Gunung Merapi Alami Deformasi dan Pengikisan Dinding Kawah
Gunung Merapi mengalami deformasi di sisi barat laut dan pengikisan dinding kawah sisa erupsi tahun 1997. Namun, arah ancaman utama dari erupsi Merapi masih sama, yakni ke arah bukaan kawah di sisi selatan-tenggara.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Setelah erupsi eksplosif pada 21 Juni 2020, Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami deformasi di sisi barat laut dan pengikisan dinding kawah sisa erupsi pada 1997. Namun, dua hal itu belum mengubah arah potensi ancaman erupsi, yakni ke daerah bukaan kawah di sisi selatan-tenggara.
”Ancaman saat ini masih ke arah selatan-tenggara sesuai dengan bukaan kawah,” kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso dalam webinar bertema ”Kabar Merapi Terkini”, Rabu (1/7/2020), di Yogyakarta.
Agus menjelaskan, pada 21 Juni lalu, terjadi dua kali erupsi atau letusan eksplosif di Gunung Merapi. Erupsi pertama pada pukul 09.13 WIB dengan amplitudo 75 milimeter (mm), durasi 328 detik, dan kolom erupsi setinggi 6.000 meter di atas puncak. Erupsi kedua terjadi pukul 09.27 dengan amplitudo 75 mm, durasi 100 detik, sedangkan tinggi kolom erupsi tidak teramati.
Menurut Agus, dua kali erupsi pada 21 Juni 2020 itu masih merupakan rangkaian erupsi yang terjadi sejak 22 September 2019 di Merapi. Berdasarkan data BPPTKG, sejak 2019 hingga Juni 2020, telah terjadi 15 kali letusan atau erupsi eksplosif di Gunung Merapi.
Agus menuturkan, jika dilihat dalam jangka waktu 2018-2020, erupsi pada 21 Juni 2020 bukan merupakan erupsi eksplosif dengan energi seismik terbesar di Merapi. Berdasar data BPPTKG, ada beberapa erupsi eksplosif di Merapi yang memiliki energi seismik lebih besar, misalnya pada 14 Oktober 2019 dan 13 Februari 2020.
”Letusan yang terakhir (21 Juni 2020) itu cukup signifikan energinya, tetapi bukan yang terbesar,” ujar Agus. Meski begitu, erupsi pada 21 Juni 2020 itu ternyata menghasilkan sejumlah dampak di Gunung Merapi.
Agus menyatakan, akibat erupsi 21 Juni 2020, dinding kawah lava 1997 di puncak Merapi terkikis dengan volume sekitar 19.000 meter kubik. Dinding kawah lava yang terkikis itu merupakan sisa erupsi tahun 1997 dan berada di antara barat daya dan selatan puncak Merapi. Pengikisan itu membuat morfologi atau bentang alam puncak Gunung Merapi sedikit berubah.
Namun, Agus mengingatkan, ancaman awan panas akibat erupsi Merapi masih mengarah ke sisi selatan-tenggara karena ada bukaan kawah di sisi tersebut. Sisi selatan-tenggara Merapi itu merupakan wilayah Kabupaten Sleman di DIY dan Kabupaten Klaten di Jawa Tengah.
”Secara umum, morfologi puncak Merapi tidak berubah. Jadi, arah ancaman awan panas masih ke arah tenggara dan selatan,” kata Agus.
Sisi selatan-tenggara Merapi itu merupakan wilayah Kabupaten Sleman di DIY dan Kabupaten Klaten di Jawa Tengah.
Deformasi
Selain itu, setelah erupsi eksplosif pada 21 Juni 2020, juga teramati adanya deformasi atau perubahan bentuk pada permukaan Gunung Merapi. Agus mengatakan, deformasi itu terlihat dari pemendekan jarak tunjam berdasar pengukuran jarak elektronik (electronic distance measurement/EDM) dari pos pengamatan Merapi di wilayah Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Berdasarkan data BPPTKG, pemendekan jarak tunjam itu mencapai 3 sentimeter (cm) pada periode 22-29 Juni 2020 atau sekitar 0,43 cm per hari. Deformasi itu terjadi pada sisi barat laut Gunung Merapi atau mengarah ke wilayah Magelang.
”Setelah letusan kemarin (21 Juni), terjadi deformasi yang teramati dari pos Babadan. Jadi, di sektor barat laut sudah mulai terjadi deformasi sebesar 3 cm sejak 22 Juni sampai 29 Juni 2020,” tutur Agus.
Agus menjelaskan, deformasi di sisi barat laut itu menunjukkan tekanan magma dari dalam Gunung Merapi di wilayah tersebut. Namun, BPPTKG belum bisa memastikan apakah magma dari dalam tubuh Gunung Merapi itu nantinya juga akan keluar di sisi barat laut.
”Dengan deformasi ini, wilayah barat laut menjadi lebih meningkat potensi ancaman bahayanya di waktu-waktu yang akan datang. Cuma ancaman bahaya ini belum nyata karena (magma) belum muncul di permukaan sehingga kita tetap menunggu data pemantauan,” papar Agus.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, meski ada deformasi di sisi barat laut, ancaman utama akibat erupsi Merapi masih mengarah ke sisi selatan-tenggara. Hal ini karena di wilayah selatan-tenggara itu terdapat bukaan kawah yang mengarah ke Sungai Gendol di Sleman.
”Yang harus diwaspadai adalah bukaan kawah masih ke arah Sungai Gendol. Artinya, potensi bahaya yang lebih besar sampai saat ini masih ke arah Gendol,” ujar Hanik.
Radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG juga masih sama dengan sebelumnya, yakni 3 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Hingga sekarang, status Gunung Merapi masih Waspada (Level II). Status tersebut ditetapkan BPPTKG sejak 21 Mei 2018. Sementara itu, radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG juga masih sama dengan sebelumnya, yakni 3 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi.
BPPTKG meminta masyarakat tidak beraktivitas di dalam radius 3 km dari puncak. Sementara itu, warga yang berada di luar radius 3 km dapat beraktivitas seperti biasa.