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang reaktif langsung kami carikan gantinya.
Anggota Bawaslu Sulut, Kenly Poluan, menambahkan, pihaknya juga telah melengkapi para pengawas di lapangan dengan perlengkapan yang diperlukan. Bawaslu akan mengawasi kepatuhan KPU pada protokol kesehatan.
Kenly mengatakan, Sulut telah diumumkan sebagai daerah yang tingkat kerawanannya tinggi dalam penyelenggaraan pilkada, baik dari segi prosedural maupun substansial. ”Tapi sekarang, ternyata Sulut juga rawan karena Covid-19. Tantangan ke depan adalah bagaimana kami menangani aduan-aduan pelanggaran terhadap orang yang bisa saja terkena Covid-19,” katanya.