Dahaga Bertamasya di Taman Kota Jakarta
Tebet Eco Park bak oase di tengah kebutuhan warga Jakarta dan sekitarnya akan tamasya di ruang terbuka hijau yang gratis dengan fasilitas lengkap.
Bagi warga Jakarta dan sekitarnya yang tidak mudik, berwisata atau pergi ke pusat perbelanjaan menjadi salah satu alternatif liburan. Tak pelak, kedua tempat itu penuh hingga disesaki pengunjung, seperti di Tebet Eco Park.
Berada di Jakarta Selatan, taman yang diresmikan pada 24 April lalu itu bisa diakses dengan moda angkutan umum. Moda transportasi itu, di antaranya kereta komuter, bus Transjakarta, angkutan daring, dan taksi.
Jika menggunakan kereta komuter, turunlah di Stasiun Cawang. Lalu, dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 1 km atau menggunakan angkutan daring yang banyak ditemui di sekitar stasiun, seperti dilakoni Aulia (45), warga Tanah Abang, Jakarta Pusat yang datang ke Tebet Eco Park bersama dua anaknya.
Meski harus menyambung angkutan umum dengan angkutan daring, ia tidak kecewa dengan fasilitias yang ada di taman. Hanya saja, ia tak menyangka taman seluas 7,3 hektar tersebut bakal dipadati pengunjung. “Mungkin karena gratis dan ada arena permainan untuk anak-anak. Saya lihat banyak keluarga datang dengan anak-anak di bawah lima tahun,” ujarnya.
Kamis (5/5/2022) pukul 11.50, total pengunjung di Tebet Eco Park mencapai 1.488 orang dari kapasitas 1.500 pengunjung berdasarkan pemindaian aplikasi Peduli Lindungi.
Taman yang semula bernama Taman Honda ini direvitalisasi oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Revitalisasi dikerjakan dengan mengusung konsep harmonisasi antara ekologi, sosial, edukasi, dan rekreasi.
Seusai revitalisasi, anak-anak yang diajak orangtua bisa bermain di arena permainan yang disediakan. Ada trampolin, ayunan, seluncuran, dan jungkat-jungkit. Tersedia pula area rekreasi bagi pengunjung untuk sekadar lesehan di atas rerumputan, bersantai di bangku panjang ataupun bangku malas sembari menikmati pepohonan rindang, bunga, dan aliran kali.
Sepanjang mengitari taman, Aulia bertanya-tanya tentang sungai yang ada di tengah taman. Airnya keruh dan tercium aroma tak sedap. "Sekarang ini saja di siang terik begini bau kali tercium,” katanya.
Sama halnya dengan Hismawati (47), warga Ciledug, Kota Tangerang, yang datang ke Tebet Eco Park bersama anaknya, Kinanti (12). Ia senang dengan keberadaan taman dan berharap ada pengelolaan yang lebih baik pada sungai di tengah taman, serta akses ke taman bisa lebih mudah. “Tamannya rindang, banyak pohon. Tapi bau kalinya mengganggu,” tuturnya.
- Baca Juga : Wisata Taman Kota Tebet Eco Park Mulai Dilirik Warga
- Baca Juga : Menikmati Jakarta dari Atas Bus Wisata Saat Pandemi
Muhammad Arief, Operator Pengelola Tebet Eco Park menjelaskan, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota sudah bekerja sama dengan Dinas Sumber Daya Air untuk pengelolaan sungai di tengah taman. “Kami berupaya maksimal membersihkan kali,” katanya.
Namun, ada hal yang membuat Arief selaku pengelola mengelus dada, yakni perilaku pengunjung taman. Petugas kebersihan taman dibuat bekerja ekstra lantaran pengunjung seenaknya membuang sampah. Padahal, jelas-jelas di sepanjang jalur ataupun sudut-sudut taman disediakan tempat sampah.
“Petugas memang akan membersihkan, kita juga sudah mengingatkan lewat pengeras suara supaya membuang sampah di tempatnya. Namun, perilaku itu masih terjadi,” lanjutnya.
Selain sampah, akses angkutan umum ke taman masih terbatas sehingga banyak yang menggunakan kendaraan pribadi. Akibatnya, kantong-kantong parkir penuh sehingga mobil dan sepeda motor parkir di jalan sekeliling taman.
Bila tidak direspons dengan tepat, taman yang seharusnya bisa memberikan suasana baru malah menjadi sumber masalah baru bagi warga di sekitar taman. Apalagi, selama libur Lebaran ini jumlah pengunjung taman terus bertambah. Rata-rata per hari dalam tiga hari terakhir libur lebaran ada 8.000 orang. “Ini kami juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta,” ucapnya.
Tamasya
Tebet Eco Park juga dilengkapi dengan sejumlah fasilitas yang menarik. Ada jembatan meliuk "infinity link bridge" yang menghubungkan area taman sisi selatan dan sisi utara, zona komunitas berkebun, taman tematik, dan plaza. Semuanya melengkapi pepohonan rindang di seluruh taman.
