Kelola Sampah, Jakarta Prioritaskan RDF ketimbang ITF
Pemprov DKI Jakarta lebih memilih membangun fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau RDF karena dinilai lebih terjangkau. Namun, DPRD DKI mengingatkan perihal payung hukum.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini memprioritaskan pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau refused derived fuel (RDF) daripada intermediate treatment facility (ITF). Teknologi RDF dipilih karena biayanya lebih terjangkau.
Namun, DPRD DKI Jakarta mengingatkan untuk tetap membangun ITF lantaran sudah ada payung hukum dan keterbatasan biaya dapat disiasati dengan ragam mekanisme.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat kenaikan jumlah sampah harian berdasarkan data timbangan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat. Rata-rata jumlah sampah masuk sebanyak 7.228 ton per hari pada tahun 2021 atau meningkat 27 persen dari rata-rata sampah masuk tahun 2015 sebesar 5.655 ton per hari.
”Bisa bangun ITF, tetapi anggaran tidak cukup untuk bayar biaya pengolah sampah (tipping fee). Jadi, sementara masih kembangkan RDF yang tidak perlu biaya tipping fee,” ujar Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memperkirakan biaya membangun pabrik RDF Bantargebang sebesar Rp 855 miliar untuk kapasitas 2.000 ton sampah per hari, sedangkan ITF Sunter diperkirakan menelan biaya Rp 5,2 triliun untuk kapasitas pengelolaan 2.200 ton sampah per hari.
Pabrik RDF di Bantargebang menggunakan lahan seluas 7,5 hektar. Sampah yang diolah menjadi RDF sudah disalurkan sebagai bahan bakar dua pabrik semen, yakni PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di Citeureup, Jawa Barat, dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk di Narogong, Jawa Barat.
Pabrik RDF tersebut dapat mengolah 2.000 ton sampah per hari. Sebanyak 1.000 ton sampah berasal dari tumpukan sampah lama berusia enam tahun lebih yang didapatkan lewat metode landfill mining. Sampah lama ini berasal dari zona tidak aktif Bantargebang.
ITF
Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dalam laman https://upstdlh.id/itf/index menjelaskan, pembangkit listrik tenaga sampah atau ITF, berdasarkan rencana induk pengelolaan sampah Jakarta 2012-2032, akan dibangun di Sunter, Marunda, Cakung, dan Duri Kosambi.
Dari penjelasan di situs tersebut, pembangunan PLTSa/ITF ini bertujuan untuk mereduksi sampah sebanyak 80-90 persen dari total jumlah sampah pada setiap fasilitas PLTSa/ITF. Pengolahan sampah tersebut melalui perubahan bentuk, komposisi, dan volume sampah dengan menggunakan teknologi pengolahan sampah tepat guna dan ramah lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, finansial, dan sosial. Klasifikasi teknologi yang akan dibangun dan dioperasikan tersebut terbagi dalam empat jenis, yaitu dengan menggunakan teknologi insinerator, gasifikasi, pirolisis, dan RDF.
Sayangnya, sampai saat ini belum ada kepastian pembangunan ITF Sunter. Pengajuan penyertaan modal daerah (PMD) terkait mandek meski sudah direncanakan sejak 2011 dan sudah dilakukan groundbreaking pada 2018. Sebelumnya, PT Jakarta Propertindo (Perseroda) bekerja sama dengan PT Fortum Finlandia untuk membangun ITF Sunter (Kompas, 1 September 2022).
Kedua perusahaan ini membangun perusahaan patungan bernama PT Jakarta Solusi Lestari (JSL). PT Fortum Finlandia kemudian mundur karena ingin memprioritaskan investasinya untuk proyek lain.
Kalau tiba-tiba mengganti ITF dengan RDF itu tidak prosedural. Menabrak banyak peraturan. DPRD DKI Jakarta bisa menggunakan hak angket untuk hal tersebut.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Taufik Zoelkifli, mengingatkan pemerintah daerah untuk tidak gegabah mengganti ITF dengan RDF. Sebab, pembangunan ITF sudah punya payung hukum dan dikaji bertahun-tahun.
”Kalau tiba-tiba mengganti ITF dengan RDF, itu tidak prosedural. Menabrak banyak peraturan. DPRD DKI Jakarta bisa menggunakan hak angket untuk hal tersebut,” ucap Taufik.
Hak angket adalah hak DPRD untuk menyelidiki kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
Panitia angket dapat memanggil pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga yang dianggap mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan. Jika ditemukan indikasi tindak pidana, DPRD dapat menyerahkan penyelesaian prosesnya kepada penegak hukum.
Taufik mengatakan, PMD sebesar Rp 577 miliar sudah diberikan kepada Jakarta Propertindo. Artinya, secara hukum proyek ITF sudah harus dijalankan. Jika tidak, maka hal itu secara keuangan dan teknis akan merugikan terkait dana yang sudah dikeluarkan untuk proyek dan hilangnya kepercayaan investor.
”Secara hukum akan terjadi tidak terlaksananya peraturan presiden, peraturan daerah, peraturan gubernur, dan calon mitra kerja sama kemungkinan besar akan melakukan gugatan,” katanya.
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penugasan Lanjutan kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengelolaan Sampah di Dalam Kota/ITF.
Berikutnya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan Pengesahan Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Taufik menuturkan, pelaksana tugas kepala daerah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
"Masalah tipping fee dan lain-lain sudah dibahas tuntas oleh eksekutif dan legislatif sebelum menyetujui ITF dan adanya PMD. Kekurangan anggaran bisa digeser dari dana lain," kata Taufik.