Susahnya Memahami Rute Transjakarta
Penyesuaian rute dan kurangnya informasi rute Transjakarta masih menjadi kendala sejumlah penumpang.
Sejumlah calon penumpang sedang menunggu datangnya bus Transjakarta di Halte GBK 2, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024). Beberapa calon penumpang hanya duduk sembari memainkan ponsel, sementara dua penumpang lain sibuk melihat peta yang tertempel di dinding halte.
Hampir setahun menggunakan layanan Transjakarta, Ayu Utami (28), warga Jakarta Pusat, masih kebingungan mengenai rute Transjakarta. Jika tidak melihat peta di dinding halte atau di gawainya, ia tidak paham.
”Banyak sekali rute yang dioperasikan Transjakarta, tetapi, jujur, saya masih bingung. Harus melihat dengan jeli rute yang dituju lewat halte mana saja,” ujarnya.
Baca juga: Dua Dekade Transjakarta Merajut Integrasi Antarmoda
Ayu mengaku hanya menghafal nama halte terakhir yang dituju. Biasanya, ia akan bertanya kepada petugas terkait rute yang dipilih. Tidak adanya petugas pramusapa di halte dinilai menyusahkan penumpang awam sepertinya.
”Transjakarta juga sering melakukan perubahan rute. Jadi, harus menghafal ulang. Namun, terkadang informasi peralihannya juga kurang optimal dan mengganggu produktivitas,” tutur Ayu.
Sebelumnya, warga Ciputat, Tangerang Selatan, yang juga seorang pembaca Kompas, Renville Almatsier, menyebutkan soal kurangnya petunjuk rute bus di halte Transjakarta bagi calon pengguna jasa. Padahal, ini menjadi panduan penumpang sampai ke tujuan.
”Untuk mempermudah pengguna transportasi, jika ada leaflet khusus rute perjalanan Transjakarta yang dicetak, bisa disajikan secara lengkap dengan memuat rute perjalanan KRL, MRT, dan LRT yang terintegrasi,” katanya.
Renville mengatakan, biasanya di luar negeri, di tiap halte, ada informasi mengenai nomor-nomor bus yang melalui halte bersangkutan. Bahkan, di London dan Tokyo, penumpang dapat membeli kartu pos khusus bergambar jaringan lalu lintas kereta yang dibedakan warnanya sesuai dengan jalur masing-masing. Sementara di Singapura, informasi jaringan transportasi kota dapat dititipkan pada brosur-brosur pusat belanja.
Baca juga: Transjakarta, 20 Tahun Perjalanan Membangun Budaya Transportasi Publik
Adapun warga Depok, Rini Fitrasari (26), sangat menyesali sejumlah kendala pada layanan Transjakarta. Sejak adanya penyesuaian rute Terminal Depok-Halte BKN, ia harus membayar dua kali. Hal ini turut menyebabkan Rini beralih ke transportasi publik lain.
”Biasanya, untuk ke tujuan mana pun, dari Depok hanya perlu transit di BKN dan tidak perlu membayar lagi. Tapi ini harus keluar dari haltenya dulu dan tap-in lagi. Jadi, memakan biaya dua kali lipat. Belum lagi tidak ada petunjuk yang jelas di pemberhentian tersebut,” ujarnya.
Terkait rute, Rini menilai, rute yang tertera di halte mudah dipahami. Hanya saja tulisannya terlalu kecil sehingga untuk mencari rute yang dituju membutuhkan waktu lebih.
”Dulu, saat awal-awal baru naik Transjakarta, saya mengunduh aplikasi Transjakarta untuk memudahkan saya cari rute yang dituju. Namun, aplikasinya sering error, jadi saya uninstall,” lanjutnya.
Untuk kelompok lansia, Rini menilai petugas harus memberi pendampingan khusus. Ada baiknya sebelum penumpang lansia bertanya, petugas menanyakan rute tujuan terlebih dahulu.
”Karena saya pernah menemukan kasus ada seorang lansia salah naik bus, yang seharusnya dia mau ke Cawang UKI, tapi malah ikut naik arah Cibubur,” katanya.
Adapun selain mengandalkan halte dan bus, untuk melihat rute bus Transjakarta, penumpang bisa mengunjungi situs resminya di Transjakarta.co.id. Jika penumpang ingin mengetahui dengan lebih spesifik, dari nomor koridor hingga halte-halte yang akan dilewatinya, mereka dapat melihat dari menu reguler BRT di laman situs resmi tersebut.
Baca juga: Transjakarta Kembali Capai 1 Juta Pelanggan
Perlu inovasi
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Welfizon Yuza mengatakan, sepanjang 2023, Transjakarta mampu mengangkut 280 juta penumpang. Angka ini naik sekitar 47 persen dibandingkan dengan pencapaian tahun 2022.
Pada 2023, jumlah penumpang harian Transjakarta mencapai rekor tertinggi hingga 1.174.098 penumpang per hari. Kemudian, jumlah armada yang beroperasi pada 2023 diperkirakan 4.348 unit, sedangkan pada 2024 ditargetkan menjadi 4.728 unit.
Dengan target Transjakarta yang meningkatkan kapasitas penumpangnya menjadi 1,5 juta orang per hari pada 2024, Transjakarta dinilai perlu berinovasi. Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), David Tjahja, mengatakan, adanya halte yang sedang direnovasi atau halte pengganti akibat pembangunan proyek lain dapat memengaruhi layanan Transjakarta.
”Selanjutnya, halte yang ganti nama juga membuat bingung penumpang. Banyak juga peta belum diganti jika ada perubahan. Jadi, agak menyulitkan. Terutama bagi orang baru,” kata David.
Transjakarta juga dinilai harus menaruh perhatian serius pada pemilihan rute yang tepat dan menyediakan aksesibilitas yang ramah bagi kelompok rentan.
David membandingkan dengan penerapan perubahan di luar negeri. Menurut dia, perubahan itu disosialisasikan dulu baru dilaksanakan. Jadi, tidak langsung diubah. Perubahan harus sistematis dan bertahap. Bisa bertahap dari per koridor.
”Harus dipikirkan caranya bagaimana perubahan ini bisa menjadi masif diketahui banyak orang,” ujar David.
David mengatakan, peta Transjakarta harus ada di semua halte karena tidak semua pengguna layanan mengakses media sosial atau internet. Apalagi, banyak turis atau warga luar kota di Jakarta. Peta yang tertera di halte juga harus sesuai dengan rute yang dioperasikan saat ini, lengkap dengan nomor bus dan rutenya.
”Petugas layanan juga kebanyakan di dalam halte. Jadi, susah kalau berkomunikasi dengan penumpang di luar halte,” ujarnya.
Transjakarta juga dinilai harus menaruh perhatian serius pada pemilihan rute yang tepat dan menyediakan aksesibilitas yang ramah bagi kelompok rentan.
Tidak hanya bus, pada layanan Mikrotrans, kode dan informasi terkait rute juga masih susah dihafalkan. Analis transportasi jalan dari Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, AM Fikri, menilai, banyak warga Jakarta yang sebatas tahu tujuan akhir Mikrotrans, tanpa tahu rute yang akan dilewati sehingga mereka ragu untuk naik. Selain itu, tidak ada gambar rute di dalam Mikrotrans.
Petunjuk di halte dengan Mikrotrans yang lewat juga terkadang tidak sama. Fikri mengatakan, informasi rute harus akurat dan konsisten. Jika ada rute baru, harus benar-benar disosialisasikan agar masyarakat tahu dan paham.