Kisah di Stasiun KRL, Eskalator Rusak dan Lantai Licin Kala Hujan
Hujan kian membuka kekurangan pelayanan publik di sektor transportasi umum, khususnya di stasiun kereta komuter.
Di tengah pekan ini, kesibukan para komuter di kawasan Jabodetabek mengalir seperti biasa. Yang berbeda, hujan makin sering turun yang mau tidak mau mengusik kelancaran arus lalu lintas.
Di ruas-ruas tertentu terkadang tergenang dan bisa memicu kemacetan lebih lama dari biasanya. Pengguna kendaraan umum tak luput dari cobaan. Sarana dan prasarana transportasi publik, seperti stasiun kereta komuter rel listrik (KRL), berkali-kali dilaporkan dilanda kebocoran dan tempias hujan masuk ke stasiun sehingga lantai licin.
Semua itu menambah kendala yang sebelumnya sudah cukup mengganggu, seperti rusaknya eskalator dan lift.
Rabu (29/11/2023), eskalator turun di Stasiun Palmerah, tepatnya di peron 1 tujuan Serpong, masih rusak tak bisa beroperasi. Sebelumnya, pada Minggu (26/11/2023), kondisinya sama saja. Kerusakan itu terpantau telah terjadi sejak lebih dari sebulan yang lalu. Terdapat tulisan ”eskalator dalam perbaikan” yang terletak di depan eskalator, tetapi belum ada tanda-tanda kapan ditangani oleh petugas.
Baca juga: Eskalator di Stasiun KRL Rusak Berbulan-bulan
Sebelumnya, kerusakan eskalator terjadi di Stasiun Bekasi sejak Juli lalu. Setelah sekitar empat bulan rusak dan mendapat protes dari masyarakat, eskalator di Stasiun Bekasi telah beroperasi kembali sejak Jumat (24/11/2023). Adapun perbaikan eskalator itu membutuhkan waktu kurang dari satu minggu.
Eskalator turun dari peron 12 dan 13 di Stasiun Manggarai pernah pula tidak berfungsi. Lift yang terkoneksi dengan kedua peron tersebut pun tidak dapat diandalkan. Akibatnya, para penumpang terpaksa menggunakan tangga biasa. Eskalator yang bermasalah di Stasiun Manggarai itu bisa digunakan kembali sejak Selasa (21/11/2023). Akan tetapi, hingga Rabu (29/11/2023), liftnya masih mati.
Eskalator di sisi selatan Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, Minggu (5/11/2023), sama-sama pernah tak bisa berfungsi akibat terkena air yang mengalir dari atap area luar stasiun. Eskalator itu sekaligus menjadi akses menuju pintu timur Stasiun LRT (lintas raya terpadu/kereta ringan) Halim. Akibatnya, pengguna LRT Jabodebek hanya bisa naik melalui tangga biasa yang letaknya berada tepat di samping eskalator.
General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa menyampaikan, air yang mengalir deras itu dipastikan bukan berasal dari kebocoran atap stasiun. Limpahan air tersebut berasal dari saluran di plafon yang tidak mampu menahan debit air saat hujan deras sehingga air tumpah.
Untuk menindaklanjuti kejadian itu, PT KCIC berkoordinasi dengan WIKA selaku kontraktor pembangunan stasiun kereta cepat untuk menginvestigasi dan memperbaiki area yang terdampak demi kenyamanan penumpang.
Baca juga: KRL Baru, Siap-siap Dampak dari Biaya Tinggi
Warga Jakarta Selatan, Ayuni Salsabila (28), mengatakan tidak seluruh lantai stasiun aman. Sebab, lantai stasiun ada yang berhadapan langsung dengan langit dan terkena sinar matahari.
”Ketika hujan, lantai basah dan berbahaya. Penyandang disabilitas terdampak pada kondisi ini karena tongkat atau kursi roda mereka menjadi tidak terkendali dan berakibat fatal,” kata Ayuni.
Saat cuaca cerah, lantai marmer memantulkan sinar matahari bak kaca. Lantai yang mengilap itu menyilaukan mata. ”Meskipun lantai bukan hal yang berdampak langsung pada pengoperasian kereta, memastikan keamanan lantai penting karena selalu dilewati penumpang,” katanya.
Tahun lalu, warga Jakarta Barat, Muhammad Afdal (33), merasakan permasalahan atap bocor di Stasiun Manggarai. Dia merasakan lantai licin akibat atap bocor selama beberapa hari saat sedang hujan. Ia pun harus hati-hati saat melangkah.
