LRT Jabodebek, Moda yang Dinantikan, tetapi Kurang Persiapan
Masalah teknis pada LRT Jabodebek mengindikasikan penyedia sarana belum punya rencana saat terjadi kendala operasional.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Sejak pertama kali beroperasi pada 28 Agustus 2023, LRT Jabodebek diharapkan dapat menjadi moda transportasi pilihan warga yang memudahkan mereka dari dan menuju Ibu Kota atau kota penyangga. Beroperasinya kereta tanpa masinis ini pun sangat dinantikan dan mengantongi ekspektasi lebih dari masyarakat, sebab pembangunan proyek itu sudah dilakukan sejak 2015 dan menghabiskan dana hingga Rp 32,6 triliun.
Akan tetapi, masyarakat harus mengubur ekspektasi yang terlalu tinggi ketika kereta ini terus dirundung berbagai gangguan. Setelah sempat mengalami gangguan pintu kereta, padamnya aliran listrik, dan gangguan persinyalan di beberapa stasiun, kini bagian roda di beberapa kereta mengalami keausan yang menyebabkan sebanyak 103 perjalanan LRT Jabodebek dibatalkan. LRT Jabodebek kini hanya menjalankan 9 dari 16 rangkaian kereta.
Imbasnya, jarak waktu antarkereta atau headway LRT Jabodebek lebih lama, bahkan hingga satu jam pada jam nonsibuk. Padahal, saat beroperasi normal, headway antarkereta hanya 7,5 menit hingga 15 menit.
Berdasarkan jadwal keberangkatan LRT Jabodebek, Senin (30/10/2023), rata-rata headway sekitar 30 menit. Akan tetapi, headway pada pukul 10.30 hingga pukul 15.30 pada relasi Dukuh Atas-Jatimulnya mencapai satu jam. Begitu pula halnya pada pukul 09.30 hingga pukul 14.30 pada relasi Jatimulya-Dukuh Atas. Kondisi headway satu jam juga terjadi pada relasi Dukuh Atas-Harjamukti pada pukul 09.42 hingga pukul 14.42 dan relasi Harjamukti-Dukuh Atas pada pukul 09.42 hingga pukul 14.42.
Sebagai pengguna LRT Jabodebek sehari-hari, Wahyudi Arifin (32) mengatakan, terjadinya keausan roda yang menyebabkan perpanjangan headway dapat menurunkan minat penumpang, terlebih bagi pekerja yang mengejar waktu pada pagi hari. Wahyudi pun harus datang lebih pagi ke stasiun demi tidak tertinggal kereta.
”Jadi, untuk mengatur waktu agar tidak telat kerja, saya sebisa mungkin pukul 06.20 sudah di Stasiun Jatimulya. Kalau tertinggal kereta pada pukul 06.30, setidaknya saya bisa ikut kereta pada pukul 07.00,” tutur karyawan swasta asal Bekasi ini yang setiap hari naik kereta relasi Jatimulya-Kuningan.
Wahyudi sangat menyesalkan adanya keausan pada roda kereta padahal baru beroperasi dua bulan. Padahal, menurut dia, LRT Jabodebek masih memiliki PR yang dapat memengaruhi turunnya animo warga untuk naik moda berbasis listrik ini. Pertama, terkait ketersediaan angkutan pengumpan menuju dan dari LRT Jabodebek dan kedua terkait tarifnya yang menurut sebagian warga mahal.
”Menurut saya, perencanaan dan antisipasi jika terjadi sesuatu pada moda ini masih kurang. Saya pun sangat menantikan moda ini dari beberapa tahun lalu. Semoga setelah ini tidak ada gangguan lagi dan kereta bisa berjalan normal kembali,” katanya.
Terlepas dari misdesain prasarana atau sarana, lebih baik penyedia menyiapkan atau memprediksi potensi kendala.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang juga menyesalkan keausan roda dan kurangnya mesin bubut roda LRT Jabodebek. Dua masalah teknis itu mengindikasikan penyedia sarana belum punya rencana jika terjadi kendala operasional.
”Ketika roda aus, tidak ada stok. Terlepas dari misdesain prasarana atau sarana, lebih baik penyedia menyiapkan atau memprediksi potensi kendala. Untuk roda minimal ada 30 persen cadangan,” tutur Deddy.
Atas situasi ini, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan disarankan membentuk tim independen untuk audit kendala operasi LRT Jabodebek. Keausan roda, misalnya, ditelusuri penyebabnya dari sisi sarana atau prasarana.
