Alun-alun Kota Bogor Tak Sekadar Ada
Semangat membangun ruang terbuka hijau dan ruang publik harus diikuti dengan menjadikannya pusat orientasi baru penataan di sekitarnya.
Kehadiran Alun-alun Kota Bogor menjadi magnet bagi warga untuk berkunjung bersama keluarganya. Pemerintah Kota Bogor masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk mewujudkan alun-alun sebagai ruang interaksi yang ramah bagi warga.
Sejak diresmikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota Bogor Bima Arya pada Jumat (17/12/2021), Alun-alun Kota Bogor selalu ramai dikunjungi warga. Namun, empat hari kemudian hingga saat ini, Pemerintah Kota Bogor terpaksa menutup taman kota yang berada di antara kawasan Jalan Dewi Sartika dan Jalan Kapten Muslihat itu karena membeludaknya pengunjung.
Tak hanya mengantisipasi penularan Covid-19, tetapi penutupan itu juga untuk perawatan taman. Kunjungan warga ternyata membuat rumput terinjak-injak hingga rusak.
Sebelum ditutup, keramaian pengunjung di alun-alun itu dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk mencari untung. Sehari setelah diresmikan, warga yang memarkir kendaraan di sisi Jalan Dewi Sartika dipungut biaya parkir mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 10.000.
Juru parkir liar yang berjaga di sana juga tidak memberikan karcis. Sejumlah pengunjung sempat mempertanyakan biaya parkir yang mahal. Namun, akhirnya mereka tetap membayar sesuai dengan tarif yang diminta juru parkir liar itu.
Saat itu ada ratusan sepeda motor yang diparkir di sana. Bisa dibayangkan, berapa banyak pundi rupiah yang dikantongi para juru parkir liar dalam satu hari ”memalak” para pengunjung.
Jika banyak kantong parkir yang dikelola langsung oleh pemdanya, pasti tidak ada itu parkir ilegal atau pungli.
Kepala Kepolisian Resor Bogor Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro mengatakan, warga yang merasa dirugikan karena harus membayar mahal uang parkir dipersilakan melaporkan kepada pihak kepolisian. Di sisi lain, ia juga mengingatkan pengunjung Alun-alun Kota Bogor agar memarkir kendaraan di area yang sudah disiapkan di Blok M.
”Sudah ada area parkir resmi, silakan parkir kendaraan di situ. Kami juga sudah memasang rambu dilarang parkir di area depan (Jalan Kapten Muslihat) dan di samping (Jalan Dewi Sartika). Jadi,tidak ada lagi parkir liar. Jika sudah dibuka lagi, akan ada petugas agar tidak ada parkiran liar,” ujarnya.
Pengamat tata kota Nirwono Yoga menilai Pemkot Bogor masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam menata kawasan Alun-alun Kota Bogor. Perhatian Pemkot Bogor tidak hanya sebatas perawatan keindahan dan kerapian di area dalam taman, tetapi juga sisi area luar alun-alun, salah satunya terkait dengan parkir.
Dari ramainya kunjungan warga, meski saat ini Alun-alun Kota Bogor ditutup, kata Nirwono, pemkot harus mengantisipasi juru parkir liar yang tidak hanya merugikan warga, tetapi juga merugikan pemerintah daerah.
Untuk itu, Pemkot Bogor harus menyediakan parkir resmi yang mudah dijangkau warga. Dengan demikian, retribusi parkir resmi bisa digunakan untuk biaya penataan dan perawatan di kawasan yang sekarang menjadi wajah baru Kota Bogor tersebut.
Penataan itu, lanjut Nirwono, menetapkan kantong parkir legal di dekat ruang publik. Area parkir di sisi Jalan Dewi Sartika bisa diubah dan ditata ulang menjadi area parkir resmi.
Jika Pemkot Bogor ingin area tersebut steril dari kendaraan, harus ada area parkir resmi lainnya, dengan syarat menyediakan ruang untuk pejalan kaki atau trotoar yang ramah dan hijau menuju Alun-alun Kota Bogor dan sekitarnya
”Ini sudah menjadi kebiasaan kita untuk pasti cari parkir terdekat meski itu tidak resmi. Itu menjadi kesempatan oknum untuk memanfaatkannya. Padahal, kalau dari awal sudah ditata area parkirnya, itu bisa jadi pemasukan Pemkot Bogor yang itu pasti berdampak positif untuk warga. Jadi, sebelum dibuka kembali tamannya, Pemkot Bogor harus menata ulang dan melakukan pengawasan agar tidak ada parkir liar,” kata Nirwono, Jumat (7/1/2022).
Baca juga: Alun-alun, Wajah Baru dan Ruang Harmoni Kota Bogor
Penyediaan area parkir resmi di dekat ruang publik tetap harus memperhatikan ketersediaan ruang untuk pejalan kaki atau trotoar yang ramah dan hijau menuju alun-alun.
Pemkot Bogor pun seharusnya mulai berpikir strategis untuk membuat kantong parkir vertikal. Hal ini mempertimbangkan wilayah Kota Bogor yang tidak luas, sementara kendaraan cukup padat, terutama menjelang akhir pekan.
