Hujan deras, serta luapan Kali Baru dan Kali Ciliwung menyebabkan banjir di 54 RT se-Jakarta.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY, RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 54 RT kebanjiran setelah hujan deras di Jakarta, Minggu (5/11/2023) dini hari. Untuk mencegah banjir tidak semakin parah dan terus berulang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan normalisasi Kali Ciliwung sepanjang 17 kilometer bisa tuntas tahun depan. Proyek ini merupakan bagian dari rencana induk sistem pengendalian banjir dari hulu hingga hilir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta melaporkan, hujan terjadi dengan intensitas sedang hingga lebat pada Sabtu (4/11/2023). Akibatnya, terjadi banjir setinggi 30-250 cm di 54 RT lantaran Kali Ciliwung meluap. Dari 54 RT itu, 2 RT berada di Jakarta Selatan, dan 52 RT di Jakarta Timur. Akibat banjir, sebanyak 15 warga di Kampung Melayu, Jakarta Timur, pun harus mengungsi.
Selain di Kampung Melayu, daerah lainnya yang terdampak banjir ialah Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Di Rawajati, ketinggian air mencapai 60 cm. Banjir kali ini merupakan yang pertama dalam kurun tiga tahun terakhir di wilayah tersebut.
Apoy, ketua RT 003 RW 003 Kelurahan Rawajati, menuturkan, kawasan mereka kerap banjir karena dekat dengan aliran Kali Ciliwung. Banjir kali ini terjadi sejak pukul 03.00 dini hari. ”Debit air Kali Ciliwung naik dan meluap dengan cepat,” ujarnya.
Saat ini, 10 keluarga di Rawajati yang rumahnya berada di dekat Kali Ciliwung sudah tergenang. Mereka mulai mengungsikan barang dan kendaraannya ke tempat yang lebih tinggi .
Apoy menambahkan, banjir selalu terjadi setiap kali hujan deras mengguyur. Akan tetapi, warganya tak tinggal diam. Mereka membersihkan saluran air (gorong-gorong), memperbanyak kawasan resapan air, dan menanam sejumlah tanaman dan pohon. ”Debit air terlalu besar, usaha kami tidak berdampak signifikan,” katanya.
Rusli (50), warga Rawajati, dan warga lainnya, memahami risiko bermukim dekat Kali Ciliwung. Banjir yang hampir setiap tahun berkunjung membuat warga membangun rumah dua lantai dan tidak terlalu banyak meletakkan barang di lantai dasar.
Padahal, air jika dikelola dengan benar akan memberikan dampak baik bagi perkembangan kota. Sebaliknya, jika pengelolaannya tidak benar bisa menimbulkan bencana, salah satunya banjir.
Kali terakhir banjir terjadi tahun 2020. Waktu itu banjir cepat surut. ”Saya berharap banjir besar tidak terjadi. Kalaupun ada banjir bisa segera surut,” ujarnya.
Koordinator Sobat Air Jhon Wiliam Chandra menyebutkan, banjir merupakan dampak dari banyaknya kawasan yang tidak menerapkan ruang terbuka biru yang tepat. Ruang itu dijajah dengan berdirinya bangunan sehingga ruang untuk air mengalir sangat terbatas.
Padahal, air jika dikelola dengan benar akan memberikan dampak baik bagi perkembangan kota. Sebaliknya, jika pengelolaannya tidak benar bisa menimbulkan bencana, salah satunya banjir.
Normalisasi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat, banjir terjadi karena hujan deras serta luapan Kali Baru dan Kali Ciliwung. Pemprov DKI Jakarta menargetkan normalisasi Kali Ciliwung sepanjang 17 kilometer dengan alokasi anggaran Rp 2,85 triliun pada 2024.
Normalisasi tersebut merupakan kelanjutan dari normalisasi Kali Ciliwung sepanjang 16 kilometer sejak tahun 2013. Normalisasi melewati 18 kelurahan, yakni dari Pasar Minggu sampai Manggarai.
Pemprov DKI Jakarta menargetkan normalisasi Kali Ciliwung sepanjang 17 kilometer dengan alokasi anggaran Rp 2,85 triliun pada tahun 2024.
Normalisasi bertujuan mengembalikan lebar Kali Ciliwung menjadi kondisi normal, yakni 35-50 meter. Pekerjaannya mencakup perkuatan tebing, pembangunan tanggul, pembangunan jalan inspeksi dengan lebar 6 meter hingga 8 meter di sepanjang sisi Kali Ciliwung, meningkatkan kapasitas tampung alir dari 200 meter kubik per detik menjadi 570 meter kubik per detik, serta penataan kawasan di sekitar kali.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Ika Agustin Ningrum mengatakan, salah satu penghambat normalisasi adalah tidak adanya hak kepemilikan lahan yang sah oleh warga di bantaran kali. Hal itu memerlukan pendekatan langsung dengan warga agar ada jalan keluar tanpa merugikan pihak mana pun.
Dalam normalisasi ini, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta fokus di segmen Cililitan, Rawajati, dan Cawang. Sementara dalam pengerjaannya, fokus Dinas SDA pada tahun 2024 ialah pembangunan waduk, pengadaan tanah, sarana prasarana sungai, pompa air, layanan aspirasi masyarakat, dan operasional pengendali banjir.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah menyarankan Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta agar menggandeng satuan kerja perangkat daerah lain yang punya lahan tidak terpakai untuk dijadikan waduk atau embung. Dengan demikian, anggaran pembelian lahan dapat dikurangi dan dioptimalkan untuk upaya-upaya lain pengendalian banjir Jakarta.