Menuntut Tanggung Jawab Pemda dan Operator Atasi Kusutnya Kabel Utilitas
Pemprov DKI Jakarta dan operator wajib bertanggung jawab terkait kusutnya kabel utilitas. Mereka harus memberikan kompensasi dan ganti rugi setimpal kepada korban atas kelalaian dan keteledoran serta lemahnya pengawasan.
Warga di Jakarta sudah karib dengan kabel-kabel yang tumpang tindih, menjuntai, menonjol di tanah, dan kerusakan akibat proyek galian. Karib bukan berarti tak ada bahaya yang mengintai di balik semrawutnya jaringan utilitas itu.
Awal tahun ini, persisnya 5 Januari 2023, Sultan Rif’at Alfatih (20) terkena jeratan kabel fiber optik yang menjuntai di tengah Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan. Akibatnya, mahasiswa itu terluka berat pada organ pita suara dan timbul gangguan saraf di saluran napas dan makan. Sultan tak bisa berbicara, harus bernapas lewat saluran di tenggorokan, dan mengonsumsi makanan cair melalui selang ke hidung.
Ironisnya, peristiwa naas ini baru terekspos media akhir Juli. Keluarga buka suara karena merasa tak ada itikad baik dari pemilik kabel fiber optik, yakni PT Bali Towerindo Sentra Tbk.
Dinas Bina Marga DKI Jakarta selaku pengurus jaringan utilitas kota pun baru tahu perihal kecelakaan itu setelah diekspos media. Mereka langsung meninjau lokasi kecelakaan dan meminta penjelasan dari manajemen Bali Tower.
Namun, belum ada kepastian pemenuhan hak Sultan sebagai korban dalam peristiwa ini. Keluarganya telah melaporkan manajemen Bali Tower ke Polda Metro Jaya, Rabu (2/8/2023). Mereka menuntut keadilan dan tanggung jawab etis atas kelalaian yang menyebabkan buah hatinya cacat sementara sejak kecelakaan.
Manajemen dari Bali Tower, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/8/2023), setidaknya menyampaikan tiga hal. Pertama, tentang dugaan truk bermuatan lebih yang menyebabkan kabel terjuntai. Kedua, manajemen sudah menawarkan sejumlah bantuan kepada korban, tetapi belum tercapai kesepakatan. Ketiga, manajemen tak menghalangi keluarga untuk menyampaikan masalah ke media dan melapor ke polisi.
Ironi
Situasi yang dialami Sultan tak jauh beda dengan korban lain. Mereka terluka hingga kehilangan nyawa akibat semrawutnya jaringan utilitas di Jakarta.
Vadim (38) tewas setelah terjerat kabel menjuntai di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (28/7/2023) malam.
Polres Metro Jakarta Barat melaporkan pengemudi ojek daring itu melintasi Jalan Brigjen Katamso. Dia diduga tidak melihat kabel yang melintang di tengah jalan. Sepeda motor yang dikendarainya hilang kendali sehingga terperosok dan menabrak trotoar.
Vadim terluka di leher dan bagian kepala. Polisi membawanya ke Rumah Sakit Pelni, tetapi nyawanya tidak tertolong. Polisi akan memanggil pemilik kabel semrawut itu, sedangkan Dinas Bina Marga DKI Jakarta mulai merapikan kabel yang semrawut pasca-kecelakaan di Jalan Brigjen Katamso hingga Jalan KS Tubun.
Mundur ke belakang, pada 2011, Ngatidjo tewas karena terpeleset dan tenggelam di dalam bak kontrol yang terbuka di tepi jalan terusan Jalan Lodan Raya, Ancol, Jakarta Utara. Lima hari kasus itu terjadi, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta yang menangani utilitas jaringan listrik dan air belum mengetahui pengelola bak kontrol tersebut (Kompas, Desember 2011).
Pejabat yang berwenang kala itu mengatakan baru sebatas mengetahui bak itu berisi air bersih. Bak kontrol pun bukan drainase karena mulut bak berada lebih tinggi dari permukaan jalan dan di dalam bak tidak ditemukan kabel listrik, kabel telepon, dan serat optik.
Keluarga Ngatidjo juga belum memperoleh santunan dari pemerintah. Keluarga melihat kelalaian pemerintah dan adanya pengabaian karena hasil visum dari RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan, Ngatidjo tewas karena terpeleset dan tenggelam di dalam bak kontrol yang terbuka itu.
Dua tahun berselang terjadi ledakan di enam tempat di Mangga Besar, Jakarta Barat. Ledakan diketahui dari kabel listrik bawah tanah yang berdekatan dengan utilitas lain, seperti kabel telepon dan serat optik (Kompas, Agustus 2013).
Akibatnya, empat orang, yaitu Arsyad (37), Heru Kurniawan (23), Haidar Saito (44), dan Saeful Junandar (29), terluka bakar. PT PLN (Persero) DKI Jakarta mengatakan menanggung seluruh biaya perawatan korban.
Sama halnya dengan kasus kabel fiber optik. Pemprov DKI Jakarta dan operator harus bertanggung jawab. Mereka seharusnya memberikan kompensasi dan ganti rugi yang setimpal kepada korban atas kelalaian dan keteledoran serta lemahnya pengawasan.
