Terdakwa korupsi proyek Meikarta, eks Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa didakwa menerima suap hingga Rp 900 juta. Uang tersebut rencananya akan digunakan untuk modal maju sebagai calon gubernur Jabar.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Terdakwa korupsi proyek Meikarta, eks Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa didakwa menerima suap hingga Rp 900 juta. Uang tersebut rencananya akan digunakan Iwa untuk modal maju sebagai calon gubernur Jabar pada pilkada 2018.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (13/1/2019), tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Iwa telah menerima suap untuk memudahkan proyek Meikarta yang diterima dalam kurun waktu Juli 2017 sampai Januari 2018. Sebagai wakil ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), Iwa berperan melakukan pembahasan Rancangan Detail Tata Ruang (RDTR) di kawasan Jabar, termasuk Kabupaten Bekasi sebagai lokasi pembangunan Meikarta.
Raut wajah Iwa tampak tenang saat jaksa membacakan dakwaan. Dalam beberapa sesi, jaksa menyebutkan, Iwa menerima aliran dana sebesar Rp 900 juta dari Satriadi, Neneng Rahmi Nurlaili, Henri Lincoln, Soleman, dan Waras Wasisto. Dana tersebut bersumber dari PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama selaku pengembang area komersial Meikarta.
“Terdakwa telah menerima hadiah berupa uang yang patut diduga diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Perbuatan terdakwa telah bertentangan dengan kewajibannya selaku Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat,” tutur Yadyn, anggota Jaksa Penuntut Umum KPK.
Dalam berkas dakwaan, pada awal Juli 2017, Waras Wasisto menghubungi Iwa dan meminta bantuan untuk menyelesaikan RDTR dan ingin bertemu dengan terdakwa. Di lain pihak, Iwa ingin maju sebagai bakal calon gubernur Jabar dalam Pilkada 2018. Waras memfasilitasinya dengan mendaftarkan Iwa melalui partai PDIP di kantor pusatnya di Jalan Menteng, Jakarta Pusat.
Setelah pendaftaran, Iwa diwajibkan melakukan sosialisasi ke masyarakat. Kegiatan ini meliputi tatap muka serta mempersiapkan kebutuhan beberapa alat seperti spanduk, banner, dan perangkat sosial dalam rangka survei internal sebelum direkomendasikan oleh DPP PDIP.
“Terdakwa meminta Waras Wasisto menyampaikan kepada Henri Lincoln dan Neneng Rami Nurlaili agar menyiapkan uang Rp 1 miliar untuk persiapan terdakwa maju sebagai bakal calon gubernur Jawa Barat,” ujar Yadyn.
Setelah itu, pada tanggal 15 Juli 2017, Iwa mendapatkan dana sebesar Rp 100 juta melalui Soleman dari Henri Lincoln dan Neneng Rahmi Nurlaili. Iwa kemudian meminta Waras untuk menggunakan dana tersebut sebagai bahan pembuatan banner atau spanduk.
Pemesanan spandukpertama untuk kepentingan Iwa dipasang di lima daerah meliputi Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta. Spanduk tersebut bergambarkan wajah Iwa dengan tulisan “Berdoa dengan Hati Ikhlas untuk Jawa Barat”.
Perbuatan Iwa tersebut diancam pidana menurut pasal 11 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sesuai dengan dakwaan tersebut, Iwa terancam hukuman paling berat lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 250 Juta.
Ditemui usai persidangan, Yadyn menuturkan, KPK akan memanggil 28-30 saksi terkait dakwaan tersebut. Dia berujar, saksi yang akan diundang meliputi institusi pemerintahan Provinsi Jabar dan Kabupaten Bekasi, pihak Meikarta, hingga petugas sablon untuk penyediaan spanduk.
“Kami akan memanggil seluruh pihak yang terlibat, termasuk menampilkan alat bukti berupa spanduk terdakwa untuk persiapan bakal calon gubernur Jabar,” ujarnya.
Pihak kuasa hukum Iwa Karniwa, Anton Sulton menuturkan, kliennya keberatan dengan isi dakwaan karena merasa tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam pemaparan saksi dan pembelaan.
“Beliau tidak setuju dengan isinya. Nanti akan kita lihat di persidangan berikutnya, bagaimana para saksi akan menjelaskan,” tuturnya.