”Jika banyak kantong parkir yang dikelola langsung oleh pemdanya, pasti tidak ada itu parkir ilegal atau pungli. Kantor pemerintahan yang tak jauh dari taman pun bisa difungsikan karena akhir pekan tidak ada aktivitas perkantoran. Lalu kantong parkir itu harus e-parking,” ujarnya.
Tak sekadar alun-alun
Selain parkir, pekerjaan rumah selanjutnya adalah jangan sampai kawasan alun-alun menjadi kumuh atau malah menimbulkan persoalan baru terkait dengan kemacetan lalu lintas. Keberadaan Alun-alun Kota Bogor yang berada di tengah kota berpotensi menimbulkan kemacetan.
Ide integrasi transportasi berkelanjutan harus segera diwujudkan antara Stasiun Kota Bogor dan Stasiun Paledang melalui sky brigde, integrasi ke BisKita, dan moda transportasi lainya.
Menurut Nirwono, pola integrasi transportasi belum sepenuhnya berjalan baik, terutama untuk angkutan kota (angkot). Oleh karena itu, perlu ada kebijakan rerouting dan kebijakan ketat untuk angkot agar tidak ngetem di area Stasiun Kota Bogor dan alun-alun.
”Kota Bogor itu paling enak untuk jalan kaki, sepedaan, dan bertransportasi massal di pusat kota. Arah pembangunan Kota Bogor itu ke sana. Arahnya sudah mulai ada karena saat ini pemkot sedang gencar bikin jalur sepeda dan revitalisasi trotoar. Kalau bisa seperti di Melbroune, di pusat kota tremnya gratis. Ini bisa dilakukan Kota Bogor yang sudah punya modal bagus. Ini pun agar pusat kota dan kawasan alun-alun tidak padat kendaraan. Ini menghilangkan kebutuhan parkir juga. Ini perlu kombinasi dengan parkir progresif,” katanya.
Belajar dari kota-kota besar di dunia lainnya yang mengedepankan interaksi, integrasi, dan konsep kota hijau, pusat kota harus menjadi pusat ruang terbuka warga.
Oleh karena itu, kata Nirwono, yang direvitalisasi tidak hanya trotoar, parkir, jalur sepeda, dan integrasi transportasinya, tetapi juga bangunan lain di sekitar alun -alun dan di pusat kota hingga pemberdayaan UMKM.
Alun-alun harus menjadi pusat orientasi baru penataan di sekitarnya.
Seperti di Kota Stockholm, Swedia. Pusat kota di sana hanya boleh diperuntukan untuk pejalan kaki, pesepeda, angkutan umum, dan kendaraan listrik.
”Sekali lagi Kota Bogor punya modal itu, orientasi kota hijau. Tidak hanya transit oriented development (TOD), ada juga pedestrian oriented development. Jadi kota berbasis pejalan kaki,” lanjutnya
Semangat Kota Bogor membangun ruang terbuka hijau dan ruang publik perlu didorong dengan merevitalisasi kawasan sekitar alun-alun yang semakin ramah untuk warga.
”Alun-alun harus menjadi pusat orientasi baru penataan di sekitarnya. Jangan dilihat sebagai titik sendiri. Alun-alun menjadi titik penghubung untuk penataan sekitar. Itu dampaknya luar biasa untuk warga,” tutur Nirwono.
Pengamat perkotaan dari Trisakti Yayat Supriatna melanjutkan, alun alun memiliki arti dan peran penting bagi warga Kota Bogor karena tidak hanya sebagai ruang berinteraksi dan terbentuknya aspirasi, tetapi juga menjadi identitas kuat warganya.
Jangan sampai permasalahan parkir liar dan kurangnya perhatian penataan sekitar mencoreng wajah baru Kota Bogor yang sudah dibangun indah.
”Alun-alun ini jika termanfaatkan dengan baik, akan membangun karakter warga. Ini struktur pusat ruang kegiatan, akan ada kultur yang terbangun. Ada kultur baru tercipta, yaitu ruang untuk warga bangga dengan kotanya, ruang mengingat kembali bahwa Kota Bogor adalah kota taman dan jejak sejarahnya, serta alun-alun menjadi etalase sinergi simpul transportasi, membangun budaya bertransportasi,” katanya.
Dalam jangka pendek, kata Yayat, Pemkot Bogor harus segera membenahi kawasan dengan pembangunan trotoar di Jalan Dewi Sartika dan membuat area parkir resmi. Perlu juga memperbanyak rambu peringatan di sekitar alun-alun agar warga secara bersama saling menjaga kebersihan dan ketertiban alun-alun.
Baca juga: Mimpi ”Kota dalam Taman” Bogor
”Alun-alun itu menjadi ruang untuk membangun budaya berkota, yaitu warga peduli dengan kotanya, bangga, taat aturan, dan membangun kesadaran diskursif, yaitu membangun budaya yang sebelumnya salah menjadi baik contohnya parkir itu tadi. Alun-alun itu memiliki makna penting bagi kota dan warganya, tidak hanya sekadar ada,” ujarnya.