Menurut Deddy, kereta antarkota, kereta rel listrik, dan kereta cepat dengan kecepatan 100 kilometer (km) per jam atau lebih biasanya baru mengganti roda ketika sudah menempuh perjalanan 1,5 juta km. Maka, penggantian roda kereta ringan seperti LRT dengan kecepatan maksimal 90 km per jam semestinya lebih lama.
Lanjutnya, dalam operasional, kecepatan LRT Jabodebek di bawah 90 km per jam. Kecepatan semakin turun sampai 20 km per jam saat melewati tikungan tajam seperti longspan Kuningan dan longspan Cawang.
”Kecepatannya rendah. Lintasannya juga tidak berkelok seperti LRT Palembang. Jadi mesti dikaji perlu tambah ketebalan rel 20 mm supaya awet atau bagaimana,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membantah anggapan bahwa pembangunan LRT Jabodebek dilakukan tanpa perencanaan matang. Namun, ia juga mewanti-wanti bahwa pengoperasian moda tersebut tidak akan berjalan mulus, sebab konstruksi LRT Jabodebek merupakan yang pertama kali dikerjakan secara mandiri oleh anak bangsa.
”Jangan mengharapkan ini nanti operasi semuanya sempurna. Enggak, pasti ada perbaikan-perbaikan sistem, teknis, dan lain-lainnya. Ini (keretanya) adalah produksi INKA, konstruksinya juga dikerjakan oleh kita sendiri (Adhi Karya), semuanya oleh kita sendiri. Jadi, kalau ada kurang-kurang, ya, harus kita maklumi, tetapi kita perbaiki,” kata Presiden saat uji coba LRT Jabodebek (Kompas.id, 3/8/2023).
Evaluasi
Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal memastikan tengah mengevaluasi kendala operasional LRT Jabodebek agar tidak ada masalah keamanan dan keselamatan. Masalah itu antara lain keausan roda dan terbatasnya mesin bubut roda.
”Mencegah supaya tidak ada permasalahan dari sisi perkeretaapian. Saya sudah berbicara dengan LRT Jakarta agar mesin bubut mereka bisa dimanfaatkan untuk mempercepat pembubutan roda LRT Jabodebek,” kata Risal seusai groundbreaking LRT Jakarta fase 1B Velodrome ke Manggarai, Senin (30/10/2023).
LRT Jabodebek memiliki satu mesin bubut. Butuh waktu sepekan untuk pembubutan satu rangkaian kereta. Manajemen pun meminta Kementerian Perhubungan agar menambah satu mesin bubut roda.
Risal menekankan upaya meningkatkan keamanan dan keselamatan adalah utama. Maka, kendala operasional diatasi satu per satu agar tidak sampai terjadi masalah atau musibah.
”Kami mencegah dan perbaiki dari temuan yang ada. Pokoknya perbaiki layanan LRT Jabodebek,” ujarnya.
Dalam mengatasi masalah keausan roda pada beberapa trainset atau rangkaian kereta, Manajer Public Relations LRT Jabodebek Kuswardoyo mengatakan, PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah memesan 1.000 unit roda ke PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA. Pemesanan roda tersebut diharapkan tersedia paling lama pada Januari 2024. Pengiriman itu akan dilakukan secara bertahap.
Menurut Kuswardoyo, masalah keausan roda baru muncul setelah LRT Jabodebek beroperasi secara komersial sehingga pihaknya tidak ada persiapan untuk mengatasi permasalahan itu. Sementara itu, tujuh rangkaian kereta LRT lainnya masuk bengkel untuk perawatan roda.
Manajemen LRT Jabodebek saat ini juga membatasi kecepatan kereta hingga 50 persen demi mengurangi gaya gesek antara roda dan rel agar kepingan roda LRT tak cepat aus. Pembatasan kecepatan hanya dilakukan di beberapa titik yang sudah ditentukan. Kelima titik tersebut ialah di rel Stasiun Kampung Rambutan-TMII, Stasiun TMII-Cawang, Stasiun Dukuh Atas-Setiabudi, Stasiun Kuningan-Pancoran, dan Stasiun Halim-Cawang.
Selain itu, pihak LRT Jabodebek juga membuat alat spray untuk menyemprotkan oli secara otomatis. Hal ini diharapkan bisa mengurangi gesekan agar roda tak cepat aus.