Bersiap Menyambut Banjir Tahunan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyajikan beragam strategi untuk menyambut ”tamu tahunan”, yakni banjir. Ini penting mengingat puncak musim hujan akan terjadi pada Februari 2024 bersamaan dengan pilpres.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyajikan beragam strategi untuk menyambut ”tamu tahunannya”, yakni banjir. Strategi ini penting mengingat di puncak musim hujan akan terjadi pada Februari 2024 bersamaan dengan digelarnya pemilihan umum.
Banjir setinggi 3 meter menenggelamkan salah satu kawasan titik rawan banjir di Jakarta. Petugas gabungan dari Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, TNI Angkatan Laut, dan tim kedaruratan kebencanaan yang mendapatkan informasi itu langsung terjun ke titik banjir untuk menyelamatkan seorang kaum lanjut usia (lansia) dan ibu hamil yang terjebak di lantai dua rumah mereka.
Tiga perahu karet bermesin digunakan sebagai kendaraan. Perahu itu pun bermanuver mengarungi banjir dan segera menyelamatkan kedua korban menuju titik evakuasi terdekat. Di waktu yang sama, tim gabungan juga mengevakuasi kotak suara yang hampir tenggelam. Dengan menggunakan sebuah perahu karet, kota tersebut dibawa ke tempat yang lebih aman dengan pengawalan ketat anggota TNI/Polri.
Kedua kejadian itu adalah rangkaian simulasi yang digelar pada Apel dan Geladi Kesiapsiagaan Menghadapi Dampak Musim Hujan Provinsi DKI JAkarta Tahun 2023-2024 di Pintu Air Malaka Sari Kanal Timur, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (24/11/2023).
Baca juga: 54 RT Kebanjiran Setelah Hujan Deras di Jakarta
”Apel ini kita lakukan untuk memastikan petugas maupun sarana dan prasarana yang tersedia sudah siap beroperasi kala banjir tiba,” kata Ketua Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji. Tidak hanya di Jakarta Timur, simulasi serupa digelar di empat wilayah Jakarta yang lain.
Berdasarkan prediksi BMKG, saat ini wilayah DKI Jakarta sudah memasuki musim hujan dan akan mencapai masa puncaknya pada dasarian I dan III bulan Februari 2024. Fenomena itu berbarengan dengan potensi banjir rob karena tinggi muka air yang turut meningkat.
Prediksi ini harus menjadi alarm bagi setiap instansi terkait untuk bersiap menghadapi situasi terburuk dengan berkolaborasi menyiapkan skenario antisipasi yang jitu. Isnawa menjelaskan, dari 267 kelurahan yang ada di Jakarta, 25 kelurahan di antaranya masuk dalam zona rawan banjir dan genangan.
”Kerawanan itu muncul karena ke-25 kelurahan tersebut berada di bantaran 13 sungai yang mengaliri Jakarta. Ketika debit air sungai di kawasan hulu meningkat, pasti akan berdampak ke Jakarta,” katanya. Oleh sebab itu, mulai sekarang, tinggi muka air sungai harus terus dipantau secara berkelanjutan.
Di sisi lain, lanjut Isnawa, sejumlah dinas terkait sudah melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menanggulangi banjir, seperti mengoperasikan Waduk Cimahi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang difungsikan sebagai kolam retensi sehingga ketika intensitas debit air sungai di hulu meningkat, airnya tidak langsung mengalir deras ke kawasan hilir, yakni Jakarta.
Baca juga: Kota Tangguh Jakarta Sarat Ancaman Bencana Iklim dan Kesehatan
Di hilir, petugas juga telah membersihkan saluran air agar terbebas dari sumbatan sampah, termasuk mengeruk kali, sungai, dan waduk. Upaya ini diharapkan dapat menambah kapasitas ruang tampung air sehingga risiko banjir bisa diminimalisasi.
Mulai beroperasinya sodetan Ciliwung juga diharapkan mampu mengurangi risiko banjir. ”Memang Jakarta tidak bisa 100 persen bebas dari banjir, tetapi setidaknya air tidak tergenang terlalu lama di darat,” ujar Isnawa.
