Sultan, Korban Jeratan Kabel Optik, Berharap Bisa Bernapas Normal Lagi
Sultan Rif'at Alfatih mengalami kerusakan beberapa organ dalam. Korban jeratan kabel optik semrawut di Jakarta Selatan itu kini hanya berharap dapat kembali bernapas dan makan dengan normal.
Dapat kembali bernapas dan makan dengan normal kini menjadi prioritas Sultan Rif'at Alfatih yang bercita-cita menjadi diplomat. Pemuda asal Tangerang Selatan itu ingin segera terbebas dari efek kesemrawutan kabel fiber optik di jalanan Ibu Kota, Jakarta.
Selasa (1/8/2023) siang, perempuan itu memasukkan cairan obat dan vitamin dengan suntikan besar ke selang panjang yang berujung di salah satu lubang hidung anaknya, Sultan Rif'at Alfatih (20). Cairan itu akan disalurkan dengan alat bantu di dalam leher Sultan menuju pencernaannya.
Cara makan dan minum Sultan beberapa bulan terakhir membuat berat badannya turun sampai 20 kilogram menjadi sekitar 47 kilogram (kg) saat ini. Bobot itu terlampau kurus untuknya yang memiliki tinggi badan mencapai 182 sentimeter.
Untuk bernapas, mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, itu dibantu dengan alat bantu napas yang terpasang di leher karena gangguan sistem saraf organ yang mengatur jalur napas dan makannya. Ia pun tidak bisa berbicara karena kerusakan di pita suara.
Baca juga: Kabel Semrawut yang Berujung Duka bagi Sultan
Kondisi itu ia jalani selama lebih dari setengah tahun. Sultan harus libur dari kegiatan perkuliahannya. Ia memendam rindu mengajar anak-anak kurang mampu di Malang yang biasa ia dampingi bersama teman kuliahnya dalam aktivitas sosial masyarakat. Sang ibu setia mendampingi setiap hal yang perlu dilakukan anaknya, tetapi ia memilih namanya tidak dipublikasikan.
”Tadinya sebelum masuk Ilmu Pemerintahan, mau jadi diplomat. (Sekarang ingin) sembuh, bisa makan, napas, ngomong kayak normal lagi biar bisa balik kuliah,” tulis Sultan di ponselnya ketika ditemui di rumahnya di kawasan Bintaro, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.
Menulis di layar ponsel atau media lain menjadi cara Sultan berkomunikasi saat ini.
Penderitaan ini berawal dari kecelakaan akibat jeratan kabel fiber optik yang menjuntai di tengah Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, 5 Januari 2023 malam. Kecelakaan itu terjadi saat ia mengendarai sepeda motor bersama teman SMA-nya di tengah waktu libur kuliah.
Sekonyong-konyong, kabel yang terpental usai tersangkut mobil di depannya menjerat leher Sultan. Ia terpental dari sepeda motornya. Helm di kepala dan pakaian berkendara lengkap yang dikenakan penggemar otomotif itu menyelamatkan bagian tubuh lainnya, terkecuali lehernya.
Sulung dari kedua bersaudara ini setidaknya sudah tujuh kali menjalani operasi dan puluhan hari rawat inap di Rumah Sakit Fatmawati di Jakarta Selatan hingga Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta Pusat. Akhir Juli lalu, Sultan harus dirawat inap beberapa hari karena paru-parunya penuh air liur dan pendarahan saat batuk.
Pikiran saya kusut karena kondisi kesehatan anak saya. Saya enggak bikin surat terbuka. Tetapi, itu memicu saya menginvestigasi sendiri kasus ini. (Fatih)
Meski jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) membantu sebagian biaya pengobatan, rupiah yang dikeluarkan dari kocek keluarga Sultan sudah tidak terbilang.
Keluarga, khususnya kedua orangtua Sultan, masih harus menanggung banyak biaya sendiri, seperti susu khusus untuk mengatasi malanutrisi, alat bantu medis yang harus rutin diperbarui, dan biaya penanganan dengan dokter spesialis.
