Cuaca Buruk, Pengangkutan di Pelabuhan Merak Tersendat
Cuaca buruk yang melanda Pelabuhan Merak, Banten, membuat aktivitas pengangkutan tersendat. Sejumlah opsi disiapkan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·2 menit baca
BANTEN, KOMPAS — Dalam dua hari terakhir, cuaca buruk membuat proses bongkar muat di Pelabuhan Merak, Banten, terhambat. Kondisi ini membuat antrean dan waktu layanan semakin panjang. Sejumlah upaya dilakukan untuk mengurangi dampak cuaca buruk, salah satunya dengan menambah armada.
Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Banten Benny Nurdin Yusuf, Sabtu (16/3/2024) malam, mengatakan, cuaca buruk masih terjadi di Pelabuhan Merak. Situasi yang sama juga terjadi pada Jumat malam. Ketinggian gelombang lebih dari 1,5 meter.
Kondisi ini membuat proses bongkar muat di Pelabuhan Merak tersendat. Cuaca buruk ini juga memaksa petugas melakukan penyekatan. Akibatnya, kemacetan mengular.
Menurut Benny, sangat sulit untuk menghindari cuaca buruk. ”Kami hanya bisa mengimbau nakhoda untuk menyandarkan kapal dengan lebih hati-hati,” ujarnya.
Ketika cuaca buruk terjadi, kapal sulit bersandar, sehingga membuat pengangkutan kendaraan tersendat.
Benny menjelaskan, dalam situasi normal, proses bongkar muat kendaraan membutuhkan waktu sekitar 75 menit. Namun, saat cuaca buruk, butuh waktu 1,5 hingga 2 jam.
Proses bongkar muat kendaraan membutuhkan waktu sekitar 75 menit. Namun, saat cuaca buruk, butuh waktu 1,5 hingga 2 jam.
Untuk mengantisipasi hal ini, ujar Benny, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan. Opsi pertama ialah menutup layanan untuk sementara waktu, sedangkan opsi kedua menambah armada agar kapasitas angkut lebih besar.
Kedua opsi ini persis seperti saat pelabuhan mengalami antrean panjang pada momen hari raya. ”Namun, hingga saat ini, belum ada penutupan layanan. Kami berusaha proses pengangkutan terus berlangsung,” katanya.
Kepala Pusat Maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Eko Prasetyo juga mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi dan potensi banjir rob yang berpeluang terjadi hingga 17 Maret 2024.
Menurut dia, bibit siklon 18S di selatan Jawa Barat dan tekanan rendah di tenggara Nusa Tenggara Timur telah menyebabkan angin bergerak dari barat daya hingga barat laut dengan kecepatan 35 knot di sejumlah perairan.
Dengan kondisi ini, tinggi gelombang laut 2,5-4 meter bisa terjadi di perairan barat Lampung, Samudra Hindia barat Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan, selatan Banten hingga Pulau Sumba, Selat Bali-Badung-Lombok-Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan Banten hingga Jawa Barat, serta Laut Arafuru. Sementara gelombang setinggi 4-6 meter berpotensi terjadi di Samudra Hindia selatan Jawa Tengah hingga Jawa Timur dan Samudra Hindia selatan Bali hingga NTT. (Kompas.id, 14 Maret 2024).
Cuaca buruk dan gelombang tinggi juga menelan korban jiwa. Di Kepulauan Seribu, KM Pari Kudus terbalik di perairan Pulau Rambut. Akibat kejadian ini, Shi Yi (48), warga negara Taiwan yang sedang berwisata, tewas.
Jasad Shi Yi baru ditemukan lima hari setelah pencarian oleh sekitar 100 personel tim SAR gabungan.
Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Besar Jarot menuturkan, saat terbalik, KM Pari Kudus sedang menyeberang dari Asha Resort di Pulau Payung menuju Pantai Baywalk, Pluit, Jakarta Utara. Namun, di tengah pelayaran, kapal terbalik diduga akibat diempas ombak besar.
Dari laporan, terdata ada 35 orang di dalam kapal. Mereka terdiri dari 32 penumpang dan 3 awak kapal, termasuk nakhoda. Dari jumlah itu, 34 orang selamat dan satu orang hilang.
Kepala Seksi Operasi Badan SAR Nasional (Basarnas) DKI Jakarta Agung Priambodo menuturkan, tim terkendala cuaca buruk dalam pencarian. Meski begitu, pencarian korban terus dilakukan. Jasad Shi Yi pun ditemukan sekitar 13,92 mil laut (sekitar 16 kilometer) dari lokasi kapal terbalik.