Salah satu indeks kebahagiaan warga adalah tersedianya akses memadai bagi warga terhadap ruang publik, termasuk taman kota.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
Pembukaan sejumlah taman di Kota Bogor, Jawa Barat, meski masih dibatasi maksimal 75 persen pengunjung dan waktu hingga pukul 17.00, disambut antusias warga. Keberadaan taman kota atau ruang terbuka hijau tak sekadar sebagai fungsi estetika dan keindahan kota semata, tetapi juga fungsi lainnya seperti kesehatan jiwa warganya.
Setelah tutup lama demi mencegah penyebaran kasus Covid-19, taman-taman seperti Alun-alun Kota Bogor dan Sempur kembali dibuka. Taman-taman itu mulai diramaikan oleh kunjungan anak muda hingga orangtua yang membawa serta anaknya untuk berolahraga, bermain, atau sekadar duduk menikmati udara segar dengan hamparan rumput hijau dan deretan pepohonan.
Keberadaan taman-taman kota di Kota Hujan ini tak hanya memperlihatkan unsur keindahan, tetapi juga banyak fungsi lainnya yang bisa dirasakan warga. Seperti kedatangan Ginaya Tira (34) bersama suami dan kedua anaknya di Alun-alun Kota Bogor.
”Praktis selama pandemi banyak taman di sini tutup. Aktivitas banyak di rumah dan lingkungan sekitar saja yang monoton dan bosan. Kita yang dewasa saja merasakan itu, apalagi anak-anak. Jadi, pas bawa anak-anak ke taman ini senang banget, main terus lari-lari bebas. Kami orangtua senang, anak-anak bisa lepas dari handphone,” tutur perempuan asal Tajur itu, Rabu (18/3/2022).
Menurut Ginaya, keberadaan taman kota sangat penting sebagai ruang belajar, bermain, berolahraga, dan berekreasi bagi anak-anak yang terbilang aman, sehat, dan menyenangkan.
”Saya enggak tahu, ini cuma saya atau orangtua lainnya juga sama. Anak-anak itu di rumah saja atau ditambah sekolah jarak jauh, jadi emosian, marah-marah, malas bergerak, pegang handphone melulu. Padahal, dulu Gea (anak pertama usia 7 tahun) enggak seperti itu. Ini, kan, mengkhawatirkan. Makanya pas ajak ke sini, senang banget dia,” ujar Ginaya.
Kegembiraan serupa dirasakan Chiko (16) dan kawan-kawannya yang bisa kembali ke kompleks Taman Sempur. Fasilitas gratis bermain di lapangan basket mereka manfaatkan untuk berolahraga, selain karena sekian lama tak berkumpul.
”Simpel, karena gratis. Senang Sempur bisa buka. Kita olahraga lagi, joging dan basket. Kalau fasilitas olahraga lain bayar, kalau di taman gratis dan ruang terbuka pula, udara lebih segar. Untuk Pak Wali, mungkin perbanyak area olahraga di taman-taman, jadi ada pilihan lain. Jangan tutup lagi tamannya, biarkan buka terus, tetap dengan pengawasan park ranger, tak masalah,” tutur Chiko.
Hal senada diutarakan Fahmi Ilham (17). Menurut dia, taman-taman kota jangan ditutup agar ia dan teman-teman bisa sering berkumpul dan bermain skateboard.
Seiring pembukaan taman-taman kota, Fahmi berharap, ruang-ruang kegiatan dan kesenian lainnya juga kembali dihidupkan. Sejak pandemi, kegiatan-kegiatan itu tak lagi hadir menyapa atau memberikan kesempatan anak muda untuk berekspresi.
”Memang sudah jarang, kayaknya enggak pernah, deh, ada kegiatan. Paling hanya musik baru-baru ini. Senang Bogor banyak taman dan area publik karena kita bebas dan gratis, hanya bayar parkir Rp 1.000-Rp 2.000. Masak mau senang harus mahal. Mau senang murah, ya di taman,” ucap Fahmi.
