Menagih Janji atas 100 Hari Lebih Matinya Eskalator di Stasiun Bekasi
Tiga bulan lebih salah satu eskalator di Stasiun Bekasi berhenti beroperasi. Kerusakan serupa terjadi di stasiun lain.
Sebuah karangan bunga berwarna putih terpampang di depan salah satu eskalator Stasiun Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (31/1/2024) malam. Karangan bunga itu bertuliskan ”Turut Berdukacita atas Wafatnya Eskalator Stasiun Bekasi”. Ada pula miniatur kuburan dengan nisan bertuliskan ”RIP Eskalator Stasiun Bekasi” lengkap dengan taburan bunga mawar merah di atasnya.
Aksi dukacita ini dilakukan warga untuk memperingati 100 hari matinya salah satu eskalator di Stasiun Bekasi, tepatnya eskalator turun arah Jalan Raya Perjuangan. Karangan bunga tersebut merupakan bentuk kekecewaan warga karena eskalator tak kunjung diperbaiki sejak akhir Oktober 2023.
Salah satu warga Bekasi yang menggerakkan aksi tersebut adalah Mega Utami (25). Mega dan para pengguna KRL lainnya mulai menggelar aksi dukacita itu pada Rabu (31/1/2024) pukul 20.00 WIB.
Baca juga: Kisah di Stasiun KRL, Eskalator Rusak dan Lantai Licin Kala Hujan
”Tujuan kami baik, bukan ingin membenci atau mempermalukan. Kami membantu mewakilkan teman-teman lain atas keresahan yang sama,” kata Mega, Kamis (1/2/2024).
Aksi 100 hari tidak berfungsinya fasilitas penunjang di stasiun itu berlangsung selama lebih kurang 7 menit. Setelah itu, beberapa petugas satpam menghampiri warga dan bertanya siapa koordinator aksi dan meminta penjelasan terkait tujuan aksi tersebut.
Setelah dijelaskan maksud tujuan aksi, petugas satpam tersebut mengatakan juga memiliki keinginan serupa, yakni eskalator cepat berfungsi kembali. Akan tetapi, jika aksi seperti itu terjadi, petugas satpam stasiun bisa mendapatkan masalah sehingga mereka meminta warga bekerja sama mengakhiri inisiatifnya.
Saat petugas satpam menegur, aksi tersebut memang sudah selesai dilakukan. Sebab tak ada masalah yang ditimbulkan, petugas dan warga akhirnya berdamai dengan berjabat tangan.
Tak hanya menunggu perbaikan dan melakukan aksi “dukacita”, Mega juga konsisten membagikan sorotannya terhadap eskalator rusak ini agar perbaikan segera dilakukan melalui media sosialnya.
Baca juga: Eskalator di Stasiun KRL Rusak Berbulan-bulan
”Yang membuat saya gigih untuk terus update di media sosial karena kesal melihat fasilitas yang harusnya menjadi hak dan prioritas utama masyarakat malah tidak diperhatikan,” kata Mega.
Menurut warga Bekasi lainnya, Teny Novarini (34), eskalator tersebut sangat dibutuhkan penumpang, apalagi bagi warga lansia, penyandang disabilitas, dan ibu hamil. Ia menilai sangat tidak masuk akal apabila kaum rentan diminta meniti tangga biasa atau terlalu lama menunggu lift.
”Kalau sampai bulan depan belum ada penanganan, saya curiga ada hal yang ditutup-tutupin oleh pihak Kemenhub (Kementerian Perhubungan). Jika suku cadang benar-benar sudah dipesankan, seharusnya tidak menunggu waktu selama ini,” ujar Teny.
Dua bulan lalu, Teny yang sehari-sehari menggunakan KRL sebagai moda transportasi untuk pergi kerja ke Jakarta Timur ini sempat membantu seorang ibu yang harus menuruni tangga manual sembari menggendong anaknya serta menuntun anak lainnya yang masih berusia balita.
”Saya bantu tuntun anak pertamanya. Kasihan ibunya tidak bisa mengimbangi anaknya yang sangat aktif. Saat itu, lift juga masih mati,” katanya.
Baca juga: Malu Bertanya, Sesat di Stasiun Manggarai
Hingga Kamis (1/2/2024) siang, eskalator tersebut masih setia ditemani papan peringatan ”Eskalator dalam Perbaikan”. Meski sudah tidak ada karangan bunga, sejumlah warga yang melintas sesekali masih memotret kondisi eskalator untuk dijadikan bukti lemahnya penanganan fasilitas publik di stasiun.
Matinya eskalator ini turut menjadi sorotan anggota Komisi V DPR RI, Irwan. Ia meminta Direktorat Jenderal Kereta Api Kementerian Perhubungan segera memperbaikinya agar tidak mengganggu aktivitas penumpang KRL.
Irwan juga meminta Kemenhub segera melakukan audit menyeluruh pada semua eskalator yang berada di stasiun Jabodetabek. Ia berharap jangan ada lagi permasalahan eskalator yang terjadi.
”Pelaksanaan audit ini untuk mengetahui sumber masalahnya agar tidak terjadi masalah serupa lagi,” ujar Irwan.