Manajemen juga menyampaikan mayoritas kabel listrik yang ditanam berada dekat dengan kabel lain. Namun, selama ini belum pernah terjadi kasus ledakan dari kabel listrik bawah tanah.
Tiga tahun kemudian, jaringan utilitas kembali merenggut korban jiwa. Siti Nurhayati (23) dan Niko Adeli (23) tewas karena sengatan listrik di trotoar yang tergenang di Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta Pusat (Kompas, 5 Januari 2016).
Polisi belum menemukan penyebabnya, sedangkan PLN menuding aliran listrik berasal dari kabel penerangan jalan umum yang terkelupas. Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta sebagai pengelola penerangan jalan umum menyangkal karena pada tes yang dilakukan diketahui bahwa kabel ada di bawah trotoar dan tak mengalirkan listrik.
Baca juga: Kabel Optik Masih Memakan Korban, Korban Sebaiknya Layangkan Gugatan
Tanggung jawab
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sering menerima keluhan semrawutnya jaringan utilitas di Jakarta. Konsumen, misalnya, protes karena bertebarannya bekas galian yang tidak tertutup dengan benar atau tidak rata sehingga terjadi kemacetan sampai kecelakaan lalu lintas.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menuturkan, masalnya pengaduan tentang jaringan utilitas lantaran lemahnya pengawasan oleh Pemprov DKI Jakarta terhadap mitra kerjanya atau operator. Seharusnya ada standar yang jelas agar tak timbul kerugian terhadap warga.
”Sama halnya dengan kasus kabel fiber optik. Pemprov DKI Jakarta dan operator harus bertanggung jawab. Mereka seharusnya memberikan kompensasi dan ganti rugi yang setimpal kepada korban atas kelalaian dan keteledoran serta lemahnya pengawasan,” tutur Tulus, Kamis (3/8/2023).
Tulus pun menyarankan adanya sanksi kepada operator atas kelalaian atau keteledoran tersebut. Selain bentuk tanggung jawab, sanksi berfungsi sebagai pengingat agar kejadian serupa tak berulang serta untuk lebih memperhatikan keamanan dan keselamatan.
Baca juga: Sultan, Korban Jeratan Kabel Optik, Berharap Bisa Bernapas Normal Lagi
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono prihatin atas kabel semrawut yang memakan korban jiwa. Jumat (4/8/2023) pagi, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup bertemu semua pemilik kabel untuk sesegera mungkin dirapikan.
Heru juga memanggil Dinas Bina Marga DKI Jakarta untuk secepatnya mencapai kesepakatan dengan Apjatel terkait biaya atau nilai ekonomi agar penataan kabel secara bertahap dapat terlaksana dengan cepat.
”Saya sudah mengingatkan, masing-masing harus punya tanggung jawab untuk sama-sama membangun Jakarta. Insya Allah kami akan pikirkan terkait bantuan kepada korban,” kata Heru.
Jaringan utilitas
Dinas Bina Marga DKI Jakarta memastikan akan memantau perkembangan kasus Sultan agar tuntas. Pada prinsipnya peristiwa itu jadi pembelajaran agar tak berulang.
Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Utilitas Kota Dinas Bina Marga DKI Jakarta Syamsul Bakhri menyebutkan, Jakarta harus bebas kabel udara. Solusinya sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) yang tengah berjalan.
”Pemilik utilitas wajib turunkan ke SJUT. Di luar SJUT 2022, kami sudah relokasi kabel di 103 lokasi, panjangnya 95 kilometer. Kondisinya memang harus diselesaikan bertahap dan berkesinambungan,” ucap Syamsul.
Sejauh ini SJUT sudah terbangun di 10 lokasi di Jakarta Selatan. Contohnya di Mampang sudah diturunkan hampir 98 persen kabel udara dan Senopati-Suryo telah mencapai 87 persen.
Sepanjang tahun ini, PT Jakarta Infrastruktur Propertindo bersama mitra kerja PT Modular Inti Konstrindo akan menata SJUT sepanjang 48 kilometer di Jakarta Selatan dan 5 km di Jakarta Timur.
Aturannya sudah ada, perencanaannya sudah mantap, berarti penegakan tata kelola. Pekerjaan di lapangan terjadi atau tidak. Jangan ada yang bermain mata.
Kepala Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB Suhono Harso Supangkat melihat kompleksitas penataan SJUT di Jakarta, berbeda dengan kota baru atau kota mandiri yang lebih mudah ditata. Namun, bukan berarti tak dapat ditata karena sudah ada aturan tentang jaringan utilitas.
Jakarta punya dua aturan terkait, yakni Peraturan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas.
”Aturannya sudah ada, perencanaannya sudah mantap, berarti penegakan tata kelola. Pekerjaan di lapangan terjadi atau tidak. Jangan ada yang bermain mata,” kata Guru Besar pada Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB itu.
Penataan jaringan utilitas yang semrawut mendesak demi keamanan dan keselamatan warga serta estetika. Jangan sampai warga kembali jadi korban jeratan semrawutnya jaringan utilitas Jakarta.
Baca juga: Babak Baru Menata Tumpang Tindih Utilitas Jakarta