Kemacetan Parah di Jakarta Utara, Integrasi Transportasi Dibutuhkan
Harus ada batas antara aktivitas bongkar muat di pelabuhan dengan kepentingan angkutan umum dan pariwisata sebagai solusi atas kemacetan yang selama ini terjadi di jalanan Jakarta Utara.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kawasan pesisir utara Jakarta butuh ditata dengan membuat zonasi agar ada batas antara aktivitas bongkar muat di pelabuhan dengan kepentingan angkutan umum dan pariwisata. Jalur transportasi antarmoda juga perlu diintegrasikan sebagai solusi atas kemacetan yang selama ini terjadi di jalanan Jakarta Utara.
Hal itu diungkapkan beberapa pihak dalam grup diskusi terpumpun yang digelar Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) di Auditorium PT Pelabuhan Indonesia Regional 2, Jakarta Utara, Selasa (27/6/2023) kemarin. Selain DTKJ dan Pelindo 2, acara tersebut juga dihadiri oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Doddy Setiyono menjelaskan, selama ini tidak ada angkutan umum yang menjangkau area Pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, banyaknya truk keluar masuk ke dalam kawasan pelabuhan juga menimbulkan kemacetan.
Menurut Doddy, integrasi transportasi di kawasan pesisir utara Jakarta terhambat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam aturan itu disebutkan bahwa kewenangan pemerintah daerah hanya sebatas pelabuhan pengumpan regional.
"Hal ini secara tidak langsung menjadi jurang pemisah dalam terciptanya integrasi antara pelabuhan dengan angkutan umum penumpang," kata Doddy.
Nantinya, akan ditambah enam koridor Bus Transjakarta di Jakarta Utara yang terintegrasi dengan kereta MRT yang juga tengah dikembangkan sepanjang 66 kilometer (km) dan pengembangan LRT sepanjang 67 km. Semua rencana ini ditargetkan terwujud pada 2039.
Namun, Ketua DTKJ Haris Muhammadun menilai integrasi dan penataan kawasan utara Jakarta ini harus dipercepat. Oleh karena itu, berbagai rencana harus dilaksanakan secara bersama melalui penguatan kerja sama pemerintah pusat dan daerah provinsi dengan melibatkan instansi terkait hingga masyarakat.
Selain itu penataan pemukiman, aspek lingkungan, penataan kawasan ekonomi sekitar pelabuhan, penataan industri pariwisata, kesejahteraan warga nelayan, pengendalian banjir dari ROB, pengembangan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mandiri juga harus mulai mendapat perhatian untuk mendukung penataan kawasan pesisir utara Jakarta yang semakin berkembang.
"Dewan Transportasi Kota Jakarta akan mendorong pelaksanaan kesepakatan bersama sinergitas pembangunan wilayah pesisir di DKI Jakarta dengan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub dan PT Pelabuhan Indonesia, ucap Haris.
Transportasi kita masih cenderung berbasis jalan darat, ini masalah besar.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, Heru Hermawanto menambahkan, daerah Tanjung Priok akan direncanakan sebagai titik integrasi angkutan umum di Jakarta Utara yang saat ini sudah dijangkau 34 jalur transportasi umum. Nantinya jalur KRL, jalur LRT, dan jalur Transjakarta akan dikembangkan untuk mendukung aktivitas di pelabuhan Tanjung Priok.
"Transportasi kita masih cenderung berbasis jalan darat, ini masalah besar. Dampak bertambahnya jalan tidak mengurangi beban trafik, justru semakin menjadi crowded, karena tidak ada pemilahan angkutan umum dan logistik," kata Heru.
Pelabuhan Sunda Kelapa juga akan dijadikan pelabuhan wisata sesuai dengan tata ruang DKI Jakarta. Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono juga telah menerbitkan surat No.748/KR.04.00 pada 8 Desember 2022 tentang Dukungan Kesesuaian Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Untuk aktivitas bongkar muat kapal semuanya akan dilakukan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Marunda. Hal itu sesuai surat No.406/KR.04.00 pada 20 Juli 2022 tentang Dukungan Kesesuaian Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
"Masing-masing sektor harus sama-sama berpikir untuk mengimplementasikan ini. Jangan memikirkan sektornya masing-masing, nanti terjadi benturan kepentingan, jadi integrasi transportasi ini penting," ucapnya.
Volume bongkar muat non petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini mencapai 14,1 juta ton per meter kubik dan diproyeksikan akan mencapai 35 juta ton per meter kubik pada 2042. Sementara volume petikemas telah mencapai 6,5 juta unit ekuivalen dua puluh kaki (teu) pada 2023 dan akan mencapai 10,2 juta teu pada 2042.
"Bisa kita bayangkan dari konektivitas di darat apakah bisa mendukung volume kargo sebesar ini, dari sisi laut sebenarnya gampang, tetapi daya dukung di darat ini juga harus kita pikirkan, harapannya sejalan," kata Kepala Seksi Analisa, Evaluasi dan Tarif, Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Amin Nurjanah.
Hal ini perlu diantisipasi dengan integrasi transportasi darat yang baik dalam penataan kawasan pesisir utara Jakarta. Misalnya dengan digitalisasi sistem pemesanan terminal pada setiap truk untuk mengurai kemacetan di jalan yang mengarah ke kawasan pelabuhan Tanjung Priok.
Selain itu, ada empat area yang akan dijadikan tempat parkir truk yang menunggu masuk ke pelabuhan Tanjung Priok agar tidak menimbulkan kemacetan di jalan arteri. Ketiga area itu ada di Kalijapat, Kalibaru, Jakarta International Container Terminal (JICT), dan Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda.
Penataan kawasan utara Jakarta ini juga akan berdampak pada pemukiman warga. Pemprov DKI memberikan solusi dengan pindah ke rumah susun atau rusun, seperti di Rusun Marunda yang masih tersedia 100 unit, Rusun Kelapa Gading sebanyak 128 unit, Rusun Nagrak 65 unit, dan Rusun Padat Karya di Rorotan yang masih baru sebanyak 377 unit.