Lunturnya Oase Hijau Kota di Tengah Kemarau
Akibat musim kemarau, sejumlah taman di Jakarta mengalami kekeringan. Padahal, banyak masyarakat yang menjadikan taman sebagai salah satu kebutuhan, apalagi di tengah buruknya kualitas udara di lingkungan terbuka.
Terik mentari dan embusan angin siang itu menerbangkan debu di Taman Langsat, Kramat Pela, Jakarta Selatan, Kamis (7/9/2023). Fazril (32) dan istri serta dua anak kembarnya yang baru beberapa menit memasuki kawasan taman mulai terlihat kurang nyaman. Apalagi, dua anaknya yang berusia sekitar 2 tahun tampak rewel karena kepanasan dan terus meminta meninggalkan taman tersebut.
Di sisi berseberangan lima angsa terdengar riuh bersahutan. Seekor angsa terus memanggil, memberi sebuah isyarat. Seketika empat angsa lainnya mendekat untuk mengerubungi sebuah kubangan dengan sejumlah air untuk mereka minum.
Dua kejadian itu jadi gambaran adanya perubahan di Taman Langsat. Musim kemarau yang tengah berlangsung saat ini membawa banyak dampak, termasuk perubahan sistem ekologi di sejumlah taman di Ibu Kota.
Baca Juga: Arti Penting Taman bagi Masyarakat Perkotaan
Pohon-pohon masih kokoh berdiri di sepanjang taman seluas 3,6 hektar ini. Namun, tanaman kecil, seperti rerumputan, berubah dari rimbun kehijauan kini menipis kecoklatan. Sebagian besar sisi rumput yang menipis menyisakan tanah menggundul.
Ketika angin berembus, debu bertebaran di seantero taman. Daun-daun pohon lebih rendah, tampak kecoklatan, dihinggapi debu-debu saat terik mentari dan angin siang tengah berlangsung.
Kubangan air raksasa dari danau di taman ikut mengering. Bekas cekungan danau itu kini hanya memperlihatkan rerumputan yang mengering dengan tanah tandus di sekitarnya. Selain itu, terdapat sejumlah bekas jejak kaki petugas yang membersihkan sampah dan dedaunan di kubangan itu.
”Jadinya enggak senyaman dulu. Dulu danaunya hijau, banyak tanaman di atasnya, banyak bebek dan angsa. Sejuk ngeliatnya. Sekarang berubah, tapi wajar sih, kan, sekarang musim kemarau. Harus bersabar dulu sampai musim hujan lagi biar danau dan tanaman bisa hijau kembali,” kata Fazril.
Para pengunjung perlu bersabar menjadikan taman sebagai oase, menikmati suasana hijau di tengah Jakarta. Santika Dwi (19) bersama empat rekannya tampak kesulitan mencari lokasi di sekitar Taman Langsat.
Jadinya enggak senyaman dulu. Dulu danaunya hijau, banyak tanaman di atasnya, banyak bebek dan angsa. Sejuk ngeliatnya. Sekarang berubah, tapi wajar sih, kan, sekarang musim kemarau.
Area rerumputan hijau biasanya menjadi tempat favorit menggelar tikar. Namun, rumput hijau yang telah berganti coklat ditambah debu yang sering membumbung mengurungkan niat Santika dan rekan-rekannya.
”Biasanya di sini banyak spot buat masang tikar, apalagi di pinggir danau. Tapi, sekarang terbatas,” ucapnya seraya kembali melanjutkan mencari sisi lain di taman.
Baca Juga: Wisata Taman Kota Tebet Eco Park Mulai Dilirik Warga
Tetap menjadi pilihan
Pemandangan taman yang mengering juga terjadi di sejumlah tempat, termasuk di Taman Ujung Leuser, Gunung, Jakarta Selatan. Feriandi (26), salah satu pengunjung, mengatakan, kendati suasananya berbeda, taman tersebut tetap menjadi pilihan untuk melepas penat.
”Dulu, kalau mau baring, tinggal rebahkan badan saja. Di bawah empuk dan bersih, sedangkan pohon banyak, jadi tidak terasa panas,” ucapnya sambil menunjukkan foto rumput di Taman Ujung Leuser sebelum mengering.
