Tak Naikkan Tarif, MRT Jakarta Fokus Tingkatkan Layanan
PT MRT Jakarta saat ini fokus dalam pembangunan atau perpanjangan rute MRT Jakarta, sambil meningkatkan layanan.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tarif moda raya terpadu atau MRT di Jakarta tahun ini dipastikan tidak ada kenaikan. PT MRT Jakarta (Perseroda) selaku pengelola tengah fokus dalam pembangunan atau perpanjangan rute MRT, sambil meningkatkan layanan. Dukungan pendanaan dari Jepang juga masih berjalan optimal meski negara tersebut sedang terkena resesi ekonomi.
Direktur Utama PT MRT Jakarta Tuhiyat mengatakan, penyesuaian tarif belum dilakukan lantaran panjang lintasan MRT Jakarta baru 16 kilometer. Oleh karena itu, pihaknya fokus menyelesaikan pembangunan jalur fase 2 dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) ke kawasan Ancol. Selain itu, juga berupaya meningkatkan jumlah keterangkutan MRT Jakarta.
”Sambil memperpanjang jalur ke arah utara, kami lebih mengutamakan target jumlah penumpang,” kata Tuhiyat, Selasa (20/2/2024).
Tuhiyat menargetkan MRT Jakarta dapat mengangkut 92.000 penumpang per hari atau 33,58 juta sepanjang tahun 2024. Jumlah ini diyakini dapat tercapai mengingat terdapat 3.163.357 penumpang menggunakan layanan MRT Jakarta sepanjang Januari 2024, dengan rata-rata 102.041 orang per hari.
Sementara sepanjang 2023, tercatat 33.496.540 orang menggunakan layanan MRT Jakarta. Jumlah ini naik 14 juta penumpang dibandingkan dengan tahun 2022 yang mengangkut 19,7 juta penumpang.
Selain melanjutkan pembangunan fase 2, PT MRT Jakarta juga akan membangun trayek baru yang menghubungkan Fatmawati hingga Taman Mini Indonesia Indah pada fase 4, serta menghubungkan Cikarang hingga Balaraja pada fase 3. Perluasan trayek tersebut dinilai dapat meningkatkan kapasitas angkut penumpang sekitar 1,5 juta orang.
Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta Farchad Mahfud menambahkan, resesi ekonomi di Jepang tidak akan berdampak terhadap kelanjutan proyek MRT Jakarta. Ia optimistis progres pengerjaan ataupun dukungan pendanaan dari Jepang tetap berjalan optimal.
Seperti diketahui, pembangunan MRT Jakarta mulai dari Fase 1 (Lebak Bulus-Bundaran HI), Fase 2 (Bundaran HI-Kota), hingga Fase 3 (Cikarang-Balaraja) dilakukan melalui kerja sama Indonesia, Pemprov DKI Jakarta, dan Jepang.
”Pemerintah Jepang telah menyediakan porsi khusus investasi pada anggaran untuk pembangunan MRT Jakarta,” ucapnya.
Adapun sejak pertama kali beroperasi pada 2019, MRT Jakarta belum pernah menaikkan tarif. Tarif termurah masih ditetapkan sebesar Rp 3.000 untuk rute terpendek atau satu stasiun, sementara tarif termahal Rp 14.000 untuk rute terjauh, yakni rute Stasiun Lebak Bulus-Bundaran HI dan sebaliknya.
Awalnya, kata Tuhiyat, tarif MRT Jakarta diperhitungkan sebesar Rp 31.000 dari Bundaran HI ke Lebak Bulus. Namun, dengan skema subsidi tarif untuk pengguna, yakni public service obligation (PSO), tarif bisa lebih rendah.
Kalau ingin menjangkau lebih banyak penumpang, ya, memang jangan menaikkan tarif. Kalau ada naik sedikit pun, pasti masyarakat bakal heboh dan protes. Apalagi, jalur MRT juga masih belum banyak.
Adapun jika ingin melakukan penyesuaian tarif MRT, pihaknya harus berkoordinasi dulu dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Tarif MRT Jakarta yang saat ini berlaku merupakan hasil pembahasan antara PT MRT Jakarta, Pemprov DKI, dan DPRD DKI.
Perlu segera
Seorang penumpang MRT Jakarta asal Jakarta Pusat, Ratu Tarina (23), tidak setuju jika ada kenaikan tarif meskipun hanya Rp 500 atau Rp 1.000. Ia menilai tarif yang ditawarkan MRT saat ini sudah pas.
”Kalau ingin menjangkau lebih banyak penumpang, ya, memang jangan menaikkan tarif. Kalau ada naik sedikit pun, pasti masyarakat bakal heboh dan protes. Apalagi, jalur MRT juga masih belum banyak,” katanya.
Ratu pun sangat menunggu proyek MRT fase 2 bisa segera selesai dan pengerjaan MRT fase 3 bisa berjalan sesuai jadwal, tanpa mundur. ”Kalau bisa dipercepat karena kami perlu segera transportasi publik lebih banyak dengan rute yang lebih banyak juga,” ujar Ratu.
Sementara warga Jakarta Pusat, Rauf Anwar (29), berharap, dalam pembangunan rute, pihak PT MRT dapat mengatur rekayasa lalu lintas agar mobilitas warga Jakarta tidak terganggu. Sebab, kemacetan sering kali terjadi saat ada proyek MRT.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta Ary Subagyo Wibowo menilai, di tengah mobilitas warga Jakarta yang semakin tinggi, keberadaan angkutan publik sangat krusial. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur sejumlah moda transportasi harus terus digulirkan.Jika tidak, warga akan beralih ke kendaraan pribadi yang bisa memicu beragam masalah baru, seperti kemacetan dan polusi, yang bisa mengganggu pergerakan ekonomi serta kesehatan masyarakat. Tren positif tentang tingginya kesadaran masyarakat Jakarta untuk naik angkutan publik harus terus didorong dengan memperluas area jangkauan.Ary meyakini, walaupun nantinya tidak lagi menjadi ibu kota negara, Jakarta akan tetap menjadi kota bisnis yang jumlah penduduknya akan terus bertumbuh.