”Ini akan cukup panjang pengobatannya, kalau menurut dokter. Dokter akan usaha, tapi mereka menyampaikan, di sini belum ada dokter yang bisa mengaktifkan pita suara. Harus keluar negeri, adanya di Perancis,” kata Fatih, ayah Sultan yang juga ditemui di tempat tinggalnya.
Perjuangan ayah
Fatih tidak putus mencari keadilan dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab pada kondisi anaknya. Usai kecelakaan, Fatih membuat laporan kepada pihak berwenang terkait kecelakaan lalu lintas dan kelalaian pemasangan kabel di jalan.
Namun, laporan itu tidak ia teruskan begitu ada informasi ia harus menyertakan nama pihak terlapor agar penanganan kasus berjalan.
”Pikiran saya kusut karena kondisi kesehatan anak saya. Tetapi, itu memicu saya menginvestigasi sendiri kasus ini,” kata Fatih.
Investigasi ia lakukan dengan menelusuri Jalan Pangeran Antasari dan jaringan kabel yang melintang di jalan tersebut. Ia berupaya mengumpulkan bukti rekaman kamera pengawas CCTV di sekitar lokasi kecelakaan. Ia menemukan, penanggung jawab instalasi kabel jaringan komunikasi yang mencelakai anaknya adalah PT Bali Towerindo Sentra Tbk.
Baca juga: Keluarga Korban Terjerat Kabel Fiber Optik di Jaksel Hendak Melapor ke Polisi
Setelah berhasil menghubungi PT Bali Towerindo Sentra Tbk, pada 6 Juni 2023, perusahaan itu mengaku bertanggung jawab dan menawarkan bantuan melalui pihak asuransi yang bermitra dengan perusahaan itu. Walakin, jaminan asuransi itu tidak jelas adanya. Perusahaan juga menawarkan kompensasi sekali pembayaran. Namun, bantuan ini ditolak pihak Sultan.
”Mereka hanya akan menanggung biaya perawatan dikalikan berapa kali, langsung selesai. Saya enggak mau ini. Dokternya saja enggak tahu kapan pengobatan selesai. Mereka inginnya bayar sekali, selesai, tutup kasus,” katanya.
Jujur, saya sendiri sebagai korban juga cukup berat jika exposure ke saya dan keluarga seperti ini. Saya sendiri mau secepatnya diobati dan sembuh. (Sultan Rif'at Alfatih)
Meskipun belum ada kesepakatan, Fatih tetap melaporkan kondisi Sultan melalui perwakilan manajemen PT BT.
Di tengah kebuntuan, keluarga mendorong Fatih untuk membuka kasus ini ke media. Hingga pada akhir Juli lalu, pihak perusahaan kembali mendatangi keluarga Sultan dengan pendampingan kuasa hukum. Menurut Fatih, PT Bali Towerindo Sentra Tbk menawarkan bantuan senilai Rp 2 miliar, diikuti permintaan untuk menghentikan pemberitaan ke media dan niat melapor ke Polda Metro Jaya. Cara tersebut semakin membuat Fatih geram.
”Saya tuntut jaminan pengobatan sampai sembuh total yang terbaik. Kedua, biaya yang keluar dari awal kecelakaan sampai dengan sekarang, baik materiil termasuk imateriil, agar diganti. Ketiga, saya minta pernyataan resmi (pertanggungjawaban perusahaan),” katanya.
Kompas berusaha meminta tanggapan PT BT melalui tim kuasa hukum mereka. Maqdir Ismail, salah satu kuasa hukum, mengatakan, mereka akan segera mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan kasus ini ke media.
”Hari Kamis ini kami akan konferensi pers,” katanya saat dihubungi lewat telepon.
Sultan mengaku senang dan menghargai perjuangan orangtuanya sejauh ini. Sekarang ia berharap masalah ini cepat selesai.
”Jujur, saya sendiri sebagai korban juga cukup berat jika exposure ke saya dan keluarga seperti ini. Saya sendiri mau secepatnya diobati dan sembuh,” kata Sultan penuh harap.
Baca juga: Juni, Diharapkan Tak Ada Lagi Kabel Semrawut di Jakarta