Pelajaran Bisa Dipetik dari Kekerasan terhadap Anak Selebgram di Malang
Kekerasan terhadap anak selebgram di Malang menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Jangan sampai terulang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kekerasan terhadap anak seorang selebgram di Malang beberapa waktu lalu mengentak kesadaran. Kejadian itu harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, khususnya para orangtua untuk memastikan pengasuhan yang memadai bagi anaknya.
Beberapa waktu lalu, JAP (3), anak perempuan dari pasangan selebgram asal Malang, Aghnia Punjabi dan Reinukky Abidharma, menjadi korban kekerasan pengasuhnya, IPS (27). IPS memukul, menarik telinga, mencubit, dan menindih JAP. Hasil visum sementara di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang ada bentuk luka memar pada mata kiri, luka gores di kuping kanan dan kiri, serta di bagian kening.
Kasus terungkap setelah orangtua korban merasa tidak percaya setelah menerima foto bahwa anaknya memar karena terjatuh. Selanjutnya, orangtua korban membuka CCTV di kamar rumah tersebut dan mendapati bahwa anaknya dianiaya selama lebih kurang satu jam.
Orang lain di rumah tersebut tidak tahu karena posisi kamar anak di lantai dua. Sementara orang lain berada di lantai bawah. Si pengasuh pun mengunci anak di kamar dan mengatakan bahwa JAP sakit demam.
Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari, mengatakan bahwa kekerasan pada anak sering terjadi saat orangtua secara total memasrahkan pengasuhan kepada orang lain, dengan tingkat kepercayaan tinggi.
”Dari kasus ini, kita banyak belajar bahwa mengenali anak dan lingkungan terdekat adalah bagian penting dalam tumbuh kembang anak guna memahami risiko-risiko yang ada,” kata Luluk, Senin (1/4/2024).
Menurut Luluk, dengan penggunaan jasa orang lain untuk mengasuh anak, orangtua asli sebaiknya dibantu keluarga dekat. Namun, tetap wajib untuk melakukan pemantauan dan pengasuhan secara baik.
”Kasus kekerasan pada anak sering kali terjadi karena para orangtua totalitas memasrahkan pengasuhan dan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada pengasuh sehingga jarang curiga atau percaya terjadi kekerasan pada anaknya,” katanya. Padahal, menurut Luluk, bisa jadi anak memberikan sinyal terjadinya kekerasan meskipun tidak secara verbal.
Dari kasus ini, kita banyak belajar bahwa mengenali anak dan lingkungan terdekat adalah bagian penting dalam tumbuh kembang anak guna memahami risiko-risiko yang ada.
Oleh karena itu, menurut Luluk, orangtua tetap harus memantau dan mengawasi kondisi anak setiap saat. Dan, lebih sensitif terhadap sinyal-sinyal yang diberikan oleh anak.
”Dampak kekerasan bisa begitu besar, menyasar fisik dan psikis anak. Yang berakibat pula pada masa depan si anak. Orangtua harus lebih memahami tentang perkembangan anak, termasuk kekerasan terhadap anak, dan hukum tentang kekerasan,” katanya.
Jika terjadi kekerasan terhadap anak, menurut Luluk, harus segera ditangani dampak yang muncul pada anak dan segera melaporkan pelaku kepada pihak berwajib. Pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa dijerat pidana penjara dan denda sesuai dengan tingkat kekerasan yang dilakukan. ”Sudah saatnya kita bersuara untuk menghapus kekerasan, dengan sinergi berbagai pihak yang terkait anak demi masa depan anak. Karena, kekerasan terhadap anak adalah ancaman terhadap masa depan bangsa. Maka, kita jangan main-main dalam kasus ini,” kata Luluk.
Adapun dalam kasus kekerasan terhadap JAP, tim penyidik Polresta Malang Kota sudah menetapkan IPS sebagai tersangka. Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 80 Ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, subsider Pasal 80 Ayat 2 UU RI No 35/2014 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Serta, tindakan kekerasan dengan benda atau barang dengan ancaman paling banyak Rp 100 juta.
Motif pelaku melakukan kekerasan pada anak majikannya itu adalah karena merasa kesal si anak tidak mau diberi obat untuk bekas lukanya.
”Ia melakukannya, katanya, karena anak saya tidak mau diobati bekas lukanya. Tapi, itu tidak masuk nalar, bagaimana dia bisa menganiaya anak saya seperti itu selama lebih kurang satu jam. Semoga polisi bisa mendalaminya,” kata ibunda korban, Aghnia.
Aghnia mengatakan, sebelum kejadian itu, sebenarnya pada tangan anaknya terdapat lebam. ”Namun, katanya, itu karena digigit oleh adiknya. Adiknya memang sedang dalam fase itu, jadi kami percaya. Tidak tahu apakah itu juga karena kekerasan atau tidak. Ini masih terus diselidiki. Kami serahkan semuanya kepada polisi,” katanya.
Laporan Kasus dan Korban Kekerasan terhadap Anak Periode Tahun 2019 hingga Februari 2022 berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA)
Sebagaimana diketahui, anak pasangan Aghnia Punjabi dan Reinukky Abidharma mengalami kekerasan oleh pengasuhnya pada pekan lalu. Pelaku adalah IPS (27), warga Bojonegoro, yang sudah bekerja di rumah tersebut selama lebih kurang 1 tahun. IPS melakukan penganiayaan saat kedua orangtua korban pergi ke Jakarta selama 2 hari.