Pilu dan Tawa di Balik Sensasi ”Wisata Macet” Puncak
Wisatawan terjebak macet di Puncak-Bogor membuat beberapa warga merasa kesal. Namun, keberuntungan bagi pedagang kecil.
Daya tarik kawasan wisata Puncak di Kabupaten Bogor hingga Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tak pernah memudar. Tak heran wisatawan berbondong-bondong mengunjungi kawasan itu meski harus merasakan macet dan tertahan karena aturan sistem satu arah yang berlangsung berjam-jam. Di balik derita ”wisata kemacetan” di kawasan Puncak, ternyata membawa berkah bagi sejumlah warga setempat.
Fania Oktaviani (27) terus menimang anak laki-lakinya yang gelisah dan terus menangis. Setelah beberapa saat, ia meminta anaknya yang belum genap berusia setahun itu untuk tenang. Namun, si anak terus rewel. Tidak bisa menutupi rasa letih dan kesal, ia langsung menyerahkan anaknya ke sang suami, Yudi (31).
”Istri dari tadi ngomel-ngomel terus. Ya, saya memaklumi karena dia letih. Kami sudah terjebak di sini sejak pukul 14.00. Sekarang sudah hampir pukul 22.00. Anak dari tadi siang sudah rewel karena one way enggak selesai-selesai,” ujar Yudi, warga Depok, Sabtu (13/4/2024) malam itu.
Baca juga: 12 Jam Satu Arah Menuju Gadog, Warga Diimbau Tunda Berwisata ke Puncak
Yudi sebenarnya sudah mengingatkan istrinya untuk tidak ke kawasan Puncak di Bogor karena kondisi lalu lintas pasti macet. Namun, Fania tetap ingin ke Puncak karena sudah janji kepada kakak, keponakan, dan ibunya.
Sebuah vila telanjur disewa untuk menghabiskan waktu libur di akhir pekan. Janji itu harus ia wujudkan sebelum keluarganya kembali ke Pekalongan pada Senin (15/4/2024).
Kawasan wisata puncak dipilih karena keluarga Fania belum pernah berlibur ke sana. Niat untuk bersenang-senang pun berakhir mengecewakan. Mereka terpaksa menghabiskan waktu lama di bahu jalan bersama wisatawan lainnya.
”Sudah pada stres semua karena menunggu tujuh-delapan jam. Kasihan juga anak istri dan keluarga. Saya bilang putar balik, tapi telanjur sewa vila dan mereka masih mau meneruskan liburan di Puncak. Saya ikut saja, tapi malah jadi repot,” ujar Yudi.
Wisatawan lainnya, Wahyu (28), juga terpaksa ”berwisata macet” bersama istri, anaknya berusia 1,5 tahun, dua adik ipar, dan ibu mertuanya. Warga asli Kulonprogo yang kini bekerja di Lombok, Nusa Tenggara Barat, itu mudik ke rumah mertuanya di Jakarta. Momen berkumpul bersama keluarga besar pun dimanfaatkan dengan berlibur ke Puncak.
Meski sudah menunggu hampir enam jam, mereka tetap bertahan untuk melanjutkan liburan ke Puncak karena keluarga lainnya telah menunggu di vila. Momen liburan dan bayangan menikmati suasana Puncak ternyata berakhir menumpang di teras rumah warga.
”Sebenarnya kasihan anak, sih. Kami cari rumah warga biar bisa numpang MCK (mandi cuci kakus). Di sini (teras rumah warga) biar lebih dekat ke warung cari makan dan minum. Kami enggak menyangka bakal selama ini, karena prediksinya one way berakhir setelah habis maghrib,” ujar Wahyu.
Sementara itu, Cornelis Galuh (34) dan adiknya, Vincent (31), warga Jakarta, tak bisa menutupi wajah letih karena tertahan hampir sekitar delapan jam di sisi ruas Jalan Tol Jagorawi.
”Ini sudah di luar wajar. Ini pengalaman tertahan paling lama. Biasanya paling lama tiga jam. Ini belum lagi jalan ke atas, pasti kejebak macet lagi,” kata Galuh, kesal.
Kakak adik yang membawa rombongan delapan orang dengan dua mobil itu sudah jauh hari merencanakan berlibur ke Puncak untuk berkumpul bersama keluarga besarnya.
”Keluarga dari Bandung sudah tiba di vila (Sabtu) sore. Kami masih di sini sampai malam,” lanjut Vincent.
Ia mengaku kapok berwisata ke Puncak di saat musim libur seperti ini. Jika bukan karena janji dan bertemu keluarga besarnya, ia pasti tidak akan berangkat.
”Sudah mikir tadi, pasti bakal macet dan one way. Tapi, enggak tahu bakal selama ini. Kacau!” ujarnya.
Tidak hanya wisatawan yang kesal dan merasa letih dengan kemacetan di kawasan Puncak. Kekesalan serupa dirasakan warga Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, salah satunya Risa (32). Ramainya wisatawan dan pemberlakuan sistem satu arah yang begitu lama membuatnya tidak bebas beraktivitas.
Padahal, seharusnya ia bersama keluarganya berniat bersilahturahmi ke rumah kerabat di Cianjur. Oleh karena kondisi lalu lintas kendaraan pada Sabtu dan Minggu yang masih padat, Risa memutuskan untuk menghabiskan waktu di rumah saja.
Begitu pula dengan Fajri Jafar (52), warga lainnya. Meski mengaku sudah terbiasa dengan kemacetan dan aturan rekayasa lalu lintas di jalur Puncak, ia tetap merasakan kesal karena banyak aktivitas yang terganggu dan tertunda.
”Kalau akhir pekan dan libur jangan ditanya lagi, pasti macet. Sekarang, kadang di hari biasa pun macet. Pasti aktivitas terganggu. Puncak memang idaman, tapi makin tahun makin parah macetnya. Warga yang tinggal di sini pasti merasakannya. Apalagi, menurut saya, Puncak sudah tidak segar dan dingin lagi seperti dulu,” kata Jafar.
Berkah pedagang kecil
Di balik kemacetan hingga tertahannya kendaraan karena sistem satu arah, ternyata mendatangkan berkah dan sumber rezeki bagi sebagian warga setempat, terutama pedagang-pedagang kecil. Salah satunya dirasakan oleh Trisno (45).
Selama tiga hari terakhir, dagangan aneka makanan dan minuman di warung miliknya yang berukuran sekitar 2 meter x 3 meter laris manis. Pengunjung silih berganti datang berbelanja.
Pada hari biasa, omzet dagangan Trisno paling banyak rata-rata Rp 150.000 per hari. Namun, melonjaknya kunjungan wisatawan di Puncak membuat omzetnya bisa mencapai Rp 250.000 hingga Rp 300.000 per hari.
”Alhamdulillah, dagangan laku. Ada rezeki dari macet ini. Jarang-jarang dapat segini, malam biasanya sepi yang beli. Ini ada saja yang datang beli. Bisa sampai lebih Rp 250.000,” ujarnya sambil tertawa.
Pundi-pundi rupiah juga didapatkan Tina (28), pedagang minuman keliling. Ia bisa meraup untung sebesar Rp 200.000 hanya dari jualan minuman.
Sembari berjualan, Tina dan temannya memanfaatkan keahlian lainnya, yaitu memijat dan jasa membelikan makanan atau kebutuhan yang diperlukan segera oleh wisatawan. Dari pekerjaan sambilan itu, Tina meraup untung Rp 700.000. Uang itu ia bagi rata dengan temannya.
”Jadi sambil jual, saya nawarin pijat. Banyaknya ibu-ibu tadi. Mereka, kan, sudah capek mungkin, ya, jadi saya tawarin mau nitip apa, makanan, kue atau apa. Itu nanti teman saya yang beli. Bayar (pijat) seikhlasnya. Ada yang kasih 20.000 rupiah, ada 50.000 rupiah, dan 100.000 rupiah,” kata Tina yang belajar memijat dari ibunya yang tukang urut.
Penyebab kemacetan
Kemacetan di jalan akses menuju Puncak dan di kawasan Puncak tak terelakkan akibat kepadatan kendaraan. Kepolisian kembali memberlakukan sistem satu arah pada Minggu, pukul 11.00, untuk mengalirkan arus kendaraan dari Puncak menuju Gadog atau Jakarta.
Sejumlah kendaraan roda empat kembali tertahan di sisi Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Raya Ciawi. Rekayasa lalu lintas masih akan dilakukan secara situasional hingga Selasa (16/4/2024).
Berdasarkan data TMC Polres Bogor pada Minggu pukul 13.00, ada 28.866 kendaraan yang melintas di Puncak menuju Gadog atau Jakarta. Sementara dari arah Gadog menuju Puncak mencapai 30.539 kendaraan. Total kendaraan yang melintas di jalur Puncak itu sebanyak 59.405 kendaraan.
Dari total jumlah itu, sepeda motor mendominasi, yakni 44.782 kendaraan. Adapun total mobil mencapai 13.723 kendaraan. Sisanya bus dan truk sebanyak 900 kendaraan.
Adapun pembaruan data rekap pada Sabtu, ada sebanyak 75.281 kendaraan dari Puncak menuju Gadog atau Jakarta. Sementara dari arah Gadog menuju Puncak mencapai 62.157 kendaraan. Total kendaraan yang melintas di jalur Puncak itu mencapai 137.438 kendaraan.
Jika diakumulasi dari Jumat dan Sabtu saja, total 253.860 kendaraan melintas di jalur Puncak. Data kendaraan di hari Minggu masih terus bergerak, diprediksi masih terjadi peningkatan. Penerapan one way di hari Minggu kami laksanakan.
Dari total jumlah itu, sepeda motor yang melintas juga sangat mendominasi sebanyak 103.344 kendaraan. Sementara total mobil mencapai 32.018 kendaraan. Sisanya, bus dan truk sebanyak 2.076 kendaraan.
”Jika diakumulasi dari Jumat dan Sabtu saja, total 253.860 kendaraan melintas di jalur Puncak. Data kendaraan di hari Minggu masih terus bergerak, diprediksi masih terjadi peningkatan. Penerapan one way di hari Minggu kami laksanakan,” ujar Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Barat Ajun Komisaris Besar Edwin Affandi, Minggu (14/4/2024).
Pemberlakuan sistem satu arah dari Puncak menuju Gadog atau Jakarta, Sabtu (13/4/2024), berlangsung pukul 10.45-23.00 atau hampir 12 jam. Setelah dua jam sistem satu arah dihentikan, dari pantauan Kompas hingga Minggu pukul 00.30 kendaraan sudah kembali berjalan menuju Puncak. Namun, kepadatan dan kemacetan tetap terjadi. Selain mobil, jalur Puncak juga dijejali sepeda motor.
Meski sebagian wilayah Bogor hujan, kondisi itu tak melunturkan niat masyarakat berlibur ke kawasan wisata Puncak. Kepadatan baru terurai dan lancar sekitar pukul 01.00 WIB.
Adapun dari arah Puncak menuju Gadog atau Jakarta, kendaraan ramai lancar. Petugas kepolisian masih terus mengatur kelancaran lalu lintas.
Edwin mengatakan, pemberlakuan sistem satu arah ini karena volume kendaraan dari arah Puncak menuju Gadog-Jakarta tidak kunjung berkurang. Akibatnya, kendaraan dari arah Gadog atau Jakarta menuju Puncak tertahan berjam-jam di sisi Jalan Tol Jagorawi.
”Memang, luar biasa kendaraan yang melintas di jalur Puncak. Lonjakan kendaraan roda dua luar biasa. Bukan hanya kendaraan wisatawan, pemudik ke Cianjur-Sukabumi juga. Jalur puncak juga digunakan untuk arus balik. Kita lihat juga banyak kendaraan yang membawa barang bawaan mudik,” ujarnya.
Baca juga: 1 Juta Kendaraan Diprediksi Masuk Jakarta, Tiga Titik Ini Rawan Macet
Penyebab kemacetan lainnya, lanjutnya, karena jumlah kendaraan roda dua yang sangat banyak. Masalah yang dihadapi di lapangan banyak pengendara sepeda motor tidak disiplin dan sering memenuhi jalur prioritas mobil.
”One way memang dikhususkan untuk kendaraan mobil. Motor boleh lewat dengan syarat mereka tidak saling menyerobot dan memenuhi badan jalan untuk prioritas kendaraan yang one way. Jadi, itu (tidak disiplin), menyebabkan hambatan di beberapa titik persimpangan. Arus one way jadi tidak lancar karena lambungan roda dua,” kata Edwin.
Kawasan wisata Puncak dari tahun ke tahun memang tidak pernah kehilangan pesona. Berbagai sarana dan obyek wisata siap melayani pengunjung, bahkan ”wisata macet” siap menanti dan dirasakan sensasinya. Masih mau berwisata di Puncak dengan kondisi macet?