Untuk menjaga taman dan seisinya, lewat pengeras suara, berulang kali pengelola taman mengingatkan jam kunjungan, penggunaan Peduli Lindingi, protokol kesehatan, dan menjaga kebersihan taman.
Diingatkan pula, permainan trampolin hanya untuk anak usia 3-13 tahun dengan peruntukan satu anak di satu trampolin, sepeda dituntun karena tidak boleh digunakan dalam taman, atau parkir pada tempat yang disediakan.
Terdapat kamera pengawas atau CCTV yang merekam pengunjung membuang sampah dan meludah sembarangan, merusak fasilitas, dan hal lain yang dilarang. Mereka ini bakal didenda sesuai Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Siang itu, Cipto Wiyono (42) beristirahat di bawah pohon sambil mengawasi dua anaknya yang tak henti bermain. Warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat ini menenggak air minum kemasan untuk meredakan haus dan lelah setelah berkeliling taman. "Taman ini bagus, luas, dan ramai sekali. Anak-anak tidak bosan lari ke sana ke mari," ujarnya yang terus dipanggil anak-anak untuk ikut bermain.
Anaknya yang berusia 2 tahun dan 8 tahun terbiasa berkunjung ke taman atau RPTRA di Cempaka Putih, Rawasari, dan Tanah Tinggi. Ketika ditutup seiring pandemi Covid-19, sulit mencari ruang terbuka lain untuk anak-anak bermain.
"Anak butuh ruang gerak. Di rumah terus, mereka jenuh karena gerak terbatas. Begitu sampai di sini (Tebet Eco Park) mereka main sampai tidak mau berhenti," katanya.
Agus (58) tak ketinggalan. Warga Setiabudi, Jakarta Selatan ini momong cucunya yang berusia tiga tahun berkeliling taman. Dia geleng-geleng kepala melihat hasil revitalisasi taman tersebut.
"Dulu taman ini tidak terawat. Sekarang bagus betul. Gratis pula, jadi masyarakat kecil kayak saya bisa nikamti. Tak usah pikir ongkos," selorohnya sambil menenangkan cucu dalam gendongannya yang merengek tidak mau pulang.
- Baca Juga: Monas dan Kota Tua Jakarta Ramai Pengunjung
- Baca Juga: Kawasan Puncak Bogor Memanen Berkah Lebaran
Omongan Agus ada benarnya. Pertama, dahulu areal Tebet Eco Park diokupasi sekelompok warga yang mendirikan tempat usaha, seperti tempat mengepul barang bekas, warung, dan bengkel, juga rumah tinggal tanpa izin. Pemerintah berulang kali menertibkan bangunan liar hingga dibangun pagar keliling dan petugas Satuan Polisi PP yang berjaga.
Kedua, taman ataupun teman wisata yang gratis dan ongkosnya terjangkau di Ibu Kota dipadati pengunjung selama libur Lebaran. Warga berduyun-duyun ke Monumen Nasional atau Monas meskipun masih tutup untuk umum. Mereka piknik bersama keluarga, melepas penat, dan sekadar jalan-jalan di seputaran situ.
Warga juga memadati Kota Tua Jakarta mulai dari Stasiun Jakarta Kota, Halte Transjakarta Kota, hingga Taman Fatahillah. Jumlah pengunjung bahkan melampaui kapasitas 1.000 orang berdasarkan pemindaian Peduli Lindungi.
Jakarta sejak era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo, dilanjutkan oleh Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, hingga Anies Baswedan menaruh perhatian dalam penambahan ruang terbuka hijau dan penataan ruang kota yang lebih humanis. Namun, ruang terbuka hijau yang terbangun belum mencapai target undang-undang.
Merujuk informasi ruang terbuka hijau Provinsi DKI Jakarta di laman Jakarta Satu,luas total ruang terbuka hijau di Ibu Kota sebanyak 33,30 kilometer persegi. Cakupan tersebut sebesar 5,178 persen dari luas total wilayah Ibu Kota yang mencapai 664,01 kilometer persegi (BPS DKI Jakarta: Luas Daerah Menurut Kabupaten/Kota (Km2), 2018-2020).
Luasan 33,30 kilometer persegi itu terdiri dari 2.351 ruang terbuka hijau, 1.710 jalur hijau, 1.335 taman lingkungan, 133 taman interaktif, 107 hutan kota, 41 taman kota, 18 lapangan olahraga, 17 kebun bibit, 10 taman rekreasi, dan lainnya, seperti pemakaman serta belum diketahui.
Sebarannya, 26,14 persen di Jakarta Timur, 24,92 persen di Jakarta Selatan, 20,88 persen di Jakarta Utara, 12,72 persen di Jakarta Pusat, 8,65 persen di Jakarta Barat, dan 6,62 persen.
Jumlahnya jauh dari ideal sesuai amanat Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang berbunyi proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.