”Saat itu, atap bocor di peron 7, persis di tengah-tengah, sehingga para penumpang harus berjalan di sisi peron. Selain itu, di beberapa stasiun, celah antara kereta dan pijakan turun cukup lebar. Saat musim hujan, ini bisa lebih berbahaya,” katanya.
Kendala perbaikan
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Jakarta Nur Setiawan Sidik mengatakan, ada beberapa penyebab eskalator di stasiun sering mati. Penyebabnya, beberapa eskalator mengalami beban berlebih karena pola pergerakan di stasiun masih belum stabil.
Selain beban berlebih, penyebab eskalator mati dan tak kunjung diperbaiki juga karena ada pergantian kontraktor pengelolanya. Hal ini sempat terjadi di Stasiun Bekasi yang eskalatornya empat bulan mati total.
Kendala lain adalah masalah onderdil yang masih didatangkan dari luar negeri. Mayoritas onderdil eskalator didatangkan dari China dan butuh pemesanan yang lama, bahkan bisa berbulan-bulan.
”Materialnya masih impor. Ada yang memerlukan waktu empat bulan dari pabrikan. Penyedianya berbeda-beda, tergantung merek dan masing-masing punya keterbatasan. Untuk stasiun di Jabodetabek, eskalatornya bermerek Fuji dan Otis,” katanya.
Setiawan melanjutkan, sumber daya manusia (SDM) yang menangani perawatan juga masih perlu dilatih agar dapat bekerja lebih baik lagi.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal sebelumnya menuturkan bahwa perbaikan eskalator di sejumlah stasiun membutuhkan waktu lama karena mengalami beberapa kendala, seperti perlu menjalani proses lelang, serta suku cadang harus melalui impor.
Baca juga: KRL Berlakukan Pola Buka Tutup pada Lintas Tanah Abang-Rangkasbitung
Ketua Umum Aliansi Perusahaan dan Profesional Lift Eskalator Nanang Komara mengatakan, eskalator harus didesain sesuai kebutuhan. Selain itu, harus digunakan sesuai peruntukannya.
Menurut Nanang, desain eskalator di stasiun Jabodetabek belum sesuai dengan kebutuhannya. Seharusnya, di area umum yang padat, pemilihan eskalator bisa menggunakan escalator heavy-duty. Eskalator itu dirancang untuk lalu lintas perkotaan padat dan meminimalkan kesalahan sehingga lebih aman dan efisien.
Dengan tingkat kepadatan warganya yang berbeda, Nanang menilai tidak seharusnya pihak stasiun menggunakan eskalator yang sama seperti yang di mal. Eskalator di outdoor (ruang terbuka) harus menggunakan eskalator khusus karena terdampak sinar matahari langsung dan hujan sehingga memerlukan standar keamanan yang berbeda.
”Saya baru pernah naik MRT (moda raya terpadu) Jakarta dan KRL dan saya lihat tipe eskalatornya sama. Namun, karena traffic-nya lebih tinggi di Stasiun KRL sehingga potensi bermasalah lebih besar,” katanya.
Selain itu, perawatan eskalator ataupun lift harus diserahkan ke perusahaan yang memiliki legalitas dan kualifikasi atau teknik yang memadai. Selain menguasai teknologi, mereka harus siap mengadakan suku cadang.
Menggunakan eskalator mati itu berbahaya. Pihak stasiun sebaiknya memberi tanda larangan penggunaan kecuali darurat.
Selanjutnya, pengecekan dan layanan pemeliharaan harus rutin minimal satu bulan sekali. Pengecekan legalitas surat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus minimal satu tahun sekali untuk memastikan apakah izin tersebut masih berlaku atau tidak.
”Sebenarnya proses impor barang untuk pemenuhan eskalator tidak terlalu lama. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah mekanisme vendor eskalator tersebut sudah sesuai atau belum. Dan lebih parahnya lagi jika belum ketemu vendor yang pas. Selain itu, pihak terkait harus memastikan pengajuan anggaran sudah sampai mana,” kata Nanang.
Bahaya eskalator mati
Ia menambahkan, menggunakan eskalator mati itu berbahaya. Pihak stasiun sebaiknya memberi tanda larangan penggunaan kecuali darurat.
”Jika terpaksa harus dilalui orang, harus dilakukan prosedur pengungsian secara mekanik. Sebab, dikhawatirkan setting-nya tidak maksimal dan bisa merosot,” ujarnya.