Suasana terik di Taman Ujung Leuser tidak jauh berbeda dengan di Taman Langsat. Rumput berubah kecoklatan dan gundul di beberapa sisinya. Sejumlah warga kini enggan rebahan di atas rumput, memilih merebahkan badan di pedestrian taman.
Asma Jaya, petugas pengelola Taman Ujung Leuser, mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk menjaga rumput tetap hijau. Menurut dia, air yang hanya disiramkan beberapa waktu tidak bisa membantu banyak menyelamatkan daya tumbuh rumput.
”Intensitas siramnya hanya berkala dengan air terbatas saat terkena matahari rumput jadi kering lagi,” katanya.
Sejumlah kalangan juga menyayangkan, tempat yang menjadi oase di tengah kota tersebut juga terdampak kemarau. Belum lagi, saat ini daerah dengan udara sehat makin sulit ditemui di tengah buruknya kualitas udara di Jabodetabek dalam beberapa waktu terakhir.
Baca Juga: Taman Kota, Cermin Kebahagiaan Warga
Agung Nugroho, pegiat lingkungan dari Pecinta Hujan Tropis Indonesia, menyayangkan kondisi sejumlah taman di Jakarta yang mengering. Padahal, menurut dia, saat ini taman-taman di Ibu Kota menjadi tempat bagi warga yang merindukan udara segar.
Dia menyebut, di tengah keadaan kualitas udara yang terus memburuk dan kemarau yang membuat siang semakin terik, taman seharusnya menjadi pilihan masyarakat sebagai tempat pelarian untuk mencari udara segar.
Baca Juga: Dahaga Bertamasya di Taman Kota Jakarta
”Di sekitar sini banyak perkantoran serta beberapa sekolah. Lokasi ini seharusnya bisa menjadi tempat melepas penat dan mencari udara segar. Seharusnya ada upaya untuk memastikan tempat ini tetap nyaman bagi masyarakat,” ujarnya saat tengah mengunjungi Taman Langsat.
Agung menyebut, keringnya taman-taman perlu mendapat perhatian. Menurut dia, sejumlah taman milik pemerintah seharusnya memiliki teknologi yang memadai untuk memastikan tumbuhan tetap bertahan saat musim kemarau.
”Rumput lapangan golf, rumput stadion sepak bola, bisa kok tetap hijau. Kalau ada kemauan, seharusnya itu dimanfaatkan. Karena taman juga jadi bagian dari kebutuhan masyarakat,” katanya.
Baca Juga: Arti Penting Taman bagi Masyarakat Perkotaan
Kebutuhan masyarakat urban
Dalam catatan Kompas, taman kota memegang peranan penting dalam tatanan masyarakat urban di kota metropolitan. Pengaruh kesenjangan antarkelompok sosial bisa berpengaruh pada motivasi mengunjungi taman kota.
Hasil jajak pendapat Kompas pada Mei 2022 menyebutkan, dalam sebulan, 78,9 persen responden yang mengunjungi taman kota minimal sekali dalam sebulan berasal dari kelompok masyarakat menengah bawah dan bawah.
Rumput lapangan golf, rumput stadion sepak bola, bisa kok tetap hijau. Kalau ada kemauan, seharusnya itu dimanfaatkan. Karena taman juga jadi bagian dari kebutuhan masyarakat.
Masyarakat menengah bawah dan bawah ini menjadikan taman sebagai oase pelarian untuk menikmati fasilitas olahraga, kuliner, serta hak menikmati ruang terbuka hijau. Ada sebanyak 73,8 persen menjadikan taman kota sebagai tempat rekreasi.
Dalam jajak pendapat tersebut, mayoritas responden melihat taman kota memiliki manfaat sebagai sumber udara bersih kota serta sarana rekreasi. Hal ini menunjukkan kebutuhan mereka pada taman kota, sebagai pelarian bertemu udara bersih serta menepi dari hiruk-pikuk kota.
Merawat dan menjaga taman kota tetap hijau lagi teduh di tengah serangan panas kemarau diharapkan dilakukan oleh pihak-pihak yang mendapat mandat tugas terkait. Ini semua agar kaum urban tak kehilangan oasenya dan tetap memiliki ruang untuk ”ngadem”.