Wajah kota
Ahli lanskap kota Nirwono Joga mengatakan, ruang terbuka hijau berupa taman kota menjadi cermin dari wajah suatu kota. Kerinduan akan taman yang hijau oleh pohon, tanaman hias, bangku-bangku, area olahraga, dan fasilitas penunjang lainnya sangat beralasan membuat warga akan selalu datang menikmatinya.
Jika dibedah satu per satu, taman memiliki banyak fungsi, seperti menciptakan estetika keindahan kota, ekologis, ekonomi, sosial-budaya, edukasi, dan kesehatan warga.
”Dari taman ada kebutuhan dan kepentingan luas di situ yang menjadi milik bersama tak bersekat oleh latar belakang. Itu cermin wajah kota yang bahagia, warga yang senang dan bahagia karena keberadaan taman yang menghidupkan sosial dan budaya, hingga menjadi identitas kota itu,” kata Nirwono.
Kota-kota di dunia yang memiliki lahan terbuka hidup, kata Nirwono, memperlihatkan indeks kebahagiaan. Ruang ekspresi dengan interaksi antarwarga menciptakan jalinan untuk saling menjaga.
Permasalahan perkotaan di Indonesia, khususnya yang tak tertata dengan baik, salah satunya dengan minimnya ruang terbuka hijau, berpotensi menimbulkan gesekan dan kecurigaan.
Ini yang harus dijaga di Kota Bogor. Mempertahankan atau bahkan semakin banyak membuat taman kota.
Tak heran pula di kota yang minim ruang terbuka hijau atau taman, warganya atau anak muda sering berselisih sehingga mengganggu ketertiban umum. Tingkat stres tinggi ditambah sempitnya ruang dialog dan berekspresi kerap menciptakan kota menjadi tidak aman.
Pola dan perkembangan industrialisasi saat ini melupakan ruang terbuka hijau yang semestinya hadir di tengah dinamika warga agar mempersempit gesekan sosial.
Dibandingkan dengan kota lainnya di Jabodetabek, menurut Nirnowo, Kota Bogor adalah salah satu kota yang cukup baik menata kota dalam hal ruang terbuka hijau. Hal itu dinilai sangat positif untuk menciptakan kebahagiaan warganya serta menjaga kualitas pencemaran udara dan kerusakan lingkungan lainnya akibat pola industrialisasi yang pesat.
”Ini yang harus dijaga di Kota Bogor. Mempertahankan atau bahkan semakin banyak membuat taman kota. Sudah ada alun-alun, terbaru. Pembangunan fisik yang berdampak pada lingkungan harus diperhatikan. Tata ruang kotanya mengarah ke kota hijau. Bogor punya modal untuk menjaga keseimbangan alam dan manusianya,” kata Nirwono.
Namun, secara persentase, ruang terbuka hijau di Kota Bogor yang termanfaatkan hanya sekitar 11 persen. Jika dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia, posisi Kota Bogor masih di bawah Kota Surabaya di Jawa Timur sebesar 30 persen ruang terbuka hijau dan Kota Malang 20 persen.
Wali Kota Bogor Bima Arya, Kamis (18/3/2022), menuturkan, dengan luas kota yang kecil, ruang terbuka hijau Kota Bogor sudah cukup termaksimalkan. Namun, untuk mengejar 20 persen ruang terbuka hijau, seperti yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), akan sulit.
”Indeks 20 persen itu mungkin akan sulit tercapai mengingat luas Kota Bogor tak seberapa. Belum lagi jika melihat kepemilikan lahan yang semuanya bukan milik kita. Sementara kebutuhan juga banyak,” kata Bima.
Namun, tambah Bima, bukan berarti pembangunan di Kota Bogor menyampingkan unsur manusianya. Pembangunan taman baru bisa saja ke depan bertambah.
”Selain taman, ruang-ruang itu bisa di kampung tematik. Itu yang sedang kami terus benahi. Ruang ekspresi dan dialog dengan kehadiran pengunjung luar bisa memberikan manfaat positif bagi warga. Tetap taman kota yang ada sekarang kita rawat dan jaga bersama sebagai ruang kehidupan dan lingkungan,” ujar Bima.