Tugas ganda
Pada tahun 2024, tugas ganda pun menanti. Karena, selain fenomena puncak musim hujan, warga Jakarta juga akan menjalani pemilihan umum. Di sinilah langkah kolaboratif harus diterapkan agar pelaksanaan pemilihan umum tidak terganggu.
”KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) tentu sudah memiliki skenario untuk mengamankan distribusi logistik pemilu, tinggal tugas kita memastikan prosesnya bisa berjalan dengan lancar di lapangan,” kata Isnawa.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berharap kesiapan ini tidak hanya ditunjukan pada saat apel saja, tetapi bisa diterapkan ketika banjir benar-benar tiba.
Ia minta kepada semua pihak yang bergerak di bidang penanggulangan kebencanaan, termasuk para sukarelawan, untuk bersiap. Termasuk memastikan seluruh sarana dan prasarana bisa beroperasi dengan baik kala dibutuhkan.
Heru sempat menyindir, di setiap kantor kecamatan atau kelurahan pasti ada perahu karet. Perahu itu memang dipajang di depan kantor, tetapi pada saat dibutuhkan, perahu itu tidak bisa digunakan karena bocor.
Selain itu, di setiap kantor wali kota pasti tersedia posko banjir yang dijaga 24 jam oleh petugas. Namun, berkaca dari pengalaman sebelumnya, petugas piket hanya dibebankan kepada personel Polisi Pamong Praja dan Dinas Perhubungan, sementara personel dari suku dinas yang lain hanya datang untuk ”numpang ngabsen”.
”Kejadian itu jangan terulang. Di situasi bencana, setiap personel harus sadar akan tugasnya masing-masing,” ucap Heru.
Camat dan lurah pun dituntut untuk mampu berkoordinasi dan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk turut berkontribusi kala banjir melanda. Pada malam hari, ketika alam kurang bersahabat, pastikan alat komunikasi berfungsi dengan baik. ”Terutama di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang rentan banjir harus lebih diperhatikan,” katanya.
Ia pun memberi pesan kepada setiap satuan kerja perangkat daerah terkait untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Untuk Dinas Sumber Daya Air harus memastikan setiap pompa sudah berada di lokasi rawan.
Untuk dinas sosial, harus dipastikan bantuan pascabencana dapat terealisasi dengan baik di lapangan. Mulai dari dapur umum hingga penyembuhan trauma kepada korban, terutama anak-anak.
Sementara untuk dinas kesehatan, ujar Heru, harus memberikan informasi yang benar terkait risiko penyakit apa yang bisa menjangkiti masyarakat saat banjir. Termasuk adanya kabar tentang nyamuk Wolbachia. ”Jangan sampai masyarakat salah paham,” katanya.
Penyakit rentan
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menjelaskan, menghadapi risiko bencana banjir, pihaknya sudah menginventarisasi kekuatan sumber daya manusia dan logistik, termasuk obat-obatan yang dibutuhkan pada setiap fasilitas kesehatan. ”Inventarisasi itu dibuat berdasarkan estimasi data empiris yang diperoleh dari kejadian di tahun-tahun sebelumnya.
Ani menyebut beberapa penyakit yang mungkin menjangkiti korban banjir, seperti diare, leptospirosis atau demam banjir, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan atas, dan sejumlah penyakit lain, termasuk demam berdarah dengue. Berbagai intervensi pun dilakukan, seperti mengajak masyarakat menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta melakukan beragam program bersih-bersih sarang nyamuk.
Terbaru, ada intervensi berupa program nyamuk Wolbachia yang diharapkan mampu menurunkan populasi dari nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan demam berdarah dengue. ”Dengan cara ini, diharapkan risiko penyakit yang mewabah pada musim hujan dapat ditekan,” ucap Ani.
Ahli hidrologi dari World Resources Institute (WRI), Yudhistira Satya Pribadi, menyebut, persiapan penanggulangan banjir harus dilakukan secara menyeluruh, tetapi juga harus melibatkan daerah lain. Jakarta sebagai wilayah hilir dari aliran sungai tentu akan terkena dampak besar jika tidak ada intervensi dari pemerintah daerah yang berada di hulu sungai.
”Penanganan bencana mesti komprehensif hingga daerah hulu, melibatkan pemda di Bogor dan Depok, Jawa Barat,” kata Yudhistira.