Irwan juga memastikan akan mempertanyakan persoalan eskalator ini saat rapat dengan Kemenhub. ”Saya akan tanyakan nanti. Ada kendala apa sebenarnya dan bagaimana perbaikannya,” katanya.
Butuh kelengkapan suku cadang untuk memperbaiki eskalator. Target selesai perbaikan pada pertengahan Februari mendatang.
Janji perbaiki
Pihak Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan menjanjikan eskalator ini selesai diperbaiki pada bulan depan. Kepala Humas DJKA Anggie Dian menyampaikan, berdasarkan informasi dari Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jakarta, eskalator tersebut sedang dalam proses perbaikan. Suku cadang sarana yang termasuk alat transportasi itu sudah dipesan.
Saat ini, Anggie belum mendapatkan informasi mengenai dari mana suku cadang itu dipesan dan didatangkan. Namun, suku cadang itu dipastikan bakal datang bulan depan.
”Butuh kelengkapan suku cadang untuk memperbaiki eskalator. Target selesai perbaikan pada pertengahan Februari mendatang,” katanya.
Sebelumnya, pihak BTP Jakarta pernah menjanjikan perbaikan eskalator ini pada 27 Oktober 2023. Menurut rencana, eskalator yang rusak akan diperbaiki pada November 2023. Namun nyatanya, eskalator ini tetap rusak hingga sekarang.
Kepala BTP Kelas I Jakarta Nur Setiawan Sidik mengatakan, ada beberapa penyebab eskalator di stasiun sering mati. Penyebabnya, beberapa eskalator mengalami beban berlebih karena pola pergerakan di stasiun masih belum stabil.
Kendala lain adalah masalah onderdil yang masih didatangkan dari luar negeri. Mayoritas onderdil eskalator didatangkan dari China dan butuh pemesanan yang lama, bahkan bisa berbulan-bulan. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) yang menangani perawatan juga masih perlu dilatih agar dapat bekerja lebih baik lagi.
Belum sesuai
Kasus eskalator ataupun lift yang rusak dan butuh waktu lama untuk kembali berfungsi tidak hanya di Stasiun Bekasi. Di Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, juga ada eskalator yang berulang kali rusak.
Ketua Umum Aliansi Perusahaan dan Profesional Lift Eskalator Nanang Komara mengatakan, eskalator harus didesain sesuai kebutuhan. Selain itu, harus digunakan sesuai peruntukannya.
Menurut Nanang, desain eskalator di stasiun Jabodetabek belum sesuai dengan kebutuhannya. Seharusnya, di area umum yang padat, pemilihan eskalator bisa menggunakan escalator heavy-duty. Eskalator itu dirancang untuk lalu lintas perkotaan padat dan meminimalkan kesalahan sehingga lebih aman dan efisien.
”Dengan tingkat kepadatan penggunanya yang berbeda, seharusnya pihak stasiun tidak menggunakan eskalator yang sama seperti yang di mal,” katanya.
Selanjutnya, perawatan eskalator ataupun lift harus diserahkan kepada perusahaan yang memiliki legalitas dan kualifikasi atau teknik yang memadai. Selain menguasai teknologi, mereka harus siap mengadakan suku cadang.
Pengecekan dan layanan pemeliharaan dinilai Nanang juga harus rutin dilakukan minimal satu bulan sekali. Adapun pengecekan legalitas surat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus minimal satu tahun sekali untuk memastikan apakah izin tersebut masih berlaku atau tidak.
Kalau DJKA ke depan hendak bangun stasiun lagi, harus memilih eskalator yang teruji dengan beban besar dan dalam waktu panjang
Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menuturkan, pada pemilihan spesifikasi eskalator, harus mempertimbangkan beban penggunaan yang sangat besar sehingga spesifikasi eskalatornya juga harus yang terbaik. Selain itu, suku cadang tentunya harus selalu tersedia sehingga tidak perlu menunggu datangnya secara impor.
”Jangan hanya mencari yang termurah dengan sistem lelang. Karakteristik pengguna eskalator di stasiun, apalagi stasiun KA perkotaan yang padat, tentu tidak sama dengan yang ada di pusat perbelanjaan atau gedung perkantoran,” ujarnya.
Baca juga: Aral Berulang di Jalur KRL, Kali Ini Kawat Kasur
Agar beban eskalator tidak terlalu besar, Aditya menilai eskalator harus diistirahatkan pada jam-jam tidak sibuk. Kemudian perbanyak penyediaan akses tangga manual, elevator, atau lift.
”Kalau DJKA ke depan hendak bangun stasiun lagi, harus memilih eskalator yang teruji dengan beban besar dan dalam waktu panjang. Meskipun itu arus mengeluarkan investasi yang lebih besar karena memilih eskalator yang lebih berkualitas dan sesuai dengan karakteristik stasiun,” tutur Aditya.
Masyarakat memiliki harapan besar atas layanan prima fasilitas penunjang di stasiun KRL Jabodetabek. Pihak terkait seharusnya tidak mengumbar janji kosong yang mengundang kekecewaan warga.