Cabuli Anak Kandung Sendiri, Tenaga Honorer Damkar Jaktim Ditahan
Septhedy, pelaku pencabulan anak kandung sendiri, resmi ditahan. Kekerasan seksual terhadap anak kian mengkhawatirkan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya menahan Septhedy Nitidisastra (27), pegawai honorer Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur, dalam kasus pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri, Rabu (3/4/2024). Kasus ini kembali mencuatkan kekhawatiran akan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh orang terdekat. Hingga April 2024, di wilayah Jabodetabek tercatat ada enam kasus kekerasan seksual dengan melibatkan orang terdekat.Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, Rabu (3/4/2024), mengatakan, setelah ditangkap di kediamannya di Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024), Septhedy pun ditahan. Ia dijadikan tersangka dan ditahan atas dugaan pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri.
Penahanan ini dilakukan untuk mencegah tersangka mengulangi lagi perbuatannya, melarikan diri, dan menghilangkan barang bukti. ”Ini adalah alasan subyektif, penyidik menahan SN,” kata Ade.
Adapun untuk motif Septhedy mencabuli anak kandungnya sendiri, ujar Ade, penyidik masih memeriksanya secara lebih mendalam. Akibat perbuatannya, Septhedy dijerat dengan Pasal 82 junto Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda Rp 5 miliar.
Sanksi yang diberikan bisa jauh lebih berat karena tersangka merupakan orang terdekat korban, yakni ayah kandungnya. ”Dengan status tersebut, SN bisa dijerat dengan ancaman yang lebih berat, yakni 1/3 dibandingkan dengan ancaman sanksi yang tercantum dalam undang-undang,” kata Ade.Penjabat Sementara Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Lia Latifah menjadi pihak yang mendampingi S (5) dan ibu korban, PA, selama proses hukum berjalan. Dia menuturkan, munculnya kasus ini berawal dari PA yang menghubungi Komnas PA untuk didampingi dalam kasus yang sedang menimpa anaknya itu.Kasus itu terjadi pada awal Januari 2024 lalu ketika S sedang menginap di rumah tersangka. Tidak ada secuil pun kecurigaan karena S sudah sering menginap di rumah ayahnya itu. ”Dalam sekali menginap bisa tiga sampai lima hari,” kata Lia.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti komunikasi yang kurang baik antara suami dan istri, hasrat seksual yang tidak terpenuhi dengan baik, dan kebiasaan menyaksikan adegan porno di film ataupun media sosial.
”
”
Setelah itu, ungkap Lia, dalam beberapa kali pembicaraan, S sering berteriak ”ayah jahat, ayah jahat,” tutur Lia menirukan S. PA pun mendalami apa yang terjadi kepada anaknya.
Kondisi itu diperparah dengan adanya luka di alat vital S. ”PA pun meminta pendampingan untuk melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya,” ucap Lia.
Lia menuturkan, kasus kekerasan seksual pada anak sudah harus menjadi perhatian. Pasalnya, dalam tiga bulan terakhir tercatat ada enam kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat di wilayah Jabodetabek. ”Jumlah ini meningkat 20 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” katanya.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti komunikasi yang kurang baik antara suami dan istri, hasrat seksual yang tidak terpenuhi dengan baik, dan kebiasaan menyaksikan adegan porno di film ataupun media sosial.
Edukasi dan sosialisasi sejak dini tentang bahaya dari kekerasan seksual harus terus digaungkan agar kejadian seperti ini tidak terulang. Di sisi lain, dirinya mengapresiasi pihak kepolisian yang sudah tegas menindaklanjuti kasus ini. ”Apalagi, hasil visum dan kesaksian dari korban sudah bisa menjadi alat bukti sehingga proses hukum atas kasus kekerasan seksual pada anak bisa ditangani lebih cepat